Post on 16-Oct-2021
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam i
MODUL FISIOTERAPI NEUROMUSKULER PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
PROFESI FISIOTERAPIS PROGRAM PROFESI
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam ii
VISI DAN MISI FAKULTAS KEPERAWATAN DAN
FISIOTERAPI
VISI
Menghasilkan lulusan yang unggul dalam bidang keperawatan
gawat darurat traumatik dan manual terapi yang mampu bersaing
secara nasional dan regional Asia pada tahun 2022.
MISI
1. Menyelenggarakan proses belajar mengajar yang kondusif dengan
berbagai fasilitas belajar, metode, dan sistem pembelajaran kelas
dan praktik (laboratorium, RS, dan pelayanan kesehatan lainnya)
sehingga menghasilkan karakter yang unggul, kompeten dan
excellent service.
2. Mengoptimalkan dan mengimplementasikan program riset
keperawatan dan fisioterapi di tingkat lokal maupun nasional
dengan menggunakan pendekatan riset kolaboratif dalam bidang
ilmu keperawatan dan fisioterapi.
3. Mengimplementasikan program pengabdian kepada masyarakat
berbasis riset untuk menyelesaikan berbagai permasalahan
kesehatan di tingkat nasional bahkan kawasan regional Asia dengan
menekankan upaya pendekatan preventive health science.
4. Menjalin kerjasama yang baik dengan stakeholder mulai dari
pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sebagai pengguna lulusan.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam iii
VISI DAN MISI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
PROFESI FISIOTERAPIS PROGRAM PROFESI
VISI
Menjadi program studi yang unggul dan excellent service dalam
bidang fisioterapi khususnya manual terapi di tingkat nasional
dan regional Asia pada tahun 2022.
MISI
1. Menyelenggarakan proses belajar mengajar yang kondusif
dengan berbagai fasilitas belajar, tools, metode, dan sistem
pembelajaran kelas dan praktik di laboratorium dan lapangan
2. Mengoptimalkan dan mengimplementasikan program riset
dibidang fisioterapi yang difokuskan pada masalah manual terapi
dengan menggunakan pendekatan riset dalam bidang fisioterapi.
3. Mengimplementasikan program pengabdian kepada masyarakat
berbasis riset untuk menyelesaikan berbagai permasalahan
fisioterapi.
4. Mengembangkan kerjasama dengan institusi pendidikan,
pelayanan, organisasi, dan stakeholderbaik dalam maupun luar
negeri.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam iv
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang MAha Esa
karena senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan modul mata kuliah Dasar Muskuloskletal ini. Modul ini di susun
guna memenuhi sebagian persyaratan dalam pendidikan Fisioterapi (S1) Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Medistra Lubuk Pakam.
Penyelesaian penulisan modul ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan,
arahan dan dorongan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penyusun
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh rekan rekan
yang ikut serta dalam penyusunan modul ini.
Penyusun menyadari bahwa apa yang tertuang dalam modul ini masih
banyak memiliki kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, saran dan
kritik yang membangun sangat kami harapkan dan semoga modul ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Lubuk Pakam, 2020
Penyusun
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam v
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL DALAM.......................................................................
KATA PENGANTAR ....................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................
PEMBAHASAN .............................................................................................
A. Fisioterapi Pada Kasus Stroke………………………………………… ........
B. Fisioterapi Pada Kasus Parkinson…………..................................................
C. Fisioterapi Pada Kasus Vertigo.......................................................................
D. Fisioterapi Pada Kasus Spinal Cord Injury.....................................................
E. Fisioterapi Pada Kasus Cidera Otak................................................................
F. Fisioterapi Pada Kasus Brain Cancer..............................................................
G. Fisioterapi Pada Kasus Penyakit Medulla Sipnalis ........................................
H. Fisioterapi Pada Kasus Alzheimer...................................................................
I. Fisioterapi Pada Kasus Skizofrenia.................................................................
J. Fisioterapi Pada Kasus Echepalitis .................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
PENGANTAR NEUROMUSCULAR I
1.1 Definisi
Manajemen fisioterapi neuromuscular adalah ilmu yang mempelajari
penanganan-penangana fisioterapi pada kasus musculoskeletal. Manajemen
fisioterapi neuromuscular merupakan gabungan dari beberapa ilmu seperti anato-
mi fisiologi, patologi, manajemen fisioterapi, yang bertujuan untuk memberikan
gambaran penatalaksanaan kasus-kasus fisioterapi di bidang fisioterapi muscu-
lokeleal.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan instruksional umum
a. Memahami kasus-kasus fisioterapi neuromuscular
b. Memahami dan mampu menganalisa kasus-kasus fisioterapi neuro-
muscular
c. Memahami dan mampu melakukan penatalaksanaan fisioterapi pada
kasus neuromuscular
1.2.2 Tujuan intruksional khusus
Mahasiswa memahami dan mampu melakukan proses-proses fisioter-
api spesifik seperti:
a. Pemeriksaan dengan cermat pada bidang neuromuscular dalam kasus
neuromuscular bedah dan non bedah.
b. Memberikan program latihan untuk proses rehabilitasi pada kasus-
kasus neuromuscular
c. Pemeriksaan deteksi dini pada kasus neuromuscular
d. Pemberian pelatihan untuk meningkatkan kekuatan otot, menambah
lingkup gerak sendi, dan meningkatkan aktivitas fungsional dari
pasien.
1.3 Sasaran
Sasaran pembelajaran praktikum manajemen fisioterapi neuromuscular ada-
lah mahasiswa Profesi Fisioterapi Fakultas Keperawatan dan Fisioterapi
yang telah lulus pada mata kuliah anatomi fisiologi, patologi, manual thera-
py, terapi latihan, dan elektrofisika dan sumberfisis, dll pada semester lalu
atau pada jenjang pembelajaran sebelumnya.
1.4 Sumber daya
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
1.4.1 Sumber daya manusia:
a. Dosen pemberi mata kuliah
b. CI
1.4.2 Sarana dan Prasarana:
a. RS Grandmed Lubuk Pakam
b. RSU Sembiring Deli Tua
c. RSUP H. Adam Malik Medan
d. RSU Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam
e. Klinik Manual Terapi Bridg. Katamso
1.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup praktikum manajemen fisioterapi neuromuscular adalah
melakukan penatalaksanaan fisioterapi pada kasus neuromuscular system
saraf pusat dan system saraf tepi mulai dari pemeriksaan hingga intervesi
pemberian pelatihan khususnya manual terapy untuk meningkatkan aktivitas
fungsional pasien.
1.6 Alat dan Perlengkapan:
1. Bed atau matras
2. Bantal
3. Formulir pemeriksaan
4. Baby oil
5. Alat-alat untuk manual terapy
1.7 Pengendalian dan Pemantauan
1. Absensi mahasiswa dan dosen yang telah ditandatangani
2. Format penilaian responsi yang telah ditandatangani dan diberi nama
jelas instruktur yang menilai dan peserta didik yang bersangkutan
3. Pedoman penilaian pencapaian kompetensi
1.8 Pelaksanaan
1.8.1 Persiapan alat
a. Menyiapakan bed/alat/kursi/alat-alat latihan
b. menyiapkan formulir response
1.9 Pelaksanaan Praktik
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
FSIOTERAPI PADA KASUS STROKE
2.1 Pendahuluan
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit
jantung koroner. Perubahan pola hidup dan aktivitas masyarakat yang tidak sehat
menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit yang dapat menjadi faktor resiko
terserangnya penyakit stroke. Gejala stroke tidak selalu muncul dalam keadaan
berat. Serangan stroke ringan ditangani dengan tepat dan cepat dapat diatasi dan
memungkinkan pasien dapat pulih dengan sempurna.
2.2 Pengertian
Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh
karena gangguan peredaran darah otak yang terjadi secara mendadak atau secara
cepat yang menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah di otak
yang terganggu. Sroke pada umumnya terjadi pada orang dengan umur di atas 65
tahun, tetapi setiap orang ada kemungkinan terkena stroke, bahkan anak-anak
atau bayi sekalipun. Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler(pembuluh darah
otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi
karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak.
2.2.1 Assesment
- Nama pasien
- Usia
- Jenis kelamin
- Keluhan utama
- Riwayat penyakit sekarang
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
- Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat penyakit penyerta riwayat penyakit keluarga
2.2.2 Pemeriksaan fisioterapi
- Kelemahan Otot
- Gangguan Keseimbangan
- Gangguan Koordinasi
- Gangguan Fungsional
2.2.3 Pemeriksaan penunjang
- Test untuk melihat Otak, Tengkorak, dan Sumsum tulang belakang
- CT-Scan, (CT-Scan, Computed Tomography aksial
- CT-Scan menggunakan sinar x untuk menghasilkan gambar 3 dimensi dari
3 kepala.
- CT-Scan dapat digunakan untuk mendiagnosa stroke iskemik, Stroke
haemorrage, dan masalah lain dari otak dan batang otak.
2.2.4 MRI scan ( Magnetic resonance imaging scan)
MRI menggunakan medan magned besar untuk mengasilkan gabar dari
otak. Seperti CT-Scan, itu menunjukkan lokasi dan luasnya cedera otak.
Gambar yang dihasilkan oleh MRI lebh tajam dan lebih rinci dari pada CT-
Scan sehingga sering digunakan untuk mendiagnosa luka kecil yang
mendalam.
2.3 Pemeriksaan pembuluh darah yang mengalir ke otak
a. Carrotid Dopler (SG carotid)
Gelombang ultrasound digunakan untuk mengambil gambar dari arteri
carotid dileher, dan untuk menunjukkan darah yang mengalir ke otak
Test ini dapat menunjukkan apakah arteri carotid anda menyempit oleh
ateroskelorosis (pengendapan kolesterol)
b. Trans kranial dopler (TCD) ini adalah jenis khusus dari MRI Scan yang
dapat digunakan untuk melihat pembuluh darah dileher atau diotak.
1. MRA (Magnetic resonance angiogram)
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Ini adalah jenis khusus dari MRI Scan yang dapat digunakan untuk melihat
pembuluh darah diotak atau dileher.
2. Cerebral anteriogram (Cerebral angiogram, digital subtraction angiography,
(DSA) sebuah kateter dimasukkan dalam arteri dilengan atau kaki dan
pewarna kusus disuntikkan kedalam pembuluh darah yang menuju keotak.
Gambar x-ray menunjukkan adanya kelainan pembuluh darah, termasuk
penyempitan, penyumbatan atau malformasi (seperti aneurisma atau
malformasi arteri vena.
c. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Stroke
1. Latihan Passive Range of Motion (PROM)
a. Pemberian terapi latihan berupa gerakan pasif sangat bermanfaat
dalam menjaga sifat fisiologis dari jaringan otot dan sendi. Jenis
latihan ini dapat diberikan sedini mungkin untuk menghindari
adanya komplikasi akibat kurang gerak, seperti adanya kontraktur,
kekakuan sendi, dll.
b. Pemberian PROM dapat diberikan dalam berbagai posisi, seperti
tidur terlentang, tidur mirirng, tidur tengkurap, duduk, berdiri atau
posisi sesuai dengan alat latihan yang digunakan.
c. Latihan dalam gerakan pasif tidak akan berdampak terhadap proses
pembelajaran motorik, akan tetapi sangat bermanfaat sebagai
tindakan awal sebelum aplikasi metode untuk latihan pembelajaran
motorik.
d. Hal ini perlu disadari oleh fisioterapis, bahwa aktivitas pasif yang
diberikan hanya untuk menjaga kualitas komponen gerak, dan
bukan sebagai program pembelajaran motorik.
e. Beberapa fisioterapis menempatkan PROM sebagai prelimanary
exercise bagi insan stroke sebelum memberikan terapi latihan yang
bersifat motor relearning. Pemberian latihan PROM sangat
bermanfaat, sehingga penulis menganjurkan agar setiap fisioterapis
dapat mengaplikasikannya pada setiap insan stroke.
f. Latihan PROM juga dapat diberikan dalam bentuk program latihan
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
di rumah dengan terlebih dahulu memberikan edukasi pada keluarga
pasien.
g. Menjalankan program 24 hours physiotherapy.
2. Latihan Pada Anggota Gerak Atas (upper extremity).
a. Fleksi dan ekstensi bahu (Shoulder Joint)
Gambar 1. gerakan pasif fleksi – ekstensi bahu
Latihan
Posisi insan stroke tidur terlentang.
1. Pegangan fisioterapis pada pergelangan tangan dan juga pada lengan
bawah (sedikit dibawah siku insan stroke). Peletakan tangan insan
stroke sebaiknya menyilang agar mempermudah gerakan saat ekstensi
dilakukan.
2. Posisi awal dari lengan insan stroke adalah mid position, kemudian
lakukan gerakan fleksi, instruksikan agar insan stroke rileks.
3. Pada saat bahu membentuk sudut 900 berikan gerakan eksternal rotasi
(berputar keluar) pada lengan hingga membentuk posisi supinasi
lengan bawah.
4. Rasakan endfeel pada akhir gerakan. Hindari penguluran berlebihan
pada bahu yang mengalami kelemahan.
5. Lakukan pengulangan sebanyak 7 kali atau sesuai toleransi.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
6. Latihan ini akan mampu mengurangi komplikasi akibat kurang gerak
pada bahu dan terpeliharanya sifat fisiologis jaringan pada area bahu
dan lengan. Tujuan utama latihan ini terpeliharanya jarak gerak sendi
pada bahu kearah fleksi.
b. Ekstensi / hiperekstensi Bahu (Shoulder Joint).
Gambar 2. Gerakan pasif ekstensi bahu
Latihan
1. Posisi insan stroke tidur mirirng (side lying).
2. Pegangan fisioterapis pada pergelangan tangan dan pada bagian bahu.
3. Posisi lengan insan stroke semi fleksi dengan lengan bawah mid position.
4. Berikan topangan pada siku atau lengan bawah insan stroke dengan
lengan bawah fisioterapis.
5. Berikan gerakan ekstensi secara penuh.
6. Hindari adanya kompensasi gerak berupa elevasi bahu dengan pemberian
stabilisasi.
7. Rasakan endfeel pada akhir gerakan.
8. Hindari adanya keluhan nyeri saat gerakan dilakukan.
9. Pertahankan gerakan terjadi pada mid posisi lengan bawah insan stroke.
10. Lakukan pengulangan minimal 7 kali atau sesuai toleransi.
Latihan ini ditujukan untuk memelihara jarak gerak sendi bahu,
khususnya pada arah ekstensi dan memelihara elastisitas jaringan pada sisi
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
anterior. Hal ini dimungkinkan karena pada latihan ini terdapat regangan di
akhir gerakan pada jaringan-jaringan sisi depan sendi bahu.
Latihan ini hendaknya dilakukan secara perlahan karena sering
ditemukan adanya kelemahan dan penurunan tonus otot yang signifikan
sehingga banyak terjadi subluksasi sendi.
c. Abduksi Bahu (Shoulder Joint)
Gambar 3. Gerakan pasif abduksi bahu
Latihan :
11. Posisi insan stroke tidur terlentang, dengan siku semi fleksi.
12. Pegangan fisioterapis pada pergelangan tangan dan lengan atas (sedikit
diatas siku).
13. Lakukan gerakan abduksi
14. Awali gerakan dengan posisi prpnasi pada lengan bawah, kemudian
pada 900 abduksi lakukan otasi kearah supinasi lengan bawah insan
stroke.
15. Berikan instruksi untuk tetap rileks
16. Rasakan endfeel di akhir gerakan
17. Lakukan pengulangan sebanyak 7 kali atau sesuai toleransi.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Latihan ini ditujukan untuk memelihara jarak gerak sendi bahu
khususnya kearah abduksi. Selain itu, latihan ini akan mengurangi adanya
komplikasi berupa kontraktur jaringan pada sendi bahu.
Hindari adanya gerakan kompensasi pada bahu, sehingga jarak
gerak sendi pada latihan dapat dicapai dengan lebih baik. Adanya
kompensasi gerak, merupakan indikator adanya masalah pada jaringan lunak
ataupun jaringan keras disekitar bahu yang perlu dilakukan pemeriksaan
lebih spesifik.
Abduksi dan Adduksi Horizontal Bahu (Shoulder Joint)
Gambar 4. Gerakan pasif abduksi dan adduksi horizontal
- Posisi insan stroke tidur terlentang dengan bahu membentuk 900 abduksi
dan siku ekstensi penuh dengan lengan bawah dalam posisi supinasi.
- Posisikan insan stroke dalam keadaan rileks.
- Pegangan fisioterapis pada pergelangan tangan dan juga pada sendi siku.
- Berikan gerakan kearah dalam (adduksi) dan kearah luar (abduksi) pada
sendi bahu.
- Berikan instruksi agar insan stroke tetap rileks
- Rasakan endfeel di akhir gerakan.
- Hindari adanya nyeri saat gerakan dilakukan.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
- Lakukan pengulangan minimal 7 kali.
- Latihan ini sangat bermanfaat bagi terpeliharanya jarak gerak sendi,
khususnya pada gerakan horizontal. Pemberian PROM akan menjaga
elastisitas jaringan sisi anterioir dan posteriaor serta memelihara sistem
sirkulasi lokak pada jaringan sehingga dapat menghindari adanya
pembengkakan pada ekstremitas atas.
d. Internal dan Eksternal Rotasi Bahu (Shoulder Joint).
Gambar 5. Gerakan Pasif Eksternal dan Internal Rotasi
- Persiapkan posisi insan stroke dengan menghindari adanya hambatan
gerak oleh faktor tempat tidur atau benda lainnya.
- Posisi insan stroke tidur terlentang dengan bahu membentuk 900 abduksi
dan siku 900 fleksi.
- Pegangan fisioterapis pada pergelangan tangan dan juga pada sendi
siku sebagai stabilisasi gerak.
- Berikan gerakan kearah ekternal (a) dan internal (b) pada sendi bahu.
- Berikan instruksi untuk tetap rileks, rasakan endfeel di akhir gerakan.
- Perhatikan jarak gerak sendi yang dibentuk apakah dalam jarak yang
normal atau terbatas.
- Lakukan pengulangan minimal 7 kali.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Pada aplikasi gerakan ini hindari adanya nyeri gerak. Umumnya pada
insan stroke komplikasi akibat kurang gerak adalah adanya kekakuan sendi.
Pada sendi bahu maka gerakan ekternal rotasi adalah salah satu gerakan
yang sering mengalami limitasi gerak. Jika terdapat gangguan limitasi gerak
akibat adanya masalah pada persendian, maka pendekatan intervensinya
akan berbeda.
e. Fleksi dan ekstensi siku (Elbow Joint)
Gambar 6. Gerakan pasif fleksi-ekstensi siku
- Posisi insan stroke tidur terlentang.
- Posisi tangan insan stroke supinasi.
- Tangan fisioterapis berada pada pergelangan tangan dan sendi siku.
- Lakukan gerakan fleksi dan ekstensi pada sendi siku.
- Berikan Intruksi agar insan stroke tetap rileks.
- Pastikan gerakan yang diberikan berada pada midline yang benar.
- Rasakan endfeel pada akhir gerakan.
- Perhatikan jarak gerak sendi yang dibentuk apakah dalam jarak yang
normal atau terbatas.
Latihan gerak ini sangat penting, karena gerakan ini pada aktivitas
fungsional ektremitas atas memiliki peran yang dominan. Adanya gangguan
gerak pada siku akan berdampak terhadap banyaknya masalah aktivitas
fungsional yang terganggu.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Dalam aplikasinya gerakan fleksi dan ekstensi siku dapat dilakukan
dalam beberapa posisi lengan antara lain dengan mid posisi atau dengan
posisi supinasi pada lengan bawah.
f. Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan (Wrist Joint)
Gambar 7. Gerakan pasif pada fleksi-eksensi ulnar dan radial deviasi pada
wrist joint
- Posisi insan stroke tidur terlentang dengan fleksi siku 900
- Tangan fisioterapis diletakkan pada pangkal pergelangan dan pada
telapak tangan.
- Berikan gerakan kearah luar (ekstensi) dan kearah dalam (fleksi).
- Pada saat gerakan fleksi wrist dilakukan maka sebaiknya jari-jari
dalam kondisi lurus (ekstensi), sedangkan saat dilekukan gerakan
ekstensi wrist, maka sebaiknya jari-jari menggenggam.
- Berikan instruksi untuk tetap rileks.
- Tambahkan gerakan dengan peregangan pada punggung tangan untuk
membentuk arkus telapak tangan.
- Rasakan endfeel di akhir gerakan.
Latihan dengan gerakan tersebut sangat penting oleh karena banyaknya
problematik yang ditemukan pada tangan dan jari-jari insan stroke. Umumnya
latihan yang dilakukan secara mandiri oleh insan stroke mengakibatkan
terjadinya hipermobilitas pada sendi metacapophalangeal sehingga stabilitas
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
pada jari-jari menurun yang akhirnya mempersulit terbentuknya gerakan pada
jari-jari. Untuk itu sangat dibutuhkan edukasi bagi insan stroke.
g. Elevasi-Depresi dan Protraksi-Retraksi Bahu (Shoulder Joint).
Gambar 8. Gerakan pasif elevasi-depresidan protaksi retraksi bahu
Latihan
- Posisi insan stroke tidur tengkurap (pronelying).
- Tangan fisioterapis diletakkan pada area bahu dan lengan bawah insan
stroke.
- Berikan gerakan kearah atas (elevasi) dan kearah bawah (Depresi),
kedepan (protraksi) dan kebelakang (Retraksi) pada sendi bahu.
- Berikan instruksi untuk tetap rileks
- Rasakan endfeel di akhir gerakan.
- Lakukan pengulangan minimal 7 kali.
Latihan dengan gerakan ini perlu dilakukan untuk mengidentifikasi
apakah terdapat limitasi gerak pada sendi bahu. Limitasi gerak pada sendi
bahu akan menurunkan kemampuan stabilitas pada bahu yang berdampak
terhadap sulitnya melakukan gerakan fungsional pada lengan dan tangan
dengan pola yang benar. Jika stabilitas gerak pada bahu menurun, maka
aktivitas gerak pada lengan akan menimbulkan adanya gerak kompensasi.
Kompensasi gerak merupakan bentuk gerakan yang terjadi akibat
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
ketidak sesuaian atau kurangnya stabilitas gerak. Kompensasi gerak adalah
bentuk gerak yang tidak efisien dan memerlukan energi lebih besar
dibandingkan pada pola gerak normal. Sering terjadi adalah berupa gerakan
fleksi (menekuk) pada siku saat melakukan aktifitas berjalan.
3. Latihan Pada Anggota Gerak Bawah (Lower Extremity)
a. fleksi-ekstensi panggul (hip) dan lutut (knee)
Latihan
- Posisi insan stroke tidur terlentang
- Posisi tangan fisioterapis pada tumit serta sisi bawah dan tepi luar lutut
insan stroke.
- Lakukan gerakan ke atas-depan sehingga membentuk gerakan fleksi hip
dan fleksi knee.
- Berikan instruksi untuk tetap rileks.
- Lakukan gerakan kembali pada posisi awal
- Rasakan endfeel di akhir gerakan.
- Lakukan pengulangan minimal 7 kali.
Gerakan-gerakan yang dijelaskan sebelumnya dapat diberikan pada
insan stroke oleh keluarga atau petugas perawatan agar dapat membantu
mencegah munculnya komplikasi akibat kurang gerak.
Aktivitas ini akan sangat membantu proses pemulihan insan stroke dan
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
merupakan bentuk latihan persiapan untuk mendapatkan metode latihan
khusus yang bersifat relearning atau reeducation.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
FISIOTERAPI PADA KASUS PARKINSON
3.1 Definisi
Parkinson’s Disease (Penyakit Parkinson) merupakan suatu penyakit
karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya
pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/neostriatum (striatal
dopamine deficiency).
Parkinson’s Disease adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang
berkaitan erat dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya
degenerasi dari neuron dopaminergik substansia nigra pars kompakta, ditambah
dengan adanya inklusi intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut dengan
Lewy Bodies. Neurodegeneratif pada parkinson juga terjadi pada daerah otak lain
termasuk lokus ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis Meynert, hipotalamus,
korteks cerebri, motor nukelus dari saraf kranial, serta sistem saraf otonom.
3.2 Gejala Klinis
1. Gejala Motorik
a. Tremor/bergetar
b. Rigiditas/kekakuan
c. Akinesia/Bradikinesia
d. Tiba-tiba berhenti atau ragu-ragu untuk melangkah
e. Langkah dan Gaya berjalan (sikap Parkinson)
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
(1) tubuh condong ke depan, (2) bahu abduksi, (3) siku fleksi 90˚, (4)
pergelangan tangan ekstensi, (5) Hip dan lutut semifleksi.
f. Bicara Monoton
g. Gangguan Behavioral
h. Gejala Lain (Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan
diatas pangkal hidungnya (tanda Myerson positif).)
2. Gejala non motorik
a. Disfungsi otonom
✓ Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan hipotensi ortostatik.
✓ Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
✓ Pengeluaran urin yang banyak
✓ Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya
hasrat seksual, perilaku, dan orgasme.
b. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e. Gangguan sensasi, seperti :
- kepekaan kontras visual lemah, pemikiran mengenai ruang,
pembedaan warna.
- penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh
hypotension ortostatik, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas
perubahan posisi badan - berkurangnya atau hilangnya kepekaan
indra perasa bau (microsmia atau anosmia).
Hal yang termasuk dalam pemeriksaan koordinasi:
- Lenggang
- Bicara : berbicara spontan, pemahaman, mengulang, menamai
- Menulis : mikrografia
- Percobaan apraksia : ketidakmampuan dalam melakukan tindakan
yang terampil: mengancing baju, menyisir rambut, dan mengikat tali
sepatu
- Mimik wajah
- Tes telunjuk : pasien merentangkan kedua lengannya ke samping
sambil menutup mata. Lalu mempertemukan jari-jarinya di tengah ba-
dan
- Tes telunjuk-hidung : pasien menunjuk telunjuk pemeriksa, lalu
menunjuk hidungnya
- Disdiadokokinesia : kemampuan melakukan gerakan yang bergantian
secara cepat dan teratur
- Tes tumit-lutut : pasien berbaring dan kedua tungkai diluruskan, lalu
pasien menempatkan tumit pada lutut kaki yang lain.
4. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis, dapat melihat dari derajat berdasarkan
kriteria Hoehn and Yahr (1967), yaitu:
Stadium 1 : Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan,
terdapat gejala yang mengganggu tetapi belum menimbulkan
kecacatan, biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak.
Stadium 2 : Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal,
sikap/cara berjalan terganggu
Stadium 3 : Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu
saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
Stadium 4 : Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk
jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
sendiri, tremor dapat berkurang dibandingkan stadium
sebelumnya
Stadium 5 : Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak
mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu.
Kriteria Hughes (1992) :
Possible : didapatkan 1 dari gejala-gejala utama
Probable : didapatkan 2 dari gejala-gejala utama
Definite : didapatkan 3 dari gejala-gejala utama
5. Pemeriksaan penunjang
- EEG
Biasanya terjadi perlambatan yang progresif
- CT Scan kepala
Biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulkus-sulkus melebar
6. Fisioterapi
Peranan rehabilitasi medik pada penyakit Parkinson adalah :
- Mencegah kontraktur oleh karena rigiditas, dengan gerakan pasif
perlahan namun full ROM.
- Meningkatkan nilai otot secara general dengan fasilitasi gerak yang
dimulai dari sendi proximal, misalnya dengan menggunakan PNF,
NDT atau konvensional.
- Meningkatkan fungsi koordinasi.
- Meningkatkan transfer dan ambulasi disertai dengan latihan
keseimbangan.
1. Terapi Fisik
▪ Terapi Range of Motion (ROM), penguatan, mobilisasi dan tekhnik
kompesatori.
▪ Neurodevelopmental Treatment (NDT) Bobath-Training
▪ Stimulasi dari saraf, otot, reseptor sensorik untuk menghasilkan
respon melalui rangsangan manual untuk meningkatkan kemudahan
pergerakan dan meningkatkan fungsi otot.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
▪ Mekanise neuromuskular yang normal memberi kemampuan untuk
melakukan aktifitas motorik yang luas dengan struktur anatomis yang
terbatas. Hal ini terintegrasi dan efisien tanpa mempengaruhi aksi
motorik, aktifitas reflex dan reaksi lainnya.
▪ Mekanisme neuromuskular yang tidak lengkap tidak cukup memenuhi
untuk hidup sehari-hari karena kelemahan, ikoordinasi, spasme otot
atau spastisitas.
▪ Keperluan khusus diberikan oleh terapis fisik dan terapis okupasional
memfasilitasi efek dari mekanisme neuromuskular dan
mengembalikan keterbatasan pasien.
▪ Pola pergerakan-massa digunakan sesuai dengan aksioma Beevor
(bahwa otak tidak tahu tentang aksi dari otok tertentu tapi tahu tentang
pergerakannya)
▪ Brunnstrom: Fasilitasi sentral menggunakan pemulihan Twitchell
dimana meningkatkan sinergi tertentu melalui stimulus proprioseptif
pada kulit.
Dengan menambahkan breating retraining (BRT) dan inspiratory
mucle training (IMT) pada program rehabilitasi pasien Parkinson’s Disease
menghasilkan perbaikan fungsi otot pernafasan, kapasitas latihan, dan
kualitas hidup menurut Sutbeyaz dkk. Pada studi ini pasien diberikan BRT
dan IMT selama setengah jam sehari, 6 kali seminggu.
2. Terapi Sinar Infra Red
Sinar infra red merupakan suatu gelombang yang mempunyai
pancaran gelombang yang mempunyai elektromagnetik dengan panjang
gelombang 7.700 – 4.000.000 Amstrong. Sinar infra red ini selain berasal
dari matahari, dapat pula diperoleh dengan cara buatan dari bantalan listrik,
lampu luminous infra red gelombang panjang dan pendek. Berdasarkan
panjang gelombangnya infra red dapat dibedakan sebagai berikut:
❖ Gelombang Panjang
Gelombang panjang ini diatas 12.000 A sampai dengan 150.000 A.
Penetrasi sinar ini hanya sampai pada lapisan superficial epidermis,
yaitu sekitar 0,5 mm.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
❖ Gelombang Pendek
Panjang gelombang ini antara 7.700 A sampai dengan 12.000 A. Daya
penetrasi ini lebih dalam dari gelombang panjang, yaitu sampai jaringan
subcutan darah kapiler, pembuluh lymph, ujung-ujung saraf dan
jaringan lain dibawah kulit.
Berdasarkan tipe sinar infra red dapat dibedakan sebagai berikut:
▪ Tipe A: panjang gelombang 780 – 15000 mm, penetrasi dalam
▪ Tipe B: panjang gelombang 1500 – 3000 mm, penetrasi dangkal
▪ Tipe C: panjang gelombang 3000 – 10.000 mm, penetrasi dangkal
❖ Efek Fisiologis
Pengaruh sinar infra red jika sinar infra red diabsorbsi oleh
kulit, maka panas akan timbul pada tempat sinar tadi diabsorbsi.
Dengan adanya panas ini temperature naik dan pengaruh-pengaruh
lain akan terjadi antara lain adalah:
✓ Meningkatkan proses metabolisme
✓ Vasodilatasi pembuluh darah
✓ Pigmentasi
✓ Pengaruh terhadap jaringan otot
✓ Menaikkan temperatur tubuh
✓ Mengaktifkan kerja kelenjar keringat
❖ Efek Terapeutik
✓ Relaksasi otot
✓ Meningkatkan suplai darah
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
3. Latihan Keseimbangan dan Koordinasi
➢ Latihan keseimbangan
a. Posisi duduk
Pasien duduk di tempat tidur, terapis di belakang pasien dengan
memegang salah satu tangan pasien dan tangan yang lain memfiksasi pada
bahu yang kontralateral. Lalu terapis menarik tangan pasien secara
perlahan ke arah samping secara perlahan dan pasien di minta untuk
mempertahankan keseimbangan agar tidak jatuh ke samping. Setelah itu
dilakukan pada tangan yang lain dengan prosedur yang sama.
b. Posisi berdiri
Pasien berdiri dengan tumpuan 10 cm, terapis memfiksasi pada pevis
pasien, lalu terapis menggerakkan ke depan, belakang, samping kanan
dan samping kiri dan pasien diminta agar menjaga keseimbangan agar
tidak jatuh.
➢ Latihan koordinasi
Dilakukan pada posisi berdiri maupun duduk untuk gerak jari ke hidung,
jari pasien ke jari terapis, jari ke jari tangan pasien, gerak oposisi jari
tangan dan gerakan lain yang ada pada pemeriksaan koordinasi non-
ekuilibrium. Pasien duduk atau berdiri dengan kedua lengan ke depan
(fleksi sendi bahu 90ᵒ) sehingga ke dua jari telunjuk pasien dan terapis
saling bersentuhan, lalu pasien di minta mempertahankannya setelah itu
pasien di minta mengikuti gerakan tangan terapis, usahakan jari telunjuk
masih saling bersentuhan selama pergerakan tangan terapis.
➢ Frenkel’s exercise
Merupakan suatu bentuk latihan gerak untuk perbaikan koordinasi
dengan menggunakan indra yang lain (visual, pendengaran, reseptor).
Program ini terdiri seri latihan yang sudah terencana yang didesain untuk
membantu mengkompensasi ketidak mampuan dari lengan dan tungkai
untuk melakukan gerakan yang terkoordinasi, yaitu ketidak mampuan
untuk meletakkan posisi dan mengatakan dimana posisi lengan dan
tungkai jika bergerak tanpa pasien melihat gerakan.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Dasar fisiologi Frenkel’s exercise sebagai berikut :
a. Perbaikan koordinasi melalui indra yang lain
b. Belajar kembali tentang fungsi dan pola fungsional yang hilang
Prinsip latihan antara lain sebagai berikut :
a. Tujuan latihan untuk melatih koordinasi bukan untuk tujuan
penguatan otot.
b. Selama latihan harus diberikan instruksi dan aba-aba, suara yang
lembut, dan selama latihan harus dihitung.
c. Pasien diposisikan sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah
melihat gerakan yang dilakukan.
d. Untuk menghindari kelelahan setiap gerakan dilakukan tidak boleh
lebih dari empat kali dan diselingi istirahat diantara setiap
gerakan.
e. Latihan dilakukan dalam ROM yang normal untuk menghindari
over-streching dari otot.
f. Latihan dimulai dari gerakan yang sederhana kemudian
ditingkatkan pada pola gerakan yang lebih sulit.
Gerakan dalam Frenkel’s exercise antara lain :
a. Fine motor, Gerakan halus yang memerlukan keterampilan dan
koordinasi visual yang prima serta melibatkan extremitas superior
b. Gross motor, gerakan kasar yang melibatkan aktivitas tungkai atau
axtremitas inferior.
4. Edukasi dan Home Program
Edukasi dan home program prinsipnya adalah tindakan yang dapat
dilakukan oleh keluarga dan penderita untuk menunjang pemulihan
kemampuan gerak dan fungsi. Dengan melakukan program rumah ini akan
sangat membantu proses perkembangan motorik. Namun demikian,
program latihan di rumah hendaknya dilakukan dengan benar agar proses
pembelajaran motorik yang diberikan oleh fisioterapis tidak berlawanan
dengan yang dilakukan di rumah.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
a. Mengatur Posisi di Tempat Tidur
Umumnya penderita Parkinson’s Disease akan mengalami imobilisasi
atau kurang gerak karena menurunnya kemampuan fungsional.
Dengan kondisi tersebut, makan beberapa komplikasi mungkin terjadi
seperti pembentukan bekuan darah, dekubitus, pneumonia, kontraktur
otot, keterbatasan sendi, dan lain lain.
b. Pijatan pada Lengan
Pijatan yang diberikan pada penderita Parkinson’s Disease bertujuan
untuk meningkatkan sirkulasi darah local pada area yang diberikan
pijatan. Pada area lengan maka arah pijatan dari distal ke area
proksimal.
c. Latihan Mandiri (self exercise)
Pada dasarnya penderita Parkinson’s Disease juga dapat melakukan
latihan mandiri, hal ini ditujukan untuk membantu proses
pembelajaran motorik. Setiap gerakan yang dilakukan hendaknya
secara perlahan dan berkelanjutan dan anggota gerak yang mengalami
gangguan ikut aktif melakukan gerakan seoptimal mungkin.
d. Latihan Fungsional Tangan
Salah satu ciri khas dari Parkinson’s Disease adalah tangan tremor
jika sedang beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan
sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting
tremor, yang hilang juga sewaktu tidur. Fungsi tangan begitu penting
dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan merupakan bagian yang
paling aktif.
Latihan fungsional tangan dapat berupa:
✓ Membuka tangan.
✓ Menutup jari-jari untuk menggenggam objek.
✓ Menggeser engsel kunci pintu atau lemari.
✓ Membuka menutup kran air
✓ Membuka dan mengancingkan baju, dll
e. Latihan pada Wajah dan Mulut
Salah satu mesalah yang sering muncul pada penderita Parkinson’s
Disease adalah menurunnya kemampuan bicara dan ekspresi wajah.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Latihan pada wajah dan mulut antara lain, latihan tersenyum,
memembentuk bibir menjadi huruf “O” dan lain lain.
DIAGNOSIS FISIOTERAPI
Impairment :
▪ Adanya tremor pada kedua lengan saat istirahat
▪ Kekuatan otot menurun
▪ Bradikinesia (pergerakan terganggu)
▪ Adanya spasme otot pada lengan kanan atas (m.bicep)
▪ Masked face (ekspresi wajah datar )
Functional Limitations :
▪ Sulit menulis karena adanya kekakuan pada lengan
▪ Mudah terjatuh saat berjalan
▪ Langkah kaki menjadi kecil-kecil saat berjalan
▪ Pergerakan anggota tubuh menjadi lambat
Disability :sejak sakit pasein sudah tidak beraktivitas di luar rumah
seperti mengikuti kegiatan sosial di lingkungan tempat tinggalnya
PROGRAM/RENCANA FISIOTERAPI
TUJUAN
a. Jangka Pendek :
▪ mengurangi tremor
▪ memperbaiki keseimbangan dan koordinasi
▪ memperbaiki ekspresi wajah
▪ menaikan kekuatan otot yang menurun
▪ menghilangkan spasme
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
b. Jangka Panjang : Meningkatkan Aktivitas fungsional dan kemandirian
1. Tindakan Fisioterapi
1. Infra red
2. Terapi Latihan
3. Latihan ekspresi wajah
4. Latihan jalan
5. Latihan koordinasi
6. Edukasi: minta pasien untuk menerapkan atau melakukan
latihan yang telah di ajarkan. Latihan koordinasi dan Latihan
ekspresi wajah
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
FISIOTERAPI PADA KASUS VERTIGO
4.1 Definisi Vertigo
Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar,
atau seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang
biasanya disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa
berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam
bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring diam, tetapi
vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali (Israr,
2008).
4.2 Klinis vertigo perifer dan sentral
Perifer Sentral
Bangkitan vertigo Mendadak Lambat
Derajat vertigo Berat Ringan
Pengaruh gerakan
kepala + –
Gejala otonom ++ –
Gangguan pen-
dengaran + –
Ciri-ciri Vertigo perifer Vertigo sentral
Lesi Sistem vestibuler (telinga dalam,
saraf perifer)
Sistem vertebrobasiler
dan gangguan vaskular
(otak, batang otak, sere-
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
belum)
Penyebab
Vertigo posisional paroksismal
jinak (BPPV), penyakit maniere,
neuronitis vestibuler, labirintis,
neuroma akustik, trauma
iskemik batang otak, ver-
tebrobasiler insufisiensi,
neoplasma, migren basil-
er
Gejala gangguan
SSP Tidak ada
Diantaranya :diplopia,
parestesi, gangguan sen-
sibilitas dan fungsi mo-
torik, disartria, gangguan
serebelar
Masa laten 3-40 detik Tidak ada
Habituasi Ya Tidak
4.3 MANAJEMEN FISIOTERAPI
1. Diagnosis Fisioterapi
Adapun diagnosis fisioterapi yang dapat ditegakkan dari hasil proses
pengukuran dan pemeriksaan tersebut, yaitu : “Gangguan gerak dan fungsi.
2. Problem, Planning, dan Program Fisioterapi
Adapun problem dan planning yang dapat diuraikan berdasarkan hasil
proses pengukuran dan pemeriksaan tersebut, yaitu:
Problem Fisioterapi
a. Problem Primer
1. Gangguan keseimbangan
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
2. Gangguan stabilitas penglihatan
b. Problem Sekunder
Gangguan kecemasan.
c. Problem Kompleks
Gangguan activity daily living (ADL), yaitu shalat dan ambulance (tidur
ke duduk dan duduk ke berdir)
Planning Fisioterapi
a. Tujuan Jangka Pendek
1) Mengurangi kecemasan pasien.
2) Mengatasi gangguan keseimbangan dan gangguan stabilitas
penglihatan.
b. Tujuan Jangka Panjang
1) Mengembalikan kemampuan activity daily living,
yaitu shalatdan ambulance (tidur ke duduk dan
duduk ke berdiri).
Program Fisioterapi
Tabel 3.4. Program Intervensi Fisioterapi
No. Problem FT Modalitas FT Dosis FT
1. Kecemasan Komunikasi
Terapeutik
F: 1x/terapi
I: Pasien fokus
T: Motivasi, Edukasi
T: 3-5 menit
2. Gangguan keseimbangan Exercise Therapy F: 1x/terapi
I: 15 detik, 4x repetisi
T: Cawthorne
Cooksey,Semont Liberato-
ry, Brand Darrof Exercise,
Manufer Eplay, Manufer
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Semont, Manufer Foster.
T: 10 menit
No. Problem FT Modalitas FT Dosis FT
3. GAngguan stabilitas
penglihatan
Exercise Therapy F: 1x/terapi
I: 7 menit/1x repetisi
T: Gaze Stabilition Exer-
cise
T: 7 menit
4. Gangguan ADL Exercise Therapy F: 1x/terapi
I:5 menit
T: gerakan shalat dan am-
bulance tidur keduduk dan
duduk keberdiri
T: 5 menit
Home Program dan Evaluasi Fisioterapi
Adapun home program dan hasil evaluasi terhadap program fisioterapi yang
telah diberikan kepada pasien tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pasien disarankan untuk tidak menggunakan bantal yang terlalu
tinggi saat tidur.
b. Pasien disarankan dan diajarkan untuk melakukan latihan-latihan
sebatas kemampuannya (pain free) berupa senam vertigo. Adapun
latihan-latihan yang diberikan, yaitu
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
1)
F: 2 x sehari
I: 8xhitungan,
3xrepitisi, 2 set
T:Neck
Flexion-
Extension
T: 2 menit
2)
F: 2 x sehari
I: 8xhitungan,
3xrepitisi, 2 set
T:Neck
Rotation
T: 2 menit
3)
F: 2 x sehari
I: 8xhitungan,
3xrepitisi, 2 set
T:Head Tilt
T: 2 menit
4)
F: 2 x sehari
I: 8xhitungan,
3xrepitisi, 2 set
T:Neck
Retraction
Exercise
T: 2 menit
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
5)
F: 2 x sehari
I: 8xhitungan,
3xrepitisi, 2 set
T:Side Bending
Exercise
T: 2 menit
6)
F: 2 x sehari
I: 8xhitungan,
3xrepitisi, 2 set
T:Neck
Flexion-
Extension
Resistance
T: 2 menit
7)
F: 2 x sehari
I: 8xhitungan,
3xrepitisi, 2 set
T:Neck
Stretching
(right-left side)
T: 2 menit
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
FISIOTERAPI PADA KASUS SPINAL CORD INJURY
5.1 Defenisi
Spinal cord injury adalah suatu kerusakan pada medulla spinalis akibat
trauma atau non trauma yang akan menimbulkan gangguan pada sistem motorik,
sistem sensorik dan vegetatif. Kelainan motorik yang timbul berupa kelumpuhan
atau gangguan gerak dan fungsi otot-otot, gangguan sensorik berupa hilangnya
sensasi pada area tertentu sesuai dengan area yang dipersyarafi oleh level vertebra
yang terkena, serta gangguan sistem vegetatif berupa gangguan pada fungsi
bladder, bowel dan juga adanya gangguan fungsi sexual.
5.2 Intervensi Fisioterapi
Berdasarkan problema, kita dapat menentukan intervensi fisioterapi yang
diperlukan dan sesuai dengan kebutuhan pasien atau keluhan pasien agar tujuan
akhir dari intervensi dapat tercapai. Intervensi fisioterapi terutama ditujukan untuk
mengurangi atau mencegah masalah-masalah yang belum ada namun berpotensi
untuk terjadi pada penderita tersebut. Selain itu intervensi juga ditujukan untuk
meningkatkan kemandirian penderita. Adapun berbagai intervensi fisioterapi yang
dapat dilakukan antara lain :
a) Fisioterapi pada fase akut / spinal shock
1. Posisioning
• Berbaring telentang
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
• Miring ke sisi yang sehat
• Miring ke sisi yang lumpuh
Bila pasien hanya mampu bergerak dengan bantuan orang lain, fisioterapis
adalah salah satu anggota tim yang berperan dalam membantu gerakan pasien
selain perawat. Fisioterapis memegang peranan penting dalam mengatur posisi
anggota gerak untuk mencegah deformitas dan untuk mengobservasi area yang
terkena tekanan untuk melihat adanya tanda – tanda timbulnya kelainan, seperti
decubitus
2. Latihan gerak pasif.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Latihan gerak pasif harus dilakukan pada semua sendi pada anggota gerak
bawah pada penderita paraplegi, dan juga mencakup latihan pada sendi-sendi
anggota gerak atas pada penderita tetraplegi. Pada lesi di lumbal yang harus
diperhatikan adalah saat menggerakkan hip jangan sampai spine juga ikut
bergerak. Perhatian yang sama juga dilakukan saat menggerakkan upper
ekstremity bila lesi terdapat pada cervical.
3. Chest terapi
Pada paraplegi tidak memerlukan penanganan chest terapi kecuali bila ada
kondisi pengakit paru kronik, tetapi fisioterapis harus memperhatikan adanya
tanda-tanda gangguan respirasi. Pasien dengan tetraplegi memerlukan chest terapi
karena adanya peralysis pada otot-otot intercostalis. Pasien kemungkinan
memakai trakheoostomi atau alat bantu nafas.
4. Exercise
a) Paraplegi : Latihan penguatan untuk anggota gerak atas dilakukan seawal
mungkin
b) Tetraplegi : Gerakan aktif pada anggota gerak atas dilakukan pada posisi
yang tidak mengganggu posisi cervical.
5. Interaksi pasien – fisioterapi
Salah satu aspek penting dalam melakukan treatment pada fase akut adalah
untuk membangun kepercayaan yang baik dengan pasien. Hal ini dapat menjadi
sulit, tergantung pada reaksi pasien terhadap kondisi penyakitnya. Fisioterapis
harus mengerti kondisi pasien dan mengerahkan selurh kemampuannya untuk
membangun kooperatif dan motivasi pasien.
b) Fisioterapi pada fase pemulihan
Saat pertama kali diberikan weight bearing pada spine fisioterapis secara
intensif harus diberikan untuk membangun kemandirian yang maximum.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
1) Paraplegia
a. Sitting balance
Walau terjadi gangguan sensasi pada bagian bawah tubuh, namun sitting
balance bisa dicapai. Pasien dapat belajar untuk menggunakan sensasi
pada bagian atas tubuh dan menggunakan pandangan dengan lebih
intensif. Ada banyak metode yang dapat digunakan dalam melatih balance.
b. Mobilisasi dengan kusi roda
Kursi roda yang digunakan bisa berupa kursi roda manual ataupun kursi
roda elektrik. Penggunaan kursi roda ini sangat penting bagi pasien untuk
dapat bergerak dan membangun kemandirian. Pasien dengan kursi roda
manual dapat berlatih untuk mengoperasikan kursi rodanya pada jalan
yang menanjak atau menurun serta pada jalan yang ada tangganya.
c. Transfer
Pada saat awal pasien dapat diajarkan untuk miring kanan dan miring kiri
dan duduk di atas tempat tidur. Lalu dapat dilanjutkan untuk berpindah (
transfer ) dari tempat tidur ke kursi roda dan sebaliknya. Saat pasien sudah
dapat melakukan hal tersebut dengan rasa aman, pasien dapat berpindah
dari kursi roda ke toilet ataupun ke dalam mobil.
d. Perawatan diri
Perawatan diri harus dimulai saat awal terapi. Pasien harus diajarkan untuk
mengurangi tekanan-tekanan pada bagian tubunya (dudukannya) setiap 10
– 15 menit, sehingga selanjutnya hal tersbut dapat menjadi suatu reaksi
yang otomatis. Pasien juga harus diajarkan cara mengobservasi daerah
yang tertekan, atau bila areanya tidak dapat terlihat oleh pasien, maka
harus ada orang lain yang dapat mengobservasinya.
Pasien diajarkan untuk melatih gerakan pasif sendiri dan melaporkan
kepada terapis bila ada gerakan yang sulit dilakukan. Pasien diajarkan
untuk melakukan beberapa kegiatan fungsional yang mungkin untuk
dilakukannya, seperti berpakaian dan mandi.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
e. Penguatan anggota gerak atas
Hal ini dapat dilakukan pada matras atau kursi roda. Untuk memulai
latihan fisioterapis dapat menggunakan tahanan secara manual.
Selanjutnya pasien dapat menggunakan paralatan dengan beban atau
dengan menggunakan beban berat badannya sendiri. Selain itu pasien
dapat melakukan olah raga untuk meningkatkan kekuatan otot ekstemitas
atas, seperti volley atau berenang.
f. Latihan berdiri dan berjalan
Seperti saat latihan duduk, pasien harus diajarkan untuk mengkompensasi
sensoris yang hilang pada tubuh bagian bawah. Untuk dapat berdiri dan
berjalan pasien akan membutuhkan beberapa orthosis atau dengan
menggunakan kruk, tergantung level lesi yang terkena dan kondisi pasien.
g. Kemandirian
Untuk seorang muda yang menderita paraplegia, kemungkinan besar ia
akan dapat hidup secara mandiri dan dapat kembali bekerja. Modifikasi
pekerjaan mungkin diperlukan apabila pekerjaannya yang lama tidak dapat
dilakukan dengan nyaman pada kondisinya saat ini. Hal yang penting
adalah bahwa persiapan untuk hidup mandiri harus dilakukan sejak awal
program terapi.
2) Tetraplegia
Walaupun beberapa tujuannya sama, pada kondisi tetraplegia akan
membutuhkan waktu yang lama dan akan lebih sulit untuk mencapainya.
Salah satu masalah yang timbul pada SCI yang lebih tinggi adalah adanya
hipotensi postural yang timbul akibat hilangnya kontrol vasomotor. Pasien
dapat diajarkan untuk beradaptasi dengan perubahan posisi, dan mereka
harus mengenali tanda-tanda bila ia akan pingsan.
Kursi roda yang akan digunakan memerlukan adaptasi, seperti sandaran
yang tinggi. Pada kondisi pasien dengan lesi pada cervical bawah, pasien
mampu untuk transfer, namun pada lesi cervical atas, akan memerlukan
bantuan untuk transfer.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Pada pasien dengan tetraplegi, tidak mudah untuk melakukan perawatan
diri, tapi pasien harus mampu mengetahui apa yang ia butuhkan dan tahu
kapan ia harus memerlukan bantuan dari orang lain. Derajat kemandirian
yang dapat dicapai oleh seorang dengan tetraplegi
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
FISIOTERAPI PADA KASUS CIDERA OTAK
A. Pengertian
Cidera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau
deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan kepala atau otak
(Borley & Grace, 2006).
Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya
trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek
sekunder dari trauma yang terjadi (pierce, 1995).
Cidera kepala merupakan trauma yang terjadi pada otak yang
disebabkan kekuatan atau tenaga dari luar yang menimbulkan berkurang
atau berubahnya kesedaran, kemampuan kognitf, kemampuan fisik,
perilaku, ataupun kemampuan emosi (Ignatavicius, 2009).
Jadi kesimpulannya cidera kepala adalah trauma yang mengenai otak
yang terjadi secara langsung atau tidak langsung atau efek sekunder yang
menyebabkan atau berpengaruh berubahnya fungsi neurologis, kesadaran,
kognitif, perilaku, dan emosi.
Menurut mansjoer (2000) cidera kepala tersebut dibedakan menjadi
ringan, sedang, berat. Adapun kriteria dari masing-masing tersebut adalah
1. Cidera kepala ringan (CKR)
Tanda-tandanya adalah: a). Skor glasgow coma scale 15 (sadar penuh,
atentif, dan orientatif); b). Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya
konkusi); c). Tidak adanya intoksikasi alkohol atau obat terlarang; d).
Pasien dapat mengeluh sakit dan pusing; e). Pasien dapat menderita
laserasi, abrasi, atau hematoma kulit kepala.
2. Cidera kepala sedang (CKS)
Tanda-tandanya adalah a). Skor glasgow coma scale 9-14 (konfusi,
letargi, atau stupor); b). Konkusi; c). Amnesia pasca trauma; d).
Muntah; e). Kejang
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
3. Cidera kepala berat (CKB)
Tanda-tandanya adalah a). Skor glasgow coma scale 3-8 (koma); b). Penurunan
derajat kesadaran secara progresif; c). Tanda neurologis fokal; d). Cidera kepala
penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium.
B. Anatomi Fisiologi
Otak merupakan salah satu organ yang teksturnya lembut dan
berada dalam kepala. Otak dilindungi oleh rambut, kulit, dan tulang.
Adapun pelindung otak yang lain adalah lapisan meningen, lapisan ini
yang membungkus semua bagian otak. , Lapisan ini terdiri dari
duramater, araknoid, piamater.
Tl. parietal
Tl. Oksipital
Gambar 1. Tengkorak (Sumber: Lutjen drecoll, 2001).
1. Tengkorak
Tengkorak merupakan kerangka kepala yang disusun menjadi dua bagian
kranium yang terdiri dari tulang oksipital, parietal, frontal, temporal, etmoid dan
kerangka wajah terdiri dari tulang hidung, palatum, lakrimal, zigotikum, vomer,
turbinatum, maksila, mandibula.
Rongga tengkorak mempunyai permukaan atas yang dikenal sebagai kubah
tengkorak, yang licin pada permukaan luar dan pada permukaan dalam ditandai
dengan gili-gili dan lekukan supaya dapat sesuai dengan otak dan pembuluh darah.
Tl. frontal
Tl. Nasal
Tl. Lakrimal
Tl. Etmoidal
Tl. Palatum
Tl. zygomatikum
Tl. Maksila Tl. Mandibula
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Permukaan bawah rongga dikenal dengan dasar tengkorak permukaan ini
dilalui banyak lubang supaya dapat dilalui serabut saraf dan pembuluh darah (Pearce,
2009).
1. Meningen
Gambar 2. Lapisan otak (Sumber: Lutjen drecoll, 2001)
Pelindung lain yang melapisi otak adalah meningen, ada tiga lapisan meningen
yaitu duramater, araknoid, dan piamater, masing-masing memiliki struktur dan
fungsi yang berbeda
a) Duramater
Duramater adalah membran luar yang liat semi elastis. Duramater melekat erat
dengan pemukaan dalam tengkorak. Duramater memiliki suplai darah yang kaya.
Bagian tengah dan posterior disuplai oleh arteria meningea media yang bercabang dari
arteria karotis dan menyuplai fosa anterior. Duramater berfungsi untuk melindungi otak,
menutupi sinus-sinus vena dan membentuk poriosteum tabula interna.
Diantara duramater dan araknoid terdapat ruang yang disebut subdural yang
merupakan ruang potensial terjadi perdarahan, pada perdarahan diruang subdural dapat
menyebar bebas , dan hanya terbatas oleh sawar falks serebri dan tentorium. Vena yang
melewati otak yang melewati ruang ini hanya mempunyai sedikit jaringan penyokong
oleh karena mudah terjadi cidera dan robek yang menendakan adanya trauma kepala.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
b) Araknoid
Araknoid terletak tepat dibawah duramater, lapisan ini merupakan lapisan
avaskuler, mendapat nutrisi dari cairan cerbrospinal, diantara araknoid dan piamater
terdapat ruang subaraknoid. Ruangan ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu,
dan memungkinkan sirkulasi cairan serebrospinal. Araknoid membentuk tonjolan vilus.
c) Piamater
Piamater adalah suatu membran halus yang sangat kaya akan pembuluh darah
halus, piamater merupakan satu-satunya lapisan meningen yang masuk ke dalam suklus
dan membungkus semua girus(kedua lapisan yang hanya menjembatani suklus).
Pada beberapa fisura dan suklus di sisi hemisfer, piamater membentuk sawar
antara ventrikel dan suklus atau fisura. Sawar ini merupakan struktur penyokong dari
pleksus koroideus pada setiap ventrikel (price, 1995).
2. Otak
Menurut Pearce (2009) Otak merupakan organ tubuh yang paling penting karena
merupakan pusat dari semua organ tubuh, otak terletak didalam rongga tengkorak
(kranium) dan dibungkus oleh selaput otak (meningen) yang kuat.
Lobus perietali
Lobus
frontalis
Lobus
oksipitalis
Lobus
temporalis
Batang otak
cerebellum
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
a) Cerebrum
Cerebrum atau otak besar merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak,
berbentuk telur terbagi menjadi dua hemisperium yaitu kanan dan kiri dan tiap
hemisperium dibagi menajdi empat lobus yaitu lobus frontalis, parietalis, temporalis dan
oksipitalis. Dan bagian tersebut mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak.
1) Lobus frontalis
Lobus frontalis pada bagian korteks cerebri dari bagian depan suklus sentralis
dan di dasar suklus lateralis. Pada bagian ini memiliki area motorik dan
pramotorik. Lobus frontalis bertanggung jawab untuk perilaku bertujuan,
penentuan keputusan moral, dan pemikiran yang kompleks. Lobus frontalis
memodifikasi dorongan emosional yang dihasilkan oleh sistem limbik dan reflek
vegetatif dari batang otak.
2) Lobus parietalis
Lobus Parietalis adalah bagian korteks yang gterletak di belakang suklus
sentralis, diatas fisura lateralis dan meluas belakang ke fisura parieto-oksipitalis.
Lobus ini merupakan area sensorik primer otak untuk sensasi raba dan
pendengaran.
3) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis teletak disebelah posterior dari lobus parietalis dan diatas fisura
parieto-oksipitalis, yang memisahkan dari serebelum. Lobus ini merupakan pusat
asosiasi visual utama yang diterima dari retina mata
4) Lobus Temporalis
Lobus Temporalis mencakup bagian korteks serebrum. Lobus temporalis
merupakan asosiasi primer untuk audiotorik dan bau.
a) Cerebelum
Cerebelum atau otak kecil merupakan bagian terbesar dari otak
belakang. Cerebelum menempati fosa kranialis posterior dan diatapi
tentorium cerebri yang merupakan lipatan duramater yang memisahkan
dari lobus oksipitalis serebri.
Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut vermis dan
bagian yang melebar pada bagian lateral disebut hemisfer. Cerebelum
berhubungan dengan batang otak melalui pedunkulus cerebri inferior
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
(corpus retiform). Permukaan luar cerebelum berlipat-lipat seperti
cerebrum tetapi lebih lipatanya lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan
cerebelum ini mengandung zat kelabu.
Korteks cerebelum dibentuk oleh substansia grisea, terdiri dari tiga
lapisan yaitu granular luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam.
Serabut saraf yang masuk dan yang keluar dari cerbrum harus melewati
cerebelum.
b) Batang otak
Batang otak terdiri dari otak tengah (diensfalon)pons varoli dan medula oblongata.
Otak tengah merupakan merupakan bagian atas batang otak akuaduktus cerebri
yang menghubungkan ventrikel ketiga dan keempat melintasi melalui otak tengah
ini.
Otak tengah mengandung pusat-pusat yang mengendalikan keseimbangan dan
gerakan-gerakan bola mata.
c) Saraf kranial
Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan pada saraf kranial jika mengenai
batang otak karena edema otak atau perdarahan pada otak. Macam saraf kranial
antara lain
d) Nervus Olfaktorius (Nervus Kranialis I)
Berfunsi sebagai saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak;
e) Nervus Optikus (Nervus Kranialis II)
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak;
f) Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III)
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata)
menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot siliaris dan
otot iris;
g) Nervus Trokhlearis (Nervus Kranialis IV)
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf ini berfunsi sebagai pemutar
mata yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata;
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
h) Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V)
Sifatnya majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah cabang.
Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf otak besar,
sarafnya yaitu
1) Nervus oftalmikus sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian
depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola mata;
2) Nervus maksilaris sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas,
palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris;
3) Nervus mandibula sifatnya majemuk (sensori dan motoris)
mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi
bawah, kulit daerah temporal dan dagu.
i) Nervus Abducens (Nervus Kranialis VI)
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf penggoyang
sisi mata;
j) Nervus Fasialis (Nervus Kranialis VII)
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya mensarafi otot-
otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-
serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala fungsinya
sebagai mimik wajah untuk menghantarkan rasa pengecap;
k) Nervus Akustikus (Nervus Kranialis VIII)
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari
pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf pendengar;
l) Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX)
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf ini
dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
m) Nervus Vagus (Nervus Kranialis X)
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf- saraf motorik,
sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru- paru, esofagus, gaster intestinum
minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf
perasa;
n) Nervus Aksesorius (Nervus Kranialis XI),
Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus trapezium,
fungsinya sebagai saraf tambahan;
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
o) Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII)
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat
di dalam sumsum penyambung (Smeltzer, 2001).
C. Etiologi
Menurut Borley & Grace (2006) cidera kepala dapat disebabkan karena beberapa hal
diantaranya adalah
1. Pukulan langsung
Dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan (coup injury) atau pada
sisi yang berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam tengkorak dan
mengenai dinding yang berlawanan (contrecoup injury) (hudak & gallo, 1996);
2. Rotasi / deselerasi
Fleksi, ekstensi, atau rotasi leher menghasilkan serangan pada otak yang
menyerang titik-titik tulang dalam tengkorak (misalnya pada sayap dari tulang
sfenoid). Rotasi yang hebat juga menyebabkan trauma robekan di dalam substansi
putih otak dan batang otak, menyebabkan cedera aksonal dan bintik-bintik
perdarahan intraserebral;
3. Tabrakan
Otak seringkali terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat (terutama pada
anak-anak yang elastis);
4. Peluru
Cenderung menimbulkan hilangnya jaringan seiring dengan trauma.
Pembengkakan otak merupakan masalah akibat disrupsi. Terngkorak yang secara
otomatis akan menekan otak;
5. Oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misalnya kecelakaan,
dipukul dan terjatuh;
6. Trauma saat lahir misalnya sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum;
7. Efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak; Efek percepatan dan
perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
D. Patofisiologi
Cidera kepala terjadi karena trauma tajam atau tumpul seperti terjatuh, dipukul,
kecelakaan dan trauma saat lahir yang dapat mengenai kepala dan otak sehingga
mengakibatkan terjadinya gangguan pada funsi otak dan seluruh sistem dalam tubuh. Bila
trauma mengenai ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit
kepala dan pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan. Apabila perdarahan yang terjadi
terus– menerus dapat menyebabkan terganggunya aliran darah sehingga terjadi hipoksia.
Akibat hipoksia ini otak mengalami edema serebri dan peningkatan volume darah di otak
sehingga tekanan intra kranial akan meningkat. Namun bila trauma mengenai tulang
kepala akan menyebabkan fraktur yang dapat menyebabkan desakan pada otak dan
perdarahan pada otak, kondisi ini dapat menyebabkan cidera intra kranial sehingga dapat
meningkatkan tekanan intra kranial, dampak peningkatan tekanan intra kranial antaralain
terjadi kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial
terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Borley &
Grace, 2006). .
E. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak.
1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005)
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah
laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih lama
setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
2. Cedera kepala sedang, Diane C (2002)
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan atau
hahkan koma.
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik,
perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik,
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
3. Cedera kepala berat, Diane C (2002)
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera
terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area
tersebut.
F. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer (2001) penatalaksanaan pada klien dengan cidera kepala antara lain.
a. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
b. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
c. Pemberian analgetik.
d. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa 40%
atau gliserol.
e. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidazole.
f. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama
dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
g. Pembedahan.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
FISIOTERAPI PADA KASUS BRAIN CANCER
A. Definisi
Tumor otak adalah suatu pertumbuhan jaringan yang abnormal di
dalam otak. Yang terdiri atas Tumor otak benigna dan maligna. Tumor otak
benigna adalah pertumbuhan jaringan abnormal di dalam otak, tetapi tidak
ganas, sedangkan tumor otak maligna adalah kanker di dalam otak yang
berpotensi menyusup dan menghancurkan jaringan di sebelahnya atau yang
telah menyebar (metastase) ke otak dari bagian tubuh lainnya melalui aliran
darah.
B. Epidemiologi
Dimana tumor otak primer tersebut kira-kira 41% adalah glioma, 17%
meningioma, 13% adenoma hipofisis dan 12% neurilemoma. Pada orang
dewasa 60% terletak supratentorial sedang pada anak 70% terletak
infratentorial. Pada anak yang paling sering ditemukan adalah tumor
serebellum yaitu meduloblastoma dan astrositoma, sedangkan pada dewasa
adalah glioblastoma multiforme.
C. Klasifikasi
Klasifikasi Samuels berdasarkan atas lokasi tumor, yaitu :
1. Tumor supratentorial
a) Hemisfer otak :
Glioma : glioblastoma multiforme, astrositoma, oligodendroglioma,
meningioma, tumor metastasis
Tumor struktur median : adenoma hipofisis, tumor glandul, pinealis,
kraniofaringioma
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
2. Tumor infratentorial
Dewasa : a) Schwannoma akustikus (neurilemmoma, neurinoma
akustik)
b) Tumor metastasis
c) Meningioma
d) Hemangioblastoma (Von Hippel – Lindau)
Anak-anak : a) Astrositoma serebelaris
b) Medulloblastoma
c) Ependimoma
d) Glioma batang otak.3
D. Etiologi
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti,
walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor
yang perlu ditinjau, yaitu:
1. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali
pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada
anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-
Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru,
memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma
tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-
faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest )
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-
bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam
tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal
dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya.
Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma,
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
teratoma intrakranial dan kordoma.
3. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat
memicu terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma
terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar
yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus
dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum
ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor
pada sistem saraf pusat.
5. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan.
Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang
dilakukan pada hewan.
E. Patofisiologi
Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan
oleh dua faktor: gangguan fokal akibat tumor dan kenaikan tekanan
intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan
otak, dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan
jaringan neural. Perubahan suplai darah akibat tekanan tumor yang tumbuh
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada
umumnya bermanifestasi sebagai hilangnya fungsi secara akut dan mungkin
dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer. Serangan kejang
sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan dengan
kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke jaringan otak.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Peningkatan ICP disebabkan oleh : bertambahnya massa dalam
tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahah sirkulasi cairan
serebrospinal. Pertumbuhan tumor akan menyebabkan bertambahnya massa
karena tumor akan mendesak ruang yang relatif tetap pada ruangan tengkorak
yang kaku. Tumor ganas menimbulkan edema dalam jaringan otak sekitarnya.
Mekanisme belum begitu dipahami, tetapi diduga disebabkan oleh selisih
osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema akibat
kerusakan sawar darah otak, semua menimbulkan peningkatan volume
intrakranial dan ICP. Obstruksi sirkulasi CSF dari ventrikel lateralis ke ruang
subarachnoid menimbulkan hidrosefalus.
Peningkatan ICP akan membahayakan jiwa bila terjadi cepat akibat
salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi
memerlukan waktu berhari-hari atau berbulan-bulan untuk menjadi efektif
sehingga tidak berguna bila tekanan intracranial timbul cepat. Mekanisme
kompensasi ini bekerja menurunkan volume darah intracranial, volume CSF,
kandungan cairan intrasel, dan mengurangi sel-sel parenkim. Peningkatan
tekanan yang tidak diobati mengakibatkan terjadinya herniasi unkus atau
serebelum. Herniasi unkus timbul bila girus medialis lobus temporalis tergeres
ke inferior melalui incisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi
menekan mesencephalon menyebakan hilangnya kesadaran dan menekan saraf
otak ketiga. Kompresi medulla oblongata dan henti napas terjadi dengan cepat.
Perubahan fisiologi lain yang terjadi akibat peningkatan ICP yang cepat adalah
bradikardi progesif, hipertensi sistemik, dan gagal napas.
F. Gambaran Klinik
Gejala klinik pada tumor intrakranial dibagi dalam 3 kategori, yaitu :
1. Gejala Klinik Umum
Gejala umum timbul karena peningkatan tekanan intrakranial atau akibat
infiltrasi difus dari tumor. Gejala yang paling sering adalah sakit kepala,
perubahan status mental, kejang, nyeri kepala hebat, papil edema, mual dan
muntah. Tumor maligna (ganas) menyebabkan gejala yang lebih progresif
daripada tumor benigna (jinak). Tumor pada lobus temporal depan dan
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
frontal dapat berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang sangat besar
tanpa menyebabkan defisit neurologis, dan pada mulanya hanya memberikan
gejala-gejala yang umum. Tumor pada fossa posterior atau pada lobus
parietal dan oksipital lebih sering memberikan gejala fokal dulu baru
kemudian memberikan gejala umum.
- Nyeri Kepala
Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang
kemudian berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten. Nyeri
kepala berat juga sering diperhebat oleh perubahan posisi, batuk, maneuver
valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri kepala pada 50%
penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak 80 % dan
terutama pada bagian frontal. Tumor pada fossa posterior memberikan nyeri alih
ke oksiput dan leher.
- Perubahan Status Mental
Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan
mood dan berkurangnya inisiatif adalah gejala-gejala umum pada penderita
dengan tumor lobus frontal atau temporal. Gejala ini bertambah buruk dan
jika tidak ditangani dapat menyebabkan terjadinya somnolen hingga koma.
- Seizure
Adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat seperti
astrositoma, oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering terjadi pada
tumor di lobus frontal baru kemudian tumor pada lobus parietal dan temporal.
- Edema Papil
Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab
dengan teknik neuroimaging tumor dapat segera dideteksi. Edema papil pada
awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya kemampuan untuk melihat, tetapi
edema papil yang berkelanjutan dapat menyebabkan perluasan bintik buta,
penyempitan lapangan pandang perifer dan menyebabkan penglihatan kabur
yang tidak menetap.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
- Muntah
Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari massa
tumor tersebut juga mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah
berulang pada pagi dan malam hari, dimana muntah yang proyektil tanpa
didahului mual menambah kecurigaan adanya massa intrakranial.
2. Gejala Klinik Lokal
Manifestasi lokal terjadi pada tumor yeng menyebabkan destruksi
parenkim, infark atau edema. Juga akibat pelepasan faktor-faktor ke daerah
sekitar tumor (contohnya : peroksidase, ion hydrogen, enzim proteolitik dan
sitokin), semuanya dapat menyebabkan disfungsi fokal yang reversibel.
- Tumor Kortikal
Tumor lobus frontal menyebabkan terjadinya kejang umum yang diikuti
paralisis pos-iktal. Meningioma kompleks atau parasagital dan glioma frontal
khusus berkaitan dengan kejang. Tanda lokal tumor frontal antara lain disartri,
kelumpuhan kontralateral, dan afasia jika hemisfer dominant dipengaruhi.
Anosmia unilateral menunjukkan adanya tumor bulbus olfaktorius.
- Tumor Lobus Temporalis
Gejala tumor lobus temporalis antara lain disfungsi traktus
kortikospinal kontralateral, defisit lapangan pandang homonim, perubahan
kepribadian, disfungsi memori dan kejang parsial kompleks. Tumor hemisfer
dominan menyebabkan afasia, gangguan sensoris dan berkurangnya
konsentrasi yang merupakan gejala utama tumor lobus parietal. Adapun gejala
yang lain diantaranya disfungsi traktus kortikospinal kontralateral,
hemianopsia/quadrianopsia inferior homonim kontralateral dan simple motor
atau kejang sensoris.
- Tumor Lobus Oksipital
Tumor lobus oksipital sering menyebabkan hemianopsia homonym
yang kongruen. Kejang fokal lobus oksipital sering ditandai dengan persepsi
kontralateral episodic terhadap cahaya senter, warna atau pada bentuk
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
geometri.
- Tumor pada Ventrikel Tiga dan Regio Pineal
Tumor di dalam atau yang dekat dengan ventrikel tiga menghambat
ventrikel atau aquaduktus dan menyebabkan hidrosepalus. Perubahan posisi
dapat meningkatkan tekanan ventrikel sehingga terjadi sakit kepala berat pada
daerah frontal dan verteks, muntah dan kadang-kadang pingsan. Hal ini juga
menyebabkan gangguan ingatan, diabetes insipidus, amenorea, galaktorea dan
gangguan pengecapan dan pengaturan suhu.
- Tumor Batang Otak
Terutama ditandai oleh disfungsi saraf kranialis, defek lapangan
pandang, nistagmus, ataksia dan kelemahan ekstremitas. Kompresi pada
ventrikel empat menyebabkan hidrosepalus obstruktif dan menimbulkan
gejala-gejala umum.
- Tumor Serebellar
Muntah berulang dan sakit kepala di bagian oksiput merupakan gejala
yang sering ditemukan pada tumor serebellar. Pusing, vertigo dan nistagmus
mungkin menonjol.
3. Gejala Lokal yang Menyesatkan (False Localizing Features)
Gejala lokal yang menyesatkan ini melibatkan neuroaksis kecil dari
lokasi tumor yang sebenarnya. Sering disebabkan oleh peningkatan tekanan
intrakranial, pergeseran dari struktur-struktur intrakranial atau iskemi.
Kelumpuhan nervus VI berkembang ketika terjadi peningkatan tekanan
intrakranial yang menyebabkan kompresi saraf. Tumor lobus frontal yang
difus atau tumor pada korpus kallosum menyebabkan ataksia (frontal ataksia).
G. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita
tumor otak yaitu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik yang
teliti, adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu yaitu CT-Scan dan
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
MRI. Dari anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan oleh
penderita yang mungkin sesuai dengan gejala-gejala yang telah diuraikan di
atas. Misalnya ada tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang.
Sedangkan melalui pemeriksaan fisik neurologik mungkin ditemukan
adanya gejala seperti edema papil dan deficit lapangan pandang.
Pemeriksaan Penunjang
CT scan dan MRI memperlihatkan semua tumor intrakranial dan
menjadi prosedur investigasi awal ketika penderita menunjukkan gejala yang
progresif atau tanda-tanda penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu
tanda spesifik dari sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit membedakan
tumor dari abses ataupun proses lainnya.
Foto polos dada dan pemeriksaan lainnya juga perlu dilakukan untuk
mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu metastasis yang akan
memberikan gambaran nodul tunggal ataupun multiple pada otak.
Pemeriksaan cairan serebrospinal juga dapat dilakukan untuk melihat
adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi pemeriksaan ini tidak
rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar.
Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi
anatomi, sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan proses-
proses infeksi (abses cerebri).
Biopsi dilakukan untuk menentukan jenis tumor dan sifatnya (ganas
atau jinak). Kadang pemeriksaan mikroskopik dari cairan serebrospinal yang
diperoleh melalui pungsi lumbal, bisa menunjukkan adanya sel-sel kanker.
Jika terdapat peningkatan tekanan di dalam tengkorak, maka tidak
dapat dilakukan pungsi lumbal karena perubahan tekanan yang tiba-tiba bisa
menyebabkan herniasi. Pada herniasi, tekanan yang meningkat di dalam
tengkorak mendorong jaringan otak ke bawah melalui lubang sempit di dasar
tengkorak, sehingga menekan otak bagian bawah (batang otak ). Sebagai
akibatnya, fungsi yang dikendalikan oleh batang otak (pernafasan, denyut
jantung dan tekanan darah) akan mengalami gangguan.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
FISIOTERAPI PADA KASUS CAUNA EQUINE SYNDROME
( MEDULLA SPINALSI)
A. Definisi
Cauda equina syndrome (CES) adalah kondisi neurologis yang serius di
mana terjadi kerusakan pada cauda equina akibat pemadatan atau penyempitan
yang simultan dari radik saraf lumbosacral multipel dibawah konus medullaris,
sehingga menyebabkan hilangnya fungsi pleksus lumbal secara akut dari bagian
bawah conus medullaris berupa gangguan neuromuscular dan gejala-gejala
urogenital.
B. Anatomi
Ruas-ruas tulang belakang disebut juga tulang belakang disusun oleh 33
buah tulang dengan bentuk tidak beraturan. ke 33 buah tulang tersebut terbagai
atas 5 bagian yaitu:
1. Tujuh ruas pertama disebut tulang leher. Ruas pertama dari tulang leher
disebut tulang atlas, dan ruas kedua berupa tulang pemutar atau poros.
2. Dua belas ruas berikutnya membentuk tulang punggung. Ruas-ruas tulang
punggung pada bagian kiri dan kanannya merupakan tempat melekatnya
tulang rusuk.
3. Lima ruas berikutnya merupakan tulang pinggang. Ukuran tulang pinggang
lebih besar dibandingkan tulang punggung. Ruas-ruas tulang pinggang
menahan sebagian besar berat tubuh dan banyak melekat otot-otot.
4. Lima ruas tulang kelangkangan (sacrum), yang menyatu, berbentuk segitiga
terletak dibawah ruas-ruas tulang pinggang.
5. Bagian bawah ruas tulang belakang disebut tulang ekor (coccyx), tersusun
atas 3 sampai dengan 5 ruas tulang belakang yang menyatu.
Foramen vertebra adalah cincin tipis tulang vertebra yang terdiri dari
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
bagian corpus, pediculus, dan lamina. Setiap segmen tulang belakang memiliki
karakter yang berbeda. Foramen vertebra dari kumpulan tiap level vertebra akan
membentuk canalis vertebralis, ruang dimana medulla spinalis berada.
Antara tulang vertebra dihubungkan oleh diskus intervertebralis dan facet
joint. Diskus intervertebralis berada di antara corpus vertebra, berupa sebuah
massa fibrous yang berfungsi sebagai bantalan absorber. Diskus ini tetap berada di
tempatnya karena disokong oleh ligamen- ligamen.Fungsi ini melindungi
vertebra, otak dan struktur lainnya. Adanya diskus intervertebralis juga
memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi.
Diskus intervertebralis terdiri dari dua komponen yang berbeda: annulus
fibrosus di bagian luar dan nucleus pulposus, massa gelatin di bagian dalam.
Mereka tertambat pada vertebra di bagian atas dan bagian bawah oleh cartilage
end plates. Pada diskus normal, air merupakan komponen penting dari nucleus.
Namun, seiring dengan bertambahnya usia, kandungan air dalam diskus berkurang
dan menyebabkan degenerasi diskus. Medula spinalis pada orang dewasa berakhir
pada level vertebra antara L1 dan L2 dengan sekumpulan berkas akar saraf lumbal
dan sacral dalam kanalis spinalis yang membentuk cauda equina di bawah
medulla spinalis. Akar-akar saraf itu kemudian terpisah dan keluar dari kanalis
spinalis melalui foramina intervertebrale yang sesuai. Cauda equina terlindung
dalam ruang
Gambar 1. Ilustrasi anatomi daerah cauda equina
Subarakhnoid hingga setinggi vertebra sakralis II. Nyeri dan gejala lain
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
dapat timbul bila diskus yang rusak menekan ke dalam kanalis spinalis atau radiks
saraf.
C. Etiologi
Cauda equina syndrome disebabkan oleh penyempitan kanal tulang
belakang yang menyebabkan tertekannya akar saraf pada bagian bawah medula
spinalis. Banyak penyebab CES telah dilaporkan, termasuk herniasi, pecahnya
diskus intradural, stenosis tulang belakang sekunder untuk kondisi lain tulang
belakang, luka trauma, tumor primer seperti ependymomas dan schwannomas,
tumor metastasis, kondisi infeksi, malformasi arteri atau perdarahan, dan cedera
iatrogenik.
Penyebab paling umum dari CES adalah sebagai berikut :
✓ Stenosis lumbalis
o Penyempitan ujung dari canalis spinalis dapat berasal dari perkembangan
abnormal atau proses degeneratif.
o Kasus-kasus berat dari spondylolistesis dan Paget disease dapat menjadi
cauda equina sindrom akibat inflamasi jangka panjang.
✓ Trauma tulang belakang (termasuk patah tulang)
o Terjadinya fraktur yang menyebabkan subluxatio dapat menimbulkan
kompresi dari cauda equina.
o Trauma tembus dapat menyebabkan kerusakan atau kompresi dari cauda
equina.
o Manipulasi spinal menimbulkan subluxatio yang menyebabkan cauda
equina sindrom.
✓ Hernia nukleus pulposus (penyebab 2-6 % kasus CES)
o Laporan insiden dari cauda equina sindrom berasal dari herniasi diskus
lumbal yang berkisar antara 1-15%.
o 90% dari herniasi diskus lumbal terjadi antara L4-L5 atau L5-S1.
o 71 % Kasus dari herniasi diskus menjadi cauda equina sindrom terjadi
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
pada pasien dengan riwayat Low Back Pain (LBP) kronik dan 30 %
perkembangan cauda equina sindrom merupakan gejala pertama dari
herniasi diskus lumbal.
o Laki-laki usia 40 sampai 50 tahun cenderung banyak menderita cauda
equina sindrom sebagai akibat dari herniasi diskus.
o Kebanyakan kasus dari cauda equina sindrom berasal dari herniasi diskus
yaitu masuknya partikel besar membentuk tonjolan material diskus, yang
diperkirakan sekitar satu per tiga dari diameter canalis.
✓ Neoplasma (termasuk metastasis, astrocytoma, neurofibroma, meningioma
dan 20 % dari semua tumor tulang belakang mempengaruhi daerah ini).
o Cauda equina sindrom dapat disebabkan oleh neoplasma spinal primer
atau metastase yang biasanya berasal dari prostat pada laki-laki.
o 96 % Dari cauda equina sindrom berasal dari perkembangan neoplasma
spinal yang segera ditandai dengan gejala nyeri yang berat.
o Penemuan terakhir termasuk kelemahan ekstermitas bawah berasal dari
keterlibatan dari radik ventral.
o Pasien biasanya menunjukkan gejala hipotonus dan hiporeflek.
o Kehilangan sensorik dan disfungsi spinchter sering ditemukan.
Gambar 2. Ilustrasi cauda equina sindrom sekunder akibat neoplasma tulang
belakang
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Schwannoma
➢ Schwannoma adalah neoplasma berkapsul jinak yang secara struktur
identik dengan sinsitium dari sel schwan.
➢ Pertumbuhan-pertumbuhan ini dapat timbul dari nervus perifer atau
nervus simpatis.
➢ Schwannoma dapat dilihat menggunakan myelografi, tetapi standar
patokannya adalah MRI. Schwannoma menunjukkan gambaran
isointense pada gambaran T1, hiperintense pada gambaran T2, dan
enhanced dengan kontras gadolinium.
Ependimoma
➢ Ependimoma adalah glioma yang berasal dari sel ependim
undifferentiated.
➢ Sel ini biasanya berawal dari kanalis spinalis dari korda spinalis dan
cenderung berubah menyerupai pembuluh darah.
➢ Ependimoma lebih sering ditemukan pada pasien usia sekitar 35 tahun.
➢ Ependimoma dapat menimbulkan peningkatan TIK dan protein cairan
serebrospinal.
➢ MRI diketahui dapat digunakan untuk menolong dokter dalam
menegakkan diagnosa dari cauda equina sindrom. Lesi
memperlihatkan isointense pada gambaran T1, hipointense pada
gambaran T2, dan enhanced dengan kontras gadolinium.
✓ Infeksi Spinal / abses (misal: tuberkulosis, herpes simplex virus, meningitis,
sifilis meningovaskular, cytomegalovirus, schistosomiasis)
o Kondisi infeksi dapat menyebabkan deformitas dari radik saraf dan korda
spinalis.
o MRI dapat menunjukkan gambaran abnormal berupa penekanan pada
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
radik saraf ke satu sisi dari saccus dura.
o Gejala-gejala umumnya termasuk nyeri punggung berat dan kelemahan
gerakan motorik yang cepat dan progresif.
✓ Idiopatik (misalnya pada anestesi spinal). sindrom ini dapat terjadi sebagai
komplikasi dari prosedur atau agen anestesi (misal: lidokain hiperbarik,
tetrakain).
o Kelainan dari susunan saraf spinal telah dilaporkan menjadi penyebab
kasus cauda equina sindrom, termasuk kesalahan penempatan pedicle
screw dan pengait laminar.
o Pemberian anastesi spinal yang terus menerus juga telah dikaitkan dengan
kasus cauda equina sindrom.
o Beberapa kasus melibatkan penggunaan hiprbarik 5 % lignocain.
o Beberapa rekomendasi menyarankan agar hiperbarik lignocain sebaiknya
tidak diberikan pada konsentrasi lebih dari 2 % dengan total dosis tidak
melebihi 60 mg
✓ Spina bifida
Sedangkan penyebab lain yang jarang terjadi adalah sebagai berikut :
o Perdarahan spinal, terutama perdarahan kompresi subdural dan epidural
o Intravaskular lymphomatosis
o Anomali kongenital tulang belakang / filum terminale , termasuk tethered
cord syndrome.
o Conus medullaris lipoma
o Multiple sclerosis
o Malformasi arteri Spinal
o Stadium ankylosing spondylitis
o Neurosarcoidosis
o Trombosis vena dalam dari pembuluh darah tulang belakang
o Trombosis vena cava inferior
D. Patofisiologi
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Dalam memahami dasar patologis dari setiap penyakit yang melibatkan
cauda equina, perlu diingat bahwa struktur ini merupakan bagian dari susunan
saraf perifer. Dengan demikian, cedera pada daerah ini sering menghasilkan gejala
lower motor neuron (LMN) yaitu gejala dan tanda- tanda di dermatom dan
miotom yang lebih rendah dari segmen yang terkena.
CES mungkin akibat dari setiap lesi yang menekan akar saraf cauda
equina. Akar saraf ini sangat rentan terhadap cedera, apabila memiliki epineurium
yang kurang berkembang. Epineurium yang berkembang dengan baik dapat
melindungi cauda equina dari tegangan dan tarikan.
Sistem mikrovaskuler cauda equina memiliki wilayah yang relatif
hipovaskular pada sepertiga bagian proximal. Peningkatan permeabilitas
pembuluh darah dan difusi dari LCS menambah pasokan nutrisi. Peningkatan
permeabilitas mungkin berhubungan dengan kecenderungan ke arah pembentukan
edema dari akar saraf, yang dapat mengakibatkan cedera awal dengan keluhan
yang ringan.
Beberapa penelitian pada model hewan yang berbeda telah menilai
patofisiologi CES. Olmarker et al (menggunakan metode tekanan balon yang
dinilai pada babi) melaporkan bahwa venula di wilayah CE mulai terkompresi
pada tekanan terendah sebesar 5 mm Hg sedangkan arteriol mulai menutup akibat
tekanan balon apabila tekanannya telah melampaui tekanan arteri rata-rata.
Meskipun demikian, tekanan setinggi 200 mmHg tidak secara total mematikan
pasokan gizi ke cauda equina.
Studi ini menunjukkan bahwa tidak hanya besar obstruksi tetapi panjang
dan kecepatan obstruksi juga penting dalam merusak wilayah CE. Hasil yang
sama dilaporkan dalam penelitian lain, di mana Takahashi et al melaporkan
penurunan aliran darah ke saraf segmen menengah ketika terdapat 2 titik tekanan
di sepanjang jalur saraf pada cauda equina.
Penelitian lain telah mempelajari potensial aksi dalam segmen aferen dan
eferen saraf di wilayah CE setelah aplikasi kompresi balon. Para peneliti
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
melaporkan bahwa tekanan 0-50 mmHg tidak mempengaruhi potensial aksi (di
mana ambang batas untuk gangguan potensial aksi adalah 50-75 mmHg), dan
defisit yang signifikan terjadi ketika tekanan meningkat menjadi 100- 200 mmHg.
E. Manifestasi Klinis
Gejala sindrom cauda equina meliputi :
▪ Nyeri punggung bawah (low back pain)
▪ Unilateral atau bilateral sciatica
▪ Saddle dan perineum hypoesthesia atau anestesi
▪ Gangguan fungsi usus dan kandung kemih
▪ Defisit motorik dan sensorik ekstremitas bawah
▪ Berkurang atau tidak ada refleks tungkai bawah
Nyeri punggung bawah (low back pain) dapat dibagi menjadi nyeri lokal
dan radikuler. Nyeri lokal umumnya dalam, timbul akibat iritasi jaringan lunak
tubuh dan tulang belakang. Sedangkan nyeri radikuler umumnya tajam, terasa
menusuk akibat kompresi akar saraf dorsal. Proyek nyeri radikuler sesuai
distribusi dermatomal. Low back pain pada CES mungkin memiliki beberapa
karakteristik khusus. Pasien dapat melaporkan tingkat keparahan atau pemicu
tertentu, seperti kepala berputar, yang tampaknya tidak biasa.
Nyeri yang berat (severe pain) adalah temuan awal pada 96% pasien
dengan CES sekunder untuk neoplasma tulang belakang. Kelemahan motorik
ekstremitas bawah timbul akibat keterlibatan akar ventral. Selain itu, ekstremitas
bawah tampak hipotonia dan hiporeflexia serta timbul defisit sensorik dan
disfungsi sfingter.
Manifestasi urin pada CES meliputi retensi urin, kesulitan memulai
berkemih, dan penurunan sensasi uretra. Biasanya, manifestasi dimulai dengan
retensi urin dan kemudian diikuti oleh inkontinensia overflow. Bell dkk
menunjukkan bahwa retensi urin, frekuensi kencing, inkontinensia, penurunan
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
sensasi kemih, dan penurunan sensasi perineal kemungkinan disebabkan prolaps
diskus yang merupakan indikasi dilakukannya pemeriksaan MRI.Sedangkan
gangguan usus antara lain inkontinensia alvii, konstipasi, kehilangan tonus dan
sensasi anal.
F. Diagnosis
Pada lebih 85% kasus, gejala dan tanda klinis CES berkembang dalam
waktu kurang dari 24 jam. Terdapat tiga variasi CES yang sudah diketahui :
1. CES akut yang terjadi mendadak tanpa didahului problem punggung bawah
sebelumnya.
2. Defisit neurologis akut (disfungsi bladder) pada pasien yang memiliki
riwayat nyeri punggung dan ischialgia.
3. Progresi bertahap ke arah CES pada pasien yang yang menderita nyeri
punggung kronik dan ischialgia.
Anamnesis
Pasien CES sering menunjukkan gejala-gejala yang tidak spesifk, dengan nyeri
punggung yang merupakan gejala yang paling menonjol. Bell et al menunjukkan
bahwa didapatkan akurasi diagnostik antara retensi urin, frekuensi urin,
inkontinensia urin, penurunan sensasi berkemih dan penurunan sensasi perineal
dengan hasil MRI yang menunjukkan adanya prolaps diskus. Anamnesis yang
harus didapatkan dari pasien antara lain:
• Nyeri punggung bawah. Nyeri ini mungkin memiliki beberapa karakteristik
yang mengesankan adanya hal yang berbeda dari strain lumbal pada
umumnya. Pasien mungkin melaporkan adanya trigger yang memperparah,
seperti menolehkan kepala.
• Nyeri tungkai atau nyeri menjalar ke kaki yang bersifat akut atau kronik
• Kelemahan motorik ekstremitas bawah unilateral atau bilateral dan/atau
abnormalitas sensorik
• Disfungsi bowel dan bladder
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
• Gejala awal biasanya adalah retensi urin yang diikuti dengan munculnya
overflow incontinence, dan kemudian bisa juga diikuti dengan keluhan
inkontinensia.
• Biasanya dihubungkan dengan anesthesia/hipestesia tipe sadel
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi dan laboratorium digunakan untuk mengonfirmasi
diagnosis dan untuk menentukan lokasi patologik dan penyakit yang mendasari.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan dalam penelusuran diagnosis CES adalah:
❖ X-foto polos. Tidak banyak membantu dalam diagnosis CES tapi mungkin
dapat dilakukan dalam kasus-kasus cedera akibat trauma atau penelusuran
adanya perubahan destruktif pada vertebra, penyempitan diskus
intervertebralis atau adanya spondilosis, spondilolistesis
❖ CT dengan atau tanpa kontras. Myelogram lumbar diikuti dengan CT.
❖ MRI. Berdasarkan kemampuannya untuk menggambarkan jaringan lunak,
MRI umumnya merupakan tes yang disukai dokter dalam mendiagnosis
CES. MRI direkomendasikan untuk seluruh pasien yang memiliki gejala
urinari yang baru muncul yang berhubungan dengan nyeri punggung bawah
dan ischialgia.
❖ Pemeriksaan laboratorium termasuk pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan
kimia, kadar gula darah, sedimen, sifilis dan lyme serologies. Pemeriksaan
liquid cerebrospinal (LCS) harus dilakukan jika ada indikasi, berdasarkan
riwayat dan pemeriksaan fisik yang ditemukan. Human leucocyt antigen
(HLA)-B27 dapat diperiksa jika ankylosing spondilitis atau berbagai
spondyloarthropati seronegatif diyakinkan sebagai diagnosa banding.
❖ Pemeriksaan urodinamik sangat berguna untuk menilai derajat dan sebab
dari disfungsi sphingter, sebaiknya pantau pemulihan dari fungsi kandung
kemih yang disebabkan oleh operasi dekompresi.
G. Penatalaksanaan
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Belum ada bukti yang menunjukkan terapi apa yang paling baik pada
CES. Terapi umumnya ditujukan pada penyebab yang mendasari terjadinya CES.
- Medikamentosa
• Agen vasodilator
Iskemik radik saraf sebagian dapat memungkinkan timbulnya nyeri dan
penurunan kekuatan otot yang dihubungkan dengan cauda equina sindrom.
Berdasarkan penelitian, terapi vasodilator sangat berguna untuk beberapa
pasien.
Terapi dengan Lipoprostaglandin E1 dan derivatnya telah dilaporkan
lebih efektif dalam meningkatkan aliran darah di bagian cauda equina dan
mengurangi gejala nyeri dan kelemahan motorik. Pilihan terapi sebaiknya
diberikan pada pasien dengan gejala stenosis spinal ringan dengan klaudikasio
neurogenik. Dari laporan, tidak ada keuntungan menggunakan terapi ini pada
pasien dengan gejala-gejala berat atau pasien dengan gejala- gejala radikular.
• Agen anti-inflamasi
Agen anti-inflamasi, meliputi steroid dan NSAID, mungkin efektif pada
pasien dengan penyebab inflamasi dan sudah banyak digunakan dalam
pengobatan nyeri punggung, tapi tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa
obat-obat tersebut memberikan manfaat yang signifikan. Regimen steroid yang
biasa dipakai adalah deksametason dengan dosis awal 10 mg secara intravena,
diikuti 4 mg secara intravena diberikan setiap enam jam. Deksametason
umumya diberikan intravena pada dosis 4 sampai 100 mg.
NSAID telah terbukti berguna untuk mencegah kalsifikasi jaringan lunak,
osifikasi heterotopik dan perlengketan. Beberapa peneliti juga menegaskan
resiko potensial penggunaan steroid. Pernah dilaporkan bahwa penggunaan
agen antiinflamasi mungkin menghambat penyembuhan dan seringkali
menimbulkan pembentukan abses.
Pasien dengan cauda equina sindrom yang penyebabnya berasal dari
infeksi sebaiknya diberikan terapi antibiotik. Pasien dengan neoplasma spinal
sebaiknya dievaluasi untuk kemoterapi yang cocok dan terapi radiasi.
Sebaiknya perlu diperhatikan dalam menggunakan obat-obatan untuk
manajemen terapi dari cauda equina sindrom. Beberapa pasien dengan true
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
cauda equina sindrom dengan gejala anastesi saddle dan atau kelemahan
anggota gerak bawah bilateral atau kehilangan kontrol berkemih atau defekasi
sebaiknya mendapatkan terapi medis awal tidak lebih dari 24 jam pertama. Jika
tidak ada keringanan gejala yang diperlihatkan selama periode ini, dekompresi
bedah perlu secepatnya dilakukan untuk meminimalisir kesempatan luka
neurogenik yang permanen.
- Pembedahan
Pada beberapa kasus dari cauda equina sindrom, dekompresi segera dari
kanalis spinalis adalah pilihan terapi yang tepat. Tujuannya adalah untuk
memebebaskan tekanan saraf pada cauda equina dengan memindahkan alat-alat
yang mengkompresi dan meningkatkan ruang kanalis spinalis. Dulunya, pada
penderita cauda equina sindrom diyakini perlu dilakukan bedah segera dengan
dekompresi bedah selama 48 jam dari awal onset gejala.
Pada pasien dengan herniasi diskus sebagai penyebab cauda equina
sindrom, dianjurkan melakukan laminektomi untuk melepaskan penekanan dari
kanalis, diikuti dengan retraksi terbaik dan laminektomi.
Banyak tim medis dan peneliti melaporkan telah mempresentasikan data
fungsional dengan melakukan dekompresi bedah. Beberapa peneliti telah
melaporkan bahwa pembedahan yang dilakukan secara elektif dibandingkan
pembedahan emergensi (dalam 24 jam pertama) tidak mengganggu perbaikan
neurologis. Meskipun begitu, sebagian besar peneliti merekomendasikan
tindakan operasi dekompresi secepat mungkin setelah munculnya gejala untuk
meningkatkan kemungkinan memperoleh perbaikan neurologis komplit.
- Rehabilitasi Medik
✓ Perawatan kulit
Pada saat terjadinya cedera medulla spinalis seringkali menyebabkan
pasien memerlukan tirah baring dalam waktu lama. Hal ini merupakan faktor
risiko terjadinya ulkus dekubitus pada daerah-daerah tubuh tertentu yang
mengalami penekanan terus menerus. Usaha terhadap pencegahan penanganan
dekubitus harus dimulai segera setelah terjadinya cedera. Dasar perawatan
adalah membebaskan tonjolan tulang dari tekanan setiap 2-3 jam sekali.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
✓ Lower Motor Neuron Bladder Training
Pada tipe ini refleks bulbocavernosus dan anal superficial selalu negatif,
penekanan / pemijatan kandung kemih dengan mengejangkan otot-otot
abdomen dan diafragma yang tidak mengalami paralisis serta dibantu manual
kompresi (maneuver Crede) dapat dilakukan untuk membantu pengosongan
kandung kemih (pertama kali dilakukan 2 minggu setelah terjadinya cedera).
Bila ini gagal, ulangi 2 kali seminggu sampai terjadi pengosongan kandung
kemih ( biasanya terjadi setelah 2-8 minggu). Dapat juga dilakukan usaha
dengan kateter intermiten setiap 4-6 jam untuk melatih pengosongan kandung
kemih secara efektif. Bila pengosongan kandung kemih sudah dapat terjadi,
maka usaha selanjutnya dilakukan oleh penderita sendiri tiap 2 jam di siang
hari dan perawat membantu melakukan penekanan secara manual di malam
hari saat membalik posisi pasien. Setelah penderita menguasai tehnik
pengosongan kandung kemih ini dengan baik, maka frekuensi pengosongan
dapat diatur sendiri.
- Fisioterapi
Program fisioterapi harus sudah dimulai sejak pasien dirawat. Ada
berbagai macam program fisioterapi yang dapat diberikan pada pasien dengan
sindrom kauda equina dan tentunya tidak semuanya cocok diberikan untuk
setiap pasien. Jelas pemberian latihan ini disesuaikan dengan keadaan klinis
pasien dan juga gangguan neurologis yang ditemukan pada pasien tersebut.
Adapun program-program tersebut antara lain:
1. Gerakan pasif.
Tiap persendian dari group otot ekstremitas inferior digerakan secara pasif
dan full ROM, sekurang – kurangnya 2 kali sehari. Hal ini perlu untuk
mencegah terjadinya kontraktur, karena gerakan pasif tersebut memelihara
tonus dan panjang otot, serta melancarkan aliran darah dari ekstremitas
inferior yang rentan terhadap kemungkinan timbulnya trombosis yang
disebabkan aliran darah biasanya ditempat tersebut sangat lambat.
2. Keseimbangan duduk.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Pada pasien dengan kelemahan otot ekstremitas inferior yang cukup berat
saat mula-mula di pindah ke kursi roda perlu waktu beberapa hari bagi
pasien dapat duduk tegak dengan baik. Paralisis otot-otot tubuh seringkali
mengganggu keseimbangan dan bagi pasien hal ini dirasakan sangan
mengganggu. Jika duduk tegak maka pasien akan merasakan gejala-gejala
seperti hipotensi antara lain pusing dan mual. Biasanya secara bertahap
pasien dapat menyesuaikan diri. Jika hal ini terus berlanjut, maka dapat
digunakan tilt table untuk membantu pasien membiasakan diri duduk tegak.
3. Berenang
Latihan berenang di kolam sangat bermanfaat dan menyenangkan karena
akan membantu dan mempermudah otot-otot ekstremitas inferior untuk aktif
berfungsi. Ban dan jaket penyelamat dapat digunakan untuk pengaman dan
memperbesar rasa percaya diri pasien. Jika pasien ragu-ragu, maka terapis
dapat membantu dengan menyangga tubuh pasien pada tempat yang
sensoriknya masih berfungsi. Latihan renang ini dari sejak awalnya sudah
dapat dikembangkan menjadi salah satu latihan yang dapat menyenangkan
sekaligus sebagai suatu rekreasi.
4. Gym work
Tujuan latihan di ruang senam ini adalah untuk mengembangkan sepenuhya
aktifitas otot- otot yang persyarafannya masih baik. Latihan dengan tahanan,
per dan beban, press up, dan memanjat dengan tali.
5. Mat work (senam lantai di matras),
Pasien dalam posisi berbaring di lantai bertujuan untuk menguatkan otot–otot
trunkus dan meningkatkan tonus otot-otot paravertebralis sehingga nantinya
hal tersebut dapat membantu pasien dalam memperbaiki keseimbangan duduk
dan postur. Latihan di matras ini bertujuan membantu mengurangi spastisitas
otot-otot tersebut dan ini kelak akan membantu berfungsinya bladder dan
bowel. Semua pasien diajarkan berguling di lantai dan jika mungkin belajar
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
duduk tanpa dibantu. Selanjutnya latihan keseimbangan dapat terus di
kembangkan dengan latihan duduk di tepi tempat tidur.
6. Berdiri
Pasien paraparese atau paraplegia secara teratur harus diajarkan cara untuk
berdiri tegak. Disamping meningkatkan moril dan kepercayaan diri pasien,
hal ini bertujuan untuk meringankan beban tekanan di sakrum dan pantat,
memperbaiki tonus otot di trunkus dan ekstremitas inferior, mencegah
deformitas fleksi di pangkal paha, lutut dan pergelangan kaki, memperbaiki
efisiensi pengosongan ginjal dan kandung kemih serta fungsi rektum dan juga
berperan dalam pencegahan osteoporosis dan fraktur patologis. Untuk
memungkinkan latihan berdiri tegak ini dapat digunakan alat yang dinamakan
standing frame.
7. Latihan jalan.
Faktor yang sangat menentukan kemampuan pasien dalam berjalan ialah:
kekuatan otot quadriceps, propioseptif lutut, tidak adanya kontraktur fleksi
dari panggul dan kontrol lengan. Untuk melangkah adalah merupakan
problem yang besar bagi pasien. Kemauan merupakan kunci kearah
keberhasilan, yang juga sangat tergantung faktor umur, berat badan dan
jumlah otot-otot yang masih berfungsi.
8. Pemakaian kursi roda
Harus dipesan kursi roda yang sesuai untuk tiap pasien. Idealnya pasien
dipesankan kursi roda sedini mungkin yang tipenya disesuaikan dengan hasil
pemeriksaan. Waktu yang paling tepat adalah saat pasien mulai belajar
duduk.
Sebaiknya pemesanan kursi roda ini didiskusikan oleh tim. Pemilihan jenis
kursi roda sangat tergantung kepada usia, ukuran tubuh, tinggi badan dan
berat badan dan ditentukan oleh kekuatan lengan (1,2,3). Tempat kaki yang
dapat dibuka dan berputar, ketinggian yang dapat diatur serta sandaran tangan
yang dapat dilepaskan merupakan bentuk standart. Latihan mengendalikan
kursi roda diberikan sampai pasien betul – betul yakin akan kemampuannya.
Antara lain latihan tersebut adalah bagaimana cara – cara melintasi pintu,
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
permukaan lantai yang tidak rata, kemiringan dari “trotoar”. Kepada pasien
juga diajarkan cara–cara mundur dengan baik.
9. Ortotik
Pada trauma medula spinalis daerah torako lumbal dapat diberikan torako
lumbal brace. Prinsip kerja ini alat ini adalah memberikan penekanan pada 3
buah titik yang dikenal dengan “three point pressure”. Penekanan tersebut
diberikan dibagian antero distal yang terletak diatas pubis, dibagian antero
proksimal pada sternum, sedangkan dibagian posterior tekanan diberikan
pada daerah thorax bagian distal hingga lumbal bagian proksimal yang berupa
“padding”.
Sedangkan pada trauma medula spinalis daerah torako lumbo sakral dapat
diberikan torako lumbo sakral brace (TLSO). Prinsip kerja alat ini untuk
menghambat gerakan tulang punggung kearak fleksi, ekstensi, laterofleksi.
“Frame dan padding” yang menahan otot – otot abdominal mulai dari
umbilikus sampai daerah supra pubis. Gambar menunjukkan salah satu
bentuk torako lumbo sakral brace yaitu Goltwait brace.
Lesi pada T12 – L1 mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik
mulai dari panggul ke bawah. Pada keadaan ini diperlukan pola jalan “swing
throuh” yang memerlukan energi 6 kali lebih besar dibandingkan keadaan
normal untuk setiap meternya. Pasien yang mampu berjalan dengan pola ini
dan dalam kecepatan yang cukup baik 60 m/menit sangat jarang.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
FISIOTERAPI PADA KASUS ALZEIMER
A. Defenisi alzeimer
Gangguan ini terjadi karena sel saraf (neuron) di bagian otak yang
terlibat pada fungi kognitif telah rusak atau hancur. Pada penyakit Alzheimer,
terjadi kerusakan pada otak termasuk yang memungkinkan seseorang untuk
melakukan fungsi tubuh dasar seperti berjalan dan menelan. Orang-orang pada
tahap akhir penyakit ini bahkan tidak dapat beranjak dari tempat tidur dan
membutuhkan perawatan maksimal. Penyakit Alzheimer pada akhirnya dapat
berakibat kematian.
B. Patofisiologi
Otak orang dewasa yang sehat memiliki sekitar 100 miliar neuron,
masing-masing memiliki ekstensi yang panjang dan bercabang. Ekstensi ini
memungkinkan neuron individu membentuk koneksi dengan neuron lain. Koneksi
atau celah sambungan tersebut dinamakan sinapsis, arus informasi dalam
semburan bahan kimia kecil dilepaskan oleh satu neuron dan terdeteksi oleh
neuron penerima. Otak mengandung sekitar 100 triliun sinapsis. Sinyal berjalan
dengan cepat melalui sirkuit neuronal otak, menciptakan dasar seluler
penyimpanan memori, pikiran, sensasi, emosi, gerakan dan keterampilan.
C. Etiologi
Para ahli percaya bahwa Alzheimer, seperti penyakit kronis lainnya,
berkembang sebagai akibat beberapa faktor dan bukan penyebab tunggal, faktor
resiko penyebab Alzheimer diantaranya :, usia yang semakin menua (Hebert,
2010), memiliki riwayat keluarga dengan Alzheimer’s (Lautenschlager, 1996) dan
membawa gen APOE-e4 (Age, Family History and the Apolipoprotein E (APOE)-
e4 Gene) (Saunders, 1993).
a. Usia
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Usia merupakan faktor resiko terbesar dalam penyakit Alzheimer, dengan
sebagian besar penderita demensia Alzheimer berusia 65 tahun ke atas.
Persentase demensia Alzheimer meningkat secara dramatis seiring
bertambahnya usia : 3 persen orang berusia 65- 74, 17 persen orang berusia
75-84, dan 32 persen orang usia 85 atau lebih tua mengalami demensia
Alzheimer (Sposato, 2015). Penting untuk dicatat bahwa Alzheimer bukanlah
bagian normal dari penuaan. (Alzheimer’s Association, 2017)
b. Riwayat Keluarga
Individu yang memiliki orang tua, kakak atau adik penderita Alzheimer lebih
mungkin untuk mengembangkan penyakit ini daripada mereka yang tidak
memiliki keluarga dengan penyakit serupa (Green, 2002). Ketika penyakit
menyerang keluarga, keturunan (genetika), faktor lingkungan dan gaya hidup
(misalnya, akses terhadap makanan sehat dan tingkat aktivitas fisik), atau
keduanya, memengaruhi faktor terjadinya Alzheimer.
c. APOE-e4 Gene
Gen APOE menyediakan cetak biru untuk protein yang mengangkut
kolesterol ke dalam aliran darah. Setiap orang mewarisi satu dari tiga bentuk
gen APOE : e2, e3 atau e4 dari setiap orang tua. Bentuk e3 adalah yang
paling umum menyebabkan Alzheimer, dengan 50 persen sampai 90 persen
individu. (Ikonomovic, 2008). Memiliki gene e4 meningkatkan resiko 5
persen hingga 35 persen terkena penyakit Alzheimer, dan bentuk gene e2
adalah yang paling tidak umum mengakibatkan Alzheimer, dengan 1 persen
sampai 5 persen kerjadian Alzheimer. (Mahley, 2000) Perkiraan distribusi
enam kemungkinan e2, e3 dan e4.
d. Faktor Risiko Yang Dapat Dimodifikasi
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Meskipun faktor risiko seperti usia dan riwayat keluarga tidak dapat diubah,
faktor risiko lainnya dapat diubah, atau dimodifikasi, untuk mengurangi risiko
penurunan kognitif dan demensia. Penelitian yang dilakukan (Mintun, 2006)
mengevaluasi bukti mengenai efek faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada
penurunan kognitif dan demensia dan menyimpulkan bahwa ada bukti yang
cukup kuat, dari perspektif berbasis populasi bahwa aktivitas fisik reguler dan
pengelolaan faktor risiko kardiovaskular (terutama diabetes, obesitas, pola
merokok dan hipertensi) mengurangi risiko penurunan kognitif dan dapat
mengurangi risiko demensia. (Aizenstein, 2008) juga menyimpulkan adanya
cukup bukti kuat bahwa diet sehat dan pelatihan kognitif jangka panjang dapat
mengurangi risiko penurunan kognitif.
D. Prevalensi
Diperkirakan 5,5 juta orang Amerika dari segala umur hidup dengan
demensia Alzheimer pada tahun 2017. Jumlah ini mencakup sekitar 5,3 juta orang
berusia kurang lebih 65 tahun. (Sposato, 2015), dan sekitar 200.000 orang di
bawah usia 65 tahun memiliki onset awal Alzheimer.
E. Maninfestasi Klinis
Maninfestasi klinis gangguan Alzheimer diantaranya adalah kehilangan
memori yang mengganggu kehidupan sehari-hari terutama melupakan informasi
yang baru dipelajari. Yang lain termasuk melupakan tanggal atau peristiwa
penting, meminta informasi yang sama berulang-ulang, dan semakin bergantung
pada bantuan memori (misalnya sering menggunakan catatan pengingat atau
perangkat elektronik) atau anggota keluarga untuk halhal yang dulu ditangani
sendiri. (Alzheimer’s Association, 2017).
Beberapa orang dengan Alzheimer mengalami perubahan dalam
kemampuan mereka untuk mengembangkan dan mengikuti rencana atau bekerja
dengan angka. Kesulitan mencatat tagihan bulanan dan kesulitan berkonsentrasi
serta membutuhkan waktu lebih lama untuk melakukan sesuatu daripada
sebelumnya. (Alzheimer’s Association, 2017).
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Kesulitan menyelesaikan tugas familiar di rumah, di tempat kerja atau di
waktu senggang : Orang-orang dengan Alzheimer sering merasa sulit
menyelesaikan tugas seharihari. Terkadang, orang mengalami kesulitan
mengemudi ke lokasi yang sudah dikenal, mengelola anggaran di tempat kerja
atau mengingat aturan permainan favorit. (Alzheimer’s Association, 2017)
Penurunan fungsi penilaian yang buruk (judgement) : Orang dengan Alzheimer
mungkin mengalami perubahan dalam penilaian atau pengambilan keputusan.
Misalnya, mereka mungkin menggunakan penilaian yang buruk saat mengelola
keuangan. Mereka juga mungkin kurang memperhatikan perawatan atau menjaga
kebersihan diri. (Alzheimer’s Association, 2017).
Perubahan mood dan kepribadian: Suasana hati dan kepribadian
penderita Alzheimer dapat berubah. Mereka bisa menjadi bingung, curiga,
depresi, takut atau cemas. Merekamungkin mudah marah di rumah, di tempat
kerja, dengan teman atau di tempat di mana mereka berada di luar zona nyaman
mereka. (Alzheimer’s Association, 2017).
F. Diagnosa
Tidak ada tes tunggal yang dapat langsung mendiagnosa Alzheimer.
Sebagai gantinya, dokter dengan bantuan spesialis seperti ahli saraf dan ahli gizi,
menggunakan berbagai pendekatan dan alat untuk membantu melakukan
diagnosis diantaranya :
• Mendapatkan riwayat medis dari keluarga dan individu, termasuk riwayat
kejiwaan dan riwayat perubahan kognitif dan perilaku.
• Meminta anggota keluarga untuk memberi masukan tentang perubahan
dalam
kemampuan berpikir dan perilaku.
• Melakukan tes kognitif, fisik dan pemeriksaan neurologis
• Memiliki individu menjalani tes darah dan pencitraan otak untuk
menyingkirkan
penyebab potensial lainnya.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Mendiagnosis Alzheimer memerlukan evaluasi medis yang hati-hati dan
komprehensif. Meski dokter hampir selalu bisa menentukan apakah seseorang
menderita demensia, namun sulit untuk mengidentifikasi penyebab pastinya.
Beberapa hari atau minggu mungkin diperlukan bagi individu untuk
menyelesaikan tes dan pemeriksaan yang diperlukan dan agar dokter menafsirkan
hasilnya dan dapat membuat diagnosis.
E. Peran Fisioterapi
1. Efektifitas Penanganan Alzheimer dalam Berbagai Aspek
Menurut (Arbesman, 2011) Bukti kuat yang telah ditemukan untuk
efektivitas intervensi multifaset penanganan Alzhaimer meliuputi meningkatkan
kemauan dan kemampuan untuk berolahraga, menurunkan resiko jatuh, dan
memodifikasi lingkungan di rumah sakit. Telah ditemukan bukti bahwa pelatihan
fisik yang mencakup penguatan, keseimbangan, dan fleksibilitas berjalan
mencegah resiko jatuh pada orang dewasa yang lebih tua dengan gangguan
kognitif.
Penanganan yang dapat diberikan melalui intervensi caregiver
menunjukan bahwa ada bukti kuat untuk efektivitas sesi terapi okupasi yang
memberi edukasi terkait, problem solving, penyederhanaan tugas, komunikasi,
dan modifikasi lingkungan (Arbesman, 2011). Terdapat bukti yang kuat untuk
intervensi pengasuh yang menggabungkan konseling dan kelompok pendukung
(support group), serta intervensi yang menggabungkan edukasi, manajemen kasus,
keterlibatan pasien, dan manajemen stres.
1. Modifikasi Tuntutan Aktifiras
Tuntutan aktivitas (Activity demands) adalah “ciri khas suatu aktivitas yang
mempengaruhi tipe dan jumlah usaha yang diperlukan untuk melakukan
kegiatan (American Occupational Therapy Association, 2008). Dengan kata
lain, karena tuntutan aktivitas dimodifikasi, klien juga memodifikasi
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
pendekatannya terhadap aktivitas untuk menyelesaikannya dengan baik
(Bontje, 2004). Tuntutan aktivitas dapat dimodifikasi dengan mengubah
konteks di mana aktivitas biasanya berlangsung atau dengan “meningkatkan
beberapa fitur untuk memberi beberapa petunjuk dan mengurangi resiko
gangguan kerja (Dunn, 1998). Modifikasi mungkin termasuk mengubah
bahan yang digunakan, memvariasikan ruang di mana aktivitas dilakukan,
dan memberikan interaksi sosial dalam bentuk petunjuk yang memudahkan
penyelesaian aktivitas. Modifikasi lainnya dapat mencakup langkah-langkah
aktivitas, mengubah posisi orang yang menyelesaikan aktivitas, atau
keduanya (American Occupational Therapy Association, 2008).
Modifikasi activity demana telah menjadi intervensi lama dalam terapi
okupasi, dan bukti ke efektifannya dalam memungkinkan orang-orang AD
untuk berpartisipasi dalam
perawatan mandiri dan leisure. Program okupasi terapi harus didesign secara
individual untuk pasien untuk mendapatkan tingkat keterampilan
mempertahankan minat pekerjaan yang tertinggi. (Padilla, 2011).
Program yang disusun khusus untuk pasien melibatkan aktivitas yang sesuai
dengan kemampuan kognitif dan fisik pasien Alzheimer. Aktivitas yang
sesuai dengan kemampuan pasien memberikan rangsangan sosial dan pilihan
baru yang disukai dan dengan demikian menarik minat orang tersebut untuk
melakukan aktivitas. Mempertahankan keterlibatan orang-orang dengan AD
dalam aktivitas bermakna dalam jangka waktu yang lebih lama mengurangi
perilaku terkait demensia seperti melamun, menjerit, dan agresi. (Padilla,
2011).
Komunikasi seperti pemberian petunjuk kerja yang digunakan saat membantu
orang dengan Alzheimer untuk menyelesaikan tugas harus singkat dengan
arahan yang jelas. Petunjuk kerja yang diberikan oleh praktisi dan perawat
selama kegiatan adalah salah satu cara yang paling penting untuk memodifikasi
tuntutan aktivitas (activity demand),(Padilla, 2011).
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Jadi, petunjuk kerja bisa dimulai dari pernyataan netral (misalnya, “Ayo kita
mengawali hari ini dengan gembira”) ke pernyataan direktif (misalnya,
“Tolong berpakaian sekarang” atau “Letakkan kaus kaki ini di kaki kiri Anda”)
dan, jika diperlukan, mungkin disertai dengan bahasa isyarat (misalnya,
menunjuk pada item atau menunjukkan gerakan) atau perintah fisik (misalnya,
menyentuh kaki kiri orang tersebut sambil menyatakan, “letakkan kaus kaki ini
di kaki kiri Anda”) ,(Padilla, 2011).
Pelatihan dan keterlibatan pengasuh sangat penting dalam menerapkan
program individual untuk mempertahankan keterampilan dalam berkativitas.
Ketika pengasuh dilatih bagaimana caranya utnuk memecah tugas dan
memberikan petunjuk kerja yang tepat, akan berdampak pada kualitas hidup
dan kepuasan yang lebih baik pada orang dengan gangguan Alzheimer (Padilla,
2011).
2. Peningkatan Kualitas Hidup Gangguan Alzheimer
Orang dengan Alzheimer atau demensia terkait sering mengalami tantangan
dalam mempertahankan kemampuan mereka untuk berpartisipasi dalam
pekerjaan yang berkontribusi terhadap QOL, kesehatan mereka, dan kepuasan.,
(Egan, 2006) .
Praktisi Okupasi Terapis mengatur pemahaman mereka tentang pekerjaan ke
delapan bidang utama : ADL, istirahat dan tidur, IADLs, pendidikan,
pekerjaan, bermain, rekreasi, dan partisipasi sosial (American Occupational
Therapy Association, 2008). Dari jumlah tersebut, lima paling relevan dengan
populasi orang dengan Alzheimer atau demensia terkait,yang sebagian besar
adalah orang dewasa yang lebih tua, dan pensiunan (Letts, 2011). Aspek yang
relevan mencakup ADL, yang terdiri dari merawat diri melalui kegiatan seperti
mandi, toilet, makan, dan berpakaian ; Istirahat dan tidur ; IADL, yang
mencakup pengelolaan rumah tangga dan kegiatan masyarakat seperti
persiapan makanpembersihan, mengemudi, dan perbankan; Rekreasi, yang
mencakup kegiatan bebas waktu dimana orang melakukan kesenangan; Dan
partisipasi sosial, termasuk melibatkan keluarga, teman, dan orang lain dalam
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
konteks komunitas. Keluarga dan pengasuh lainnya memberikan tingkat
dukungan yang tinggi untuk Alzheimer atau kemajuan demensia terkait. (Letts,
2011).
Di bidang ADL, peneliti merasa heran bahwa tidak ada penelitian yang tersedia
untuk memandu praktisi terapi okupasi untuk menilai, merencanakan, dan
menerapkan intervensi untuk orang-orang dengan AD atau demensia terkait di
wilayah fungsi yang secara signifikan dipengaruhi oleh kondisi tersebut.
Sebagian besar bukti yang tersedia pada intervensi ADL memiliki fokus pada
aspek feeding. (Letts, 2011).
Untuk intervensi IADL, bukti yang menjanjikan ada mengenai keefektifan
intervensi terapi okupasi berbasis home-based community untuk orang-orang
dengan AD atau demensia terkait dan perawat mereka pada tahap awal
demensia. Penilaian di rumah diikuti oleh strategi lingkungan dan kompensasi
tampaknya memperbaiki kesehatan dan QoL untuk penderita demensia dan
caregiver mereka.)
Contoh intervensi Okupasi Terapi dalam penanganan kasus Alzheimer
diantaranya :
• Alat bantu yang bersifat fisik atau kognitif dapat dipertimbangkan untuk
mendukung ADL pada orang dengan Alzheimer atau demensia terkait,
namun kegunaannya mungkin perlu dipantau.
• Di masyarakat, intervensi terapi okupasi berbasis rumah (home-based
programe) yang mencakup penilaian dan rekomendasi IADL untuk
meningkatkan kemampuan mungkin bermanfaat dalam meningkatkan
QOL dan kesehatan klien dengan Alzheimer dan demensia terkait.
• Pemberian intervensi untuk aktivitas leisure dapat disesuaikan pada
individu dengan gangguan Alzheimer atau dipilih berdasarkan kemampuan
yang masih dapat dilakukan. Pemilihan aktivitas leisure yang baik dan
efektif dapat memengaruhi tingkat kepuasan pasien dan caregiver.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
FISIOTERAPI PADA KASUS SKIZOFRENIA ( NEUROPSIKIATRI)
A. Defenisi
Skizofrenia menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa III (PPDGJ III, 2001) adalah suatu sindrom dengan variasi penyebab dan
perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisik dan budaya. Skizofrenia merupakan satu
gangguan psikotik yang kronik, sering mereda, namun timbul hilang dengan
manifestasi klinik yang amat luas variasinya. penyesuaian pramorbid, gejala dan
perjalanan penyakit yang amat bervariasi (Kaplan & Sadock, 2010).
B. Epdemiologi
Skizofrenia adalah gejala neuropsikiatri yang tidak diketahui secara pasti
penyebabnya. Skizofrenia mempengaruhi laki-laki dan perempuan secara
seimbang. Saat ini diperkirakan ada 2,2 juta pasien hidup dengan skizofrenia di
Amerika Serikat, dan sekitar 300.000 pasien dirawat di rumah sakit. Penyakit ini
biasanya terjadi di usia produktif yaitu masa remaja akhir atau awal dewasa (18-
25 tahun) (Sontheimer, 2015). The lifetime risk skizofrenia di dunia adalah antara
15 sampai 19 per 1.000 populasi sedangkan point prevalence adalah antara 2
sampai 7 per 1000. Ada beberapa perbedaan antara negara-negara, namun tidak
signifikan ketika dibatasi oleh gejala-gejala utama skizofrenia. Insidensi
skizofrenia di UK dan US adalah 15 kasus baru per 100.000 penduduk (Sample &
Smyth, 2013).
Penelitian di China menunjukkan bahwa total penderita skizofrenia adalah
0,41% dari jumlah penduduk. Analisis umur bertingkat menunjukkan bahwa
perbandingan prevalensi antara laki-laki dan perempuan bervariasi. Prevalensi
lebih tinggi pada laki-laki dikelompok usia muda (18-29 tahun) dan prevalensi
lebih tinggi pada wanita dikelompok usia yang lebih tua (40 tahun atau lebih)
(Tianli, et, al., 2014). Prevalensi lebih banyak penderita laki-laki usia muda juga
ditunjukkan dalam penelitian lain. Dua jenis pengelompokan digunakan, yaitu
dengan menggunakan usia pada saat gejala pertama muncul dan usia saat
konsultasi pertama. Usia pasien saat gejala pertama muncul memiliki perbedaan
1,63 tahun lebih awal pada laki-laki dan usia saat konsultasi pertama,
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
menunjukkan laki-laki lebih awal yaitu 1,22 tahun dari perempuan. Perbedaan
tersebut menunjukkan bahwa onset pada kelompok laki-laki perlu lebih
diperhatikan daripada kelompok wanita (Eranti, et, al., 2013). Gangguan jiwa di
Indonesia merupakan penyakit yang merata dan hampir disetiap wilayah di dunia
ada. Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil.
Gangguan jiwa berat terbanyak di DI Yogyakarta (2,7 per mil), Aceh (2,7 per
mil), Sulawesi Selatan (2,6 per mil), Bali (2,3 per mil), dan Jawa Tengah 2,3 per
mil) (Riskesdas,2013).
D. Etiologi
1) Faktor Genetik
Faktor Genetik terhitung menjadi liabilitas mayor untuk penyakit
skizofrenia. Kemampuan menurun pada generasi selanjutnya skizofrenia secara
genetik berkisar 60-80%. Penelitian genetika molekuler telah mengidentifikasi
gen yang terbukti paling berperan antara lain :
a. Neuregulin (NRG1) pada kromosom 8p21-22 yang memiliki peran ganda
dalam perkembangan otak, plastisitas sinaptik dan sinyal glutamat.
b. Dysbindin (DTNBP1) pada kromosom 6p22 yang membantu mengatur
pelepasan glutamat.
c. DISC1 (Disrupted In SChizophrenia) yaitu sebuah kromosom translokasi
seimbang (1,11) (q42;q14.3) yang memiliki peran ganda dalam sinyal
sinaptik dan fungsi sel.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Beberapa presentase resiko terjadinya skizofrenia ketika seseorang memiliki
kerabat yang terkena dampak sebagai berikut (Semple & Smyth, 2013)
Anggota keluarga (s) yang menderita skizofrenia Resiko (kira-kira)
Kembar Identik 46%
Satu saudara atau kembar fraternal 12-15%
Kedua Orangtua 40%
Salah satu orang tua 6%
Tidak ada kerabat yang terkena skizofrenia 0,5-1%
2). Faktor Biokimia
a. Aktivitas berlebihan dopaminergik.
Formulasi sederhana dari hipotesis dopamin pada pasien skizofrenia
adalah bahwa skizofrenia merupakan hasil dari aktivitas dopaminergik yang
berlebihan. Teori ini timbul dari dua pengamatan. Pertama, efikasi dan
potensi dari obat-obatan anti-psikotik (yaitu, antagonis reseptor dopamin
(DRAs) yang memiliki kemampuan bertindak sebagai antagonis dari reseptor
Dopamin tipe 2 (D2) (Kaplan & Sadock, 2015; Blum et, al., 2014). Kedua,
obat-obatan yang meningkatkan aktivitas dopaminergik, terutama kokain dan
amfetamin merupakan psikotomimetik yang berarti cenderung menghasilkan
manifestasi seperti gejala psikosis, seperti halusinasi visual, distorsi persepsi,
dan perilaku mirip skizofrenia (Kaplan & Sadock, 2015).
Bukti menunjukkan bahwa skizofrenia berhubungan dengan stimulasi
berlebihan dari dopamin D2 dan kurangnya stimulasi D1 pada korteks
prefrontal (Laruelle, 2014). Pelepasan secara berlebihan senyawa dopamin
pada pasien skizofrenia telah dihubungkan dengan beratnya gejala positif
pada pasien. Hasil Position Emission Tomography (PET) Scan pada reseptor
dopamin menunjukkan peningkatan reseptor D2 di nukleus kaudatus dari
pasien skizofrenia yang bebas obat. Penelitian lain menunjukkan peningkatan
konsentrasi dopamin di amygdala dan peningkatan jumlah reseptor dopamin
tipe 4 di korteks entorhinal (Kaplan & Sadock, 2015).
b. Serotonin
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Serotonin merupakan sistem neurotransmitter yang berfungsi sebagai
pusat pengatur emosi, perilaku dan akan bermasalah pada pasien skizofrenia
(Bonnin, et, al., 2011). Penelitian terkini menyatakan bahwa jumlah serotinin
yang berlebih menyebabkan gejala positif dan negatif skizofrenia (Li et, al.,
2013). Serotinin yang kuat menjadi antagonis dari clozapine dan obat-obat
generasi kedua yang memiliki fungsi menurunkan gejala positif dan negatif
skizofrenia (Kaplan & Sadock, 2015).
c. Norepinefrin
Norepinefrin pada orang dengan skizofrenia mengalami peningkatan
dibandingkan dengan orang normal.Norepinefrin yang meningkat dikaitkan
dengan gejala-gejala psikosis yang muncul pada pasien (Fitzgerald, 2014).
Anhedonia (penyebab dari terganggunya kepuasaan emosi dan mengalami
penurunan akan kesenangan) telah lama menjadi ciri utama dari skizofrenia.
Degenerasi selektif bagian norepinefin dapat menjelaskan gejala-gejala yang
muncul pada skizofrenia (Kaplan & Sadock, 2015).
d. GABA
Penelitian menunjukkan bahwa beberapa pasien skizofrenia
kehilangnya neuron-neuron GABAergik di Hippocampus. GABA memiliki
peran regulasi pada aktivitas dopamin, dan hilangnya peran inhibisi terhadap
neuron dopaminergik pada neuron GABAergik dapat menyebabkan
hiperaktivitas pada neuron dopaminergic (Kaplan & Sadock, 2015).
3) Model diatesis-stress
Suatu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor psikososial dan
lingkungan adalah model diatesis-stress. Model ini menjelaskan bahwa
seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatesis) yang jika
dipapar oleh pengaruh lingkungan yang menimbulkan stres akan
memungkinkan perkembangan gejala skizofrenia. Penelitian menyebutkan
bahwa model diatesis-stresssangat erat kaitannya dengan ekspresi emosi
seseorang (Hooley & Gotlib, 2000).Komponen lingkungan dapat bersifat
biologis (contohnya, infeksi) atau psikologis (contohnya, situasi keluarga
yang penuh tekanan atau kematian kerabat dekat).Dasar biologis diatesis
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
dapat tebentuk lebih lanjut oleh pengaruh epigenetik, seperti penyalahgunaan
zat, stres psikososial, dan trauma (Kaplan & Sadock, 2010).
4) Faktor psikososial
1. Teori Psikoanalitik dan Psikodinamik
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi
perkembangan, dan merupakan konflik antara ego dan dunia luar.Kerusakan
ego memberikan konstribusi terhadap munculnya gejala skizofrenia. Secara
umum kerusakan ego mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan
control terhadap dorongan dari dalam. Sedangkan pandangan psikodinamik
lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus
menyebabkan kesulitan dalam setiap fase perkembangan selama anak-anak
dan mengakibatkan stress dalam hubungan interpersonal. Simptom positif
diasosiasikan dengan onset akut sebagai respon terhadap factor
pemicu/pencetus, dan erat kaitanya dengan adanya konflik. Simtom negative
berkaitan erat dengan factor biologis, sedangkan gangguan dalam hubungan
interpersonal mungkin timbul akibat kerusakan intrapsikis, namun mungkin
juga berhubungan dengan kerusakan ego yang mendasar.
a. Teori Belajar
Anak-anak yang nantinya mengalami skizofrenia mempelajari reaksi dan
cara berfikir yang tidak rasional dengan mengintimidasi orang tua yang juga
memiliki masalah emosional yang signifikan. Hubungan interpersonal yang
buruk dari pasien skizofrenia berkembang karena pada masa anak-anak
mereka belajar dari model yang buruk.
b. Teori Tentang Keluarga
Pasien skizofrenia sebagaimana orang yang mengalami penyakit non
psikiatri berasal dari keluarga dengan disfungsi, perilaku keluarga yang
pagtologis yang secara signifikan meningkatkan stress emosional yang harus
dihadapi oleh pasien skizofrenia.
c. Teori Sosial
Industrialisasi dan urbanisasi banyak berpengaruh dalam menyebabkan
skizofrenia.Meskipun ada data pendukung, namun penekanan saat ini adalah
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu timbulnya onset dan
keparahan penyakit (Kaplan & Sadock, 2010).
E. Gejala Klinis
Pasien skizofrenia biasanya menunjukkan gelala positif, negatif dan
terdisorganisasi (Lambert & Naber, 2012) :
a. Gejala positif merujuk pada gejala yang muncul pada proses mental
abnormal (Hales, et, al., 2011) yang dapat berupa tambahan gejala atau
penyimpangan dari fungsi-fungsi normal (Lieberman, et, al., 2012).
Gejala positif terdiri dari fenomena yang tidak muncul pada individu
sehat (Santosh, et, al., 2013) antara lain halusinasidan delusi/waham
(kepercayaan yang tidak sesuai sosiokultural) (Lambert & Naber, 2012).
b. Gejala negatif merujuk pada hilang atau berkurangnya fungsi mental
normal (Hales, et, al., 2011). Gejala negatif juga dapat diartikan sebagai
hilang atau berkurangnya beberapa fungsi yang ada pada individu sehat
(Santosh, et, al., 2013) antara lain penurunan ketertarikan sosial atau
personal, anhedonia, penumpulan atau ketidaksesuaian emosi, dan
penurunan aktivitas. Orang dengan skizofrenia sering memperlihatkan
gejala negatif jauh sebelum gejala positif muncul (Lambert & Naber,
2012).
c. Gejala terdisorganisasi yang terdiri dari pikiran, bicara dan perilaku yang
kacau (Lambert & Naber, 2012).
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
F. KLAISFIKASI SKIZOFRENIA
Skizofrenia dapat dibedakan menjadi beberapa tipe menurut PPDGJ III
(2001), yaitu :
1) Skizofrenia paranoid
a. Memenuhi kriteria skizofrenia.
b. Halusinasi dan/atau waham harus menonjol : halusinasi auditori yang
memberi perintah atau auditorik yang berbentuk tidak verbal; halusinasi
pembauan atau pengecapan rasa atau bersifat seksual;waham
dikendalikan, dipengaruhi, pasif atau keyakinan dikejar-kejar.
c. Gangguan afektif, dorongan kehendak, dan pembicaraan serta gejala
katatonik relative tidak ada.
2) Skizofrenia hebefrenik
a. Memenuhi kriteria skizofrenia.
b. Pada usia remaja dan dewasa muda (15-25 tahun).
c. Kepribadian premorbid : pemalu, senang menyendiri.
d. Gejala bertahan 2-3 minggu.
e. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
umumnya menonjol. Perilaku tanpa tujuan, dan tanpa maksud.Preokupasi
dangkal dan dibuat-buat terhadap agama, filsafat, dan tema abstrak.
f. Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan,
mannerism, cenderung senang menyendiri, perilaku hampa tujuan, dan
hampa perasaan.
g. Afek dangkal (shallow) dan tidak wajar (in appropriate), cekikikan, puas
diri, senyum sendiri, atau sikap tinggi hati, tertawa menyeringai,
mengibuli secara bersenda gurau, keluhan hipokondriakal, ungkapan kata
diulang-ulang.
h. Proses pikir disorganisasi, pembicaraan tak menentu, inkoheren.
3) Skizofrenia katatonik
a. Memenuhi kriteria diagnosis skizofrenia.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
b. Stupor (amat berkurang reaktivitas terhadap lingkungan, gerakan, atau
aktivitas spontan) atau mutisme.
c. Gaduh-gelisah (tampak aktivitas motorik tak bertujuan tanpa stimuli
eksternal).
d. Menampilkan posisi tubuh tertentu yang aneh dan tidak wajar serta
mempertahankan posisi tersebut.
e. Negativisme (perlawanan terhadap perintah atau melakukan ke arah yang
berlawanan dari perintah).
f. Rigiditas (kaku).
g. Flexibilitas cerea (waxy flexibility) yaitu mempertahankan posisi tubuh
dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar.
h. Command automatism (patuh otomatis dari perintah) dan pengulangan
kata-kata serta kalimat.
i. Diagnosis katatonik dapat tertunda jika diagnosis skizofrenia belum tegak
karena pasien yang tidak komunikatif.
4) Skizofrenia tak terinci atau undifferentiated
a. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofernia.
b. Tidak paranoid, hebefrenik, katatonik.
c. Tidak memenuhi skizofren residual atau depresi pasca- skizofrenia.
5) Skizofrenia pasca-skizofrenia
a. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofernia selama 12 bulan terakhir
ini.
b. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi
gambaran klinisnya).
c. Gejala – gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling
sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu
paling sedikit 2 minggu.
d. Apabila pasien tidak menunjukkan lagi gejala skizofrenia, diagnosis
menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia masih jelas dan
menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang
sesuai
6) Skizofrenia residual
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
a. Gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan
psikomotorik, aktifitas yang menurun, afek yang menumpul, sikap pasif
dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak
mata, modulasi suara dan posisi tubuh, erawatan diri dan kinerja sosial
yang buruk.
b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau
yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia;
c. Sedikitnya sudah melewati kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbulsindrom “negatif” dari skizofrenia;
d. Tidak terdapat dementia atau penyakit/gangguan otak organik lain,
depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas
negatif tersebut.
7) Skizofrenia simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan
progresif dari:
a. Gejala “negatif” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului
riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode
psikotik.
b. Disertai dengan perubahan – perubahan perilaku pribadi yang
bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang
mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan
diri secara sosial.
c. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe
skizofrenia lainnya.
8) Skizofrenia lainnya
Termasuk skizofrenia chenesthopathic (terdapat suatu perasaan yang
tidak nyaman, tidak enak, tidak sehat pada bagian tubuh tertentu),
gangguan skizofreniform YTI.
9) Skizofrenia tak spesifik
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Merupakan tipe skizofrenia yang tidak dapat diklasifikasikan kedalam
tipe yang telah disebutkan.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
FISIOTERAPI PADA KASUS ENCHEPALITIS
A. Defenisi
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh
bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur :
2000).Ensefalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen,
yang dapat disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasit (Tarwoto:
2007).
B. Anatomi Fisiologi
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan
serta terdiri terutama dari jaringan saraf.Sistem persarafan merupakan salah satu
organ yang berfungsi untuk menyelenggarakan kerjasama yang rapi dalam
organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh.
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak ten-
gah (mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medullaob-
longata), dan jembatan varol.
a) Otak besar (serebrum)
Otak besar mempunyaifungsi dalam pengaturan semua aktifitas mental
yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori),
kesadaran, dan pertimbangan.Otak besar merupakan sumber dari semua
kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan kehendak, walaupun ada jugabe-
berapa gerakan refleks otak. Pada bagian korteks serebrum yang berwarna ke-
labu terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang terletak di sebe-
lah belakang area motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau
merespon rangsangan.
b) Otak tengah (mesensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di de-
pan otak tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur ker-
ja kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus
optikus yang mengatur refleks mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga
merupakan pusat pendengaran.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
c) Otak kecil (serebelum)
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang
terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan
yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak
mungkin dilaksanakan .
d) Jembatan varol (pons varoli)
Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil
bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otakbesar dan sumsum tulang
belakang.
e) Sumsum sambung (medulla oblongata)
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari medula
spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga mempengaruhi jembatan,
refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan
kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar
pencernaan.Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang lain
seperti bersin, batuk, dan berkedip.
C. Etiologi
Untuk mengetahui penyebab ensefalitis perlu pemeriksaan bakteriologi
dan firologi pada spesimen feces, sputum, serum darah ataupun cairan
serebrospinal yang harus diambil pada hari-hari pertama. Ensefalitis dapat
disebabkan karena:
a. Albovirus
Albovirus dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk
dan serangga. Masa inkubasinya antara 5-15 hari.
b. Enterovirus
Termasuk dalam enterovirus adalah poliovirus, herpes zooster.
c. Herpeks simpleks
Herpeks simpleks merupakan penyebab meningitis yang sangat mematikan
di amerika utara (Hickey dam Donna, 1995).
d. Amoeba
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Amoeba penyebab ensefalitis adalah amoeba naegleria dan acanthamoeba,
keduanya ditemukan di air dan dapat masuk melalui mukosa mulut saat
berenang.
e. Rabies
Penyakit rabies akibat gigitan binnatang yang terkena rabies setelah masa
inkubasi yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
f. Jamur
Jamur yang dapat menyebabkan ensefalitis adalah fungus blastomyces
dermatitihis, biasanya menyerang pria yang bekerja diluar rumah. Tempat
masuknya melalui paru-paru atau lesi pada kulit.(Tarwoto,2007)
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ensefalitis tergantung dari penyebabnya, masing-
masing berbeda. Namun secara umum tanda dan gejala ensefalitis:
•Nyeri kepla, photofobia, nyeri sendi, nyeri leher dan nyeri pinggang.
•Kesadaran menurun, mengantuk,
•Vomitus, demam,
•Defisit neurologi, kelumpuhan saraf kranial,
•Adanya tanda-tanda iritasi serebral,
•Peningkatan tekanan intrakranial,
•Kejang, tremor, aphasia.
E. Klasifikas
Ensefalitis diklasifikasikan menjadi :
a. Ensefalitis Supurativa
• Patogenesis
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis media,
mastoiditis, sinusitis, atau dari piema yang berasal dari radang, abses di
dalam paru, bronkiektasi, empiema, osteomeylitis cranium, fraktur
terbuka, trauma yang menembus ke dalam otak dan tromboflebitis.
Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema,
kongesti yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan abses.
Disekeliling daerah yang meradang berproliferasi jaringan ikat dan
astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula pecah terbentuklah abses
yang masuk ventrikel.
• Manifestasi Klinis
Secara umum gejala yang timbul dapat berupa trias ensefalitis seperti :
1)Demam.
2)Kejang.
3)Kesadaran menurun.
4)Bila ensefalitis berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-
gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial yaitu
nyeri kepala yang kronik dan progresif, muntah, penglihatan kabur,
kejang, dan kesadaran menurun.
5)Pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil.
6)Tanda-tanda defisit neurologis tergantung pada lokasi dan luas abses.
b. Ensefalitis Siphylis
• Patogenesis
Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui permukaan
tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi
melalui epithelium yang terluka, kuman tiba di sistem limfatik, melalui
kelenjar limfe kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini
berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunan saraf pusat.
Treponema pallidum akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagian-
bagian lain susunan saraf pusat.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
• Manifestasi Klinis
Adapun gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian yaitu :
- Gejala-gejala neurologisa
a. Kejang-kejang yang datang dalam serangan-serangan.
b. Afasia
c. Apraksia
d. Hemianopsia
e. Penurunan kesadaran
f. Pupil Agryll-Robertson
g. Nervus opticus dapat mengalami atrofi
h. Pada stadium akhir timbul gangguanan-gangguan motorik yang
bersifat progresif.
- Gejala-gejala mental
a. Timbulnya proses dimensia yang progresif
b. Intelgensia yang mundur perlahan-lahan yang mula-mula tampak pada
kurang efektifnya kerja
c. Daya konsentrasi mundur.
d. Daya ingat berkurang.
e. Daya pengkajian terganggu.
c. Ensefalitis Virus
Adapun virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia
adalah sebagai berikut :
• Virus RNA
a. Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili.
b. Rabdovirus : virus rabies.
c. Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B,
virus dengue).
d. Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A, B, echovirus).
e. Arenavirus: virus koriomeningitis limfositoria.
• Virus DNA
a. Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks,
sitomegalivirus, virus Epstein-barr Poxvirus : variola, vaksinia.
b. Retrovirus: AIDS.
• Manifestai Klinis
a. Demam.
b. Nyeri kepala
c. Vertigo.
d. Nyeri badan.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
e. Nausea.
f. Kesadaran menurun.
f. Komplikasi
Komplikasi pada ensefalitis berupa :
a. Retardasi mental
b. Iritabel
c. Gangguan motorik
d. Epilepsi
e. Emosi tidak stabil
f. Sulit tidur
g. Halusinasi
h. Enuresis
i. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan sosial lain
g. Penatalaksanaan Fisioterapi
Penanganan kasus enchepalitis bersifat holistik. Pada tahap akut, penderita
enchepalitis akan diberi terapi obat sesuai dengan penyebab, antara lain:
pemberian antibiotik, antifungi, antiparasit,antivirus dan pengobatan simptomatis
berupa pemberian analgetik antipiretik serta antikonvulsi. Sedangkan fisioterapi
biasanya akan diberikan untuk menangani gross motor problem saat memasuki
tahapan longer term care atau perawatan lebih lanjut.
Manifestasi klinis pada anak dengan Enchepalitis berupa gangguan
tumbuh kembang. Sehingga intervensi fisoterapis akan bertujuan untuk:
Mencapai pola pergerakan, melalui:
• Relaksasi otot
• Meningkatkan koordinasi otot
• Mengembangkan control volunteer otot
Mencegah deformitas, melalui:
• Daily passive stretching
• Postur yang baik
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Dasar penatalaksanaan fisioterapis sesuai dengan tingkat perkembangan
neurologis anak (child neurodevelopment level), diantaranya dengan teknik:
• BOBATH atau NDT (Neuro Developmental Treatment)
Merupakan pendekatan problem-solving termasuk manajemen disfungsi
gerak dan assessment masng-masing individu dengan memperhatikan
patofisiologi dan central nervous system.
Prinsip metode BOBATH: mengembangkan kapasitas fisik sisi yang
lumpuh agar dapat dipakai untuk berfungsi kembali dengan inhibisi,
fasilitasi, stimulasi, dan key point of control.
- Inhibisi
Digunakan untuk mengurangi bentuk-bentuk aktivitas refleks, refleks
asosiasi, dan mengatasi tonus postural yang abnormal.
- Fasilitasi
Untuk mencapai gambaran tonus postural yang normal untuk
bergerak, membangun reaksi righting dan equilibrium,
membangun pattern gerakan fundamental yang lebih kea rah aktivitas
yang terampil, berfungsi, dan bertujuan.
- Stimulasi
Biasanya digunakan pada kasus flaccid.Teknik berupa
kompresi, tapping, dan stroking.
- Key Point of Control
Merupakan cara mengontrol dengan menggunakan beberapa bagian
yang akan digunakan untuk handling oleh terapis, untuk menormalkan
tonus postural, dan membimbing ke arah gerakan yang aktif dan
normal.
• PNF (Proprioceptive Neuromuscular Facilitation)
Merupakan penguatan secara global, stabilisasi, dan relaksasi dengan
menggunakan basis principle tersendiri dan beberapa teknik fasilitasi yang
spesifik.
Metode PNF ini sulit dilakukan untuk anak-anak, karena membutuhkan
interaksi secara aktif antara pasien dan fisioterapis.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
DAFTAR PUSTAKA
1. Anisa R., 2003. Parkinson. http://www.neurologychannel.com
/parkinsonsdisease. 3 Juni 2008.
2. A. Price,Sylvia. M.Wilson,Lorraine. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1995.
3. Brust JCM. Current Diagnosis & Treatment in Neurology. Lange Medical
Books / McGraw-Hill Medical Publishing Division. ISBN 13:978-0-07-
1105554-5.
4. Chusid,J.G. Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional.Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.Bagian Dua. 1990. Hal. 579-583
5. Delen E, Sahin S, Aydin HE, Atkinci AT, Arsiantas A. Degenerative Spine
Diseases Causing Cauda Equina Syndrome. World Spinal Column
Journal.2015;6:3.
6. Dick, F.D. et al. 2007. Environmental Risk Factors for Parkinson’s Disease
and Parkinsonism: the Geoparkinson Study on Behalf of the Geoparkinson
Study Group. Occup Environ Med. 64:666–672.
7. Frenkel’s Exercise. Available at : http://ipuy-
fullmoon.blogspot.com/2009/07/frenkels-exercise.html.
8. Informasi tentang Kanker Otak dalam hhttttpp::////wwwwww..mmeeddiiccaassttoorree..ccoomm dikutip tanggal
25 Oktober 2011
9. Irfan M. Fisioterapi pada Parkinson’s Disease. Graha Ilmu. Yogyakarta. 2010
10. Lee JM. Prosedur-prosedur Termal, Listrik dan Manipulatif. Dalam: Segi
Praktis Fisioterapi. Edisi kedua. Jakarta: Binarupa Aksara. 1990.
11. Lewis P. Rowland, 2000. Merritt’s Neurology 10th Edition. Parkinsonism: Stanley
Fahn and Serge Przedborski
12. Liao L. Evaluation and Management of Neurogenic Bladder. International
Journal of Molecular Science.2015;16. ISSN 1422- 0067.doi:
10.3390/ijms160818580
13. Liporace J. Neurology Crash Course Neurology. Elsevier Mosby Inc. ISBN-
13 : 978-1-4160-2962-5.
14. Mardjono,Mahar dan Sidarta,Priguna. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian
Rakyat. 2003. Hal. 313-314, 421, 327-333.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
15. Mardjono,Mahar. Sidarta ,Priguna. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum.
Jakarta: Dian Rakyat. 1999. Hal. 36-40.
16. Markam,Soemarmo. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gajah Madah
University Press. Edisi Ke Dua.2003. Hal.155-162.
17. Mansjoer,Arif. Suprohaita. Wardhani,Wahyu Ika. Setiowulan,Wiwiek. Kapita
Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jilid 2. Edisi Ketiga. 2000. Hal.14-16.
18. Maurice Victor, Allan H. Ropper, Raymond D, 2000. Adams & Victor’s Principles
Of Neurology 7th edition. Parkinson Disease (Paralysis Agitans).
19. Mansjoer ,Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran,edisi 2 jilid 3.
Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
20. No name. 2009. Tumor Otak. Referat. (referat.blogspot.com, 30 September
2009) 3. No name. 2009. Tumor Otak. Medicastore. (www.medicastore.com,
30 September 2009).
21. Penatalaksanaan Terapi Latihan. Blog ortotis prostetis. Available at
http://ortotik-prostetik.blogspot.com/2009/02/penatalaksanaan-
terapilatihanpada.html
22. Physical Therapy in Parkinson’s Disease. Available at:
http://www.emedicine.com
23. Rully, Afida. 2012. AskepEnsefalitis Pada Anak.
[http://keperawatananakafidaruly.blogspot.com/2012/10/askep-ensefalitis-
pada-anak.html]
24. Ropper AH, Samuels MA. Adams and Victors’s Principles of Neurology
Nine Edition. Mc Graw Hill Inc. New York. ISBN : 978-0-07-149992-7.
25. Samuels MA, Ropper AH. Samules ‘s Manual of Neurologic Therapeutics
Nine Edition. Lippincot Williams & Wilkins. ISBN : 978-1- 60547-575-2.
26. Sobha S. Rao, M.D., Laura A. Hofmann, M.D., and Amer Shakil, M.D.,
“Parkinson’s Disease: Diagnosis and Treatment”,http://www.aafp.org/afp/
20061215/2046.html, 15 Desember 2006.
27. Tarwoto, dkk. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Sagung Seto.
28. Teixeira LJ. Soares BGDO, Vieira VP. Physical therapy for Parkinson’s
Disease. The Cochrane Collaboration. 2007. 2: 1-5.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
29. Terapi deep brain stimulation bantu kendalikan Parkinson’s Disease.
2007.http://www.medicastore.com/med/index.php?id=&iddtl=&idktg=&idobat=&UI
D=20080527174540125.163.140.209
30. World Health Organization. Department of Measurement and Health
Information. December 2004. Estimated total deaths (2000), by cause and
WHO Member State, 2002.
MODUL DASAR NEUROMUSCULAR INKes MEDISTRA LUBUK PAKAM