SERI ANALISIS MAKROEKONOMI
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia April 2020
Ringkasan
• Bank Indonesia perlu menahan suku bunga kebijakan di 4,5% bulan ini.
• Pemerintah harus menangangi potensi krisis kredit untuk menanggulangi risiko inflasi akibat supply shock.
• Momentum stabiliasasi yang telah terbangun ditengah krisis harus dijaga oleh pembuat kebijakan.
Macroeconomic & Financial Sector Policy Research
Riatu M. Qibthiyyah, Ph.D. (Director) [email protected]
Syahda Sabrina [email protected]
Nauli A. Desdiani [email protected]
Teuku Riefky [email protected]
Amalia Cesarina [email protected]
Meila Husna [email protected]
andemi Covid-19 telah memberikan guncangan yang belum pernah kita saksikan sebelumnya, paling tidak dalam 100 tahun terakhir. Gangguan yang ditimbulkan oleh Covid-
19 telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan secara global. Disamping memberikan ancaman terhadap kesehatan jutaan orang, Covid-19 juga memberikan gangguan perekonomian tidak hanya di level individu, namun juga pada skala nasional dan global. Guncangan yang ditimbulkan telah merambat ke sektor finansial akibat meningkatnya volatilitas dan ketidakpastian, menyebabkan investor global mengalihkan portofolionya dari “risky assets” ke “safe-have assets”. Perilaku “flight-to-safety” ini telah memicu arus modal keluar dari negara berkembang, menyebabkan kelangkaan likuiditas di pasar mata uang asing dan mengancam stabilitas nilai tukar. Lebih lanjut, gangguan di rantai pasok dan krisis kredit di sektor perbankan menimbulkan risiko kelangkaan suplai barang selama periode Ramadan dan Idul Fitri yang berpotensi menyebabkan naiknya inflasi akibat supply shock.
Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah tegas untuk menangani krisis melalui stimulus fiskal secara masif, serta melakukan relaksasi dan intervensi yang diperlukan di pasar finansial. Hasilnya, kondisi terkini menunjukkan keadaan yang lebih stabil dibandingkan beberapa minggu lalu. Namun, pemerintah tetap perlu berhati-hati dalam mengambil keputusan karena apabila mengambil langkah yang salah maka dapat merusak momentum positif yang telah dibangun sejauh ini. Oleh karena itu, menimbang segala tren positif yang terjadi belakangan, kami melihat BI sebaiknya menahan suku bunga kebijakan di 4,5% bulan ini.
Pelemahan Daya Beli dibarengi dengan Risiko Supply Shock
Guncangan ekonomi akibat pandemi Covid-19 telah terefleksi pada data inflasi terkini. Inflasi umum bulan Maret tercatat sedikit turun ke 2,96% (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya pada 2,98% (yoy) sebagai imbas dari himbauan pembatasan sosial dan penutupan sementara kegiatan usaha yang menyebabkan turunnya permintaan agregat. Di sisi lain, gangguan rantai pasok telah menyebabkan peningkatan drastis pada inflasi kelompok harga bergejolak di bulan Maret menjadi 10,70% (yoy) dari 6,68% (yoy) di Februari. Penurunan drastis inflasi komponen harga energi (-4,75%, yoy) akibat anjloknya harga minyak global sejak awal tahun 2020, ditambah dengan penurunan inflasi komponen harga yang diatur pemerintah (0,19%, yoy) menghapuskan dampak kenaikan signifikan dari komponen harga makanan bergejolak yang dampaknya secara bersih menyebabkan tidak terlalu berubahnya angka inflasi umum bulan ini.
Grafik 1: Tingkat Inflasi (%, mtm)
Sumber: CEIC
Grafik 2: Tingkat Suku Bunga Kebijakan dan Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank (% pa)
Sumber: CEIC
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
JASONDJFMAMJJASONDJFMAMJJASONDJFMAMJJASONDJFM2016 2017 2018 2019 2020
Headline Core
3
4
5
6
7
Feb-17
Apr-17
Jun-17
Aug-17
Oct-17
Dec-17
Feb-18
Apr-18
Jun-18
Aug-18
Oct-18
Dec-18
Feb-19
Apr-19
Jun-19
Aug-19
Oct-19
Dec-19
Feb-20
Apr-20
Deposit Facility Lending FacilityBI 7-day Reverse Repo Rate Interbank rate: 1 WkInterbank rate: Overnight JIBOR: 1 Wk
P
Angka-angka Penting • BI Repo Rate (7-day, Mar ‘20)
4,5% • Pertumbuhan PDB (Q4 ‘19)
4,97% • Inflasi (y.o.y, Mar ‘20)
2,96% • Inflasi Inti (y.o.y, Mar ‘20)
2,89% • Inflasi (m.t.m, Mar ‘20)
0,10% • Inflasi Inti (m.t.m, Mar ‘20)
0,29% • Cadangan Devisa (Mar ‘20)
121,0 miliar USD
SERI ANALISIS MAKROEKONOMI
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia April 2020
Untuk mendapatkan publikasi kami secara rutin, silahkan berlangganan dengan memindai QR code di bawah ini
atau klik tautan http://bit.ly/LPEMCommentarySubscription
Lebih lanjut, tekanan lainnya pada inflasi muncul dari serbuan kegiatan pembelian barang-barang untuk menjaga kecukupan persediaan selama masa isolasi, disamping faktor terganggunya rantai pasok, telah mendorong naik angka inflasi inti. Inflasi inti tercatat mengalami kenaikan dari 2,76% (yoy) di Februari menjadi 2,89% (yoy) di Maret tahun ini.
Meskipun ditengah berbagai guncangan, kami melihat inflasi masih akan tetap dalam koridor 2% hingga 4% sebagai dampak dari adanya potensi penurunan daya beli yang disebabkan menurunnya pendapatan masyarakat dan pelaku usaha dimana akan menahan laju inflasi tetap pada target yang ditetapkan oleh BI. Namun, ancaman akan terjadinya potensi inflasi secara tajam bulan depan perlu diperhatikan. Bank-bank kecil akan berpotensi mengalami masalah likuiditas sebagai imbas kebijakan relaksasi yang diberlakukan OJK dan penundaan pembayaran pinjaman selama masa pandemi. Konsekuensinya, kredit modal kerja untuk UMKM lokal di sektor perdagangan untuk menyambut masa Ramadan dan Idul Fitri pada April-Mei 2020 bisa jadi tidak terpenuhi. Apabila dibiarkan, ditambah dengan adanya gangguan rantai pasok, kondisi ini akan menimbulkan risiko kelangkaan suplai barang dan makanan yang akan mendorong inflasi naik akibat supply shock.
Pengelolaan Risiko di tengah Krisis yang Belum Pernah Terjadi Sebelumnya
Krisis pandemi Covid-19 tidak hanya mempengaruhi aspek kesehatan masyarakat namun juga menyebabkan kekacauan di hampir seluruh aspek kehidupan. Disamping memberikan ancaman terhadap kehidupan jutaan orang, Covid-19 juga memberikan gangguan perekonomian tidak hanya di level individu, namun juga pada skala nasional dan global. Lebih lanjut, krisis ekonomi yang kita hadapi sekarang merupakan krisis yang belum pernah kita saksikan sebelumnya, paling tidak dalam 100 tahun belakangan. Oleh karena itu, perkembangan kondisi terkini memaksa pemerintah dan pembuat kebijakan untuk memberikan usaha terbaiknya dalam rangka menangani krisis dan meminimalkan dampak negatif. Pembuat kebijakan di seluruh dunia telah mengambil langkah ekstra dalam menegelola krisis dengan menggelontorkan stimulus fiskal serta moneter, seperti memberikan dana ekstra terhadap sektor kesehatan, jaring pengaman sosial, program pemulihan ekonomi, quantitative easing serta relaksasi kredit.
Grafik 3: IDR/USD dan Akumulasi Arus Modal Masuk ke Portofolio (24 bulan terakhir)
Sumber: CEIC
Grafik 4: Imbal Hasil Surat Utang Pemerintah (% pa)
Sumber: Investing.com
Tidak terkecuali Indonesia. Pemerintah Indonesia telah mengimplementasikan paket stimulus secara menyeluruh, baik dalam jumlahnya maupun penerimanya, untuk membantu kelompok masyarakat yang terdampak oleh pandemi. Stimulus fiskal yang dicanangkan pemerintah memiliki tujuan utama untuk melindungi sektor riil. Di sisi lain, intervensi dalam cakupan yang
13,000
13,500
14,000
14,500
15,000
15,500
16,000
16,500
17,000
-10-8-6-4-202468
10121416182022
Mar-18
Apr-18
May-18
Jun-1
8Ju
l-18
Aug-18
Sep-18
Oct-18
Nov-18
Dec-18
Jan-19
Feb-19
Mar-19
Apr-19
May-19
Jun-1
9Ju
l-19
Aug-19
Sep-19
Oct-19
Nov-19
Dec-19
Jan-20
Feb-20
Mar-20
Apr-20
USD billion
Total Portfolio IDR/USD (RHS)
8.2
6.0
4
5
6
7
8
9
Mar-17
Jun-17
Sep-17
Dec-17
Mar-18
Jun-18
Sep-18
Dec-18
Mar-19
Jun-19
Sep-19
Dec-19
Mar-20
10 year 1 year
Angka-angka Penting • BI Repo Rate (7-day, Mar ‘20)
4,5% • Pertumbuhan PDB (Q4 ‘19)
4,97% • Inflasi (y.o.y, Mar ‘20)
2,96% • Inflasi Inti (y.o.y, Mar ‘20)
2,89% • Inflasi (m.t.m, Mar ‘20)
0,10% • Inflasi Inti (m.t.m, Mar ‘20)
0,29% • Cadangan Devisa (Mar ‘20)
121,0 miliar USD
SERI ANALISIS MAKROEKONOMI
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia April 2020
Untuk mendapatkan publikasi kami secara rutin, silahkan berlangganan dengan memindai QR code di bawah ini
atau klik tautan http://bit.ly/LPEMCommentarySubscription
luas telah dilakukan oleh BI dan OJK untuk menahan guncangan di sektor finansial. Sejak munculnya wabah Covid-19, kita telah menyaksikan rangkaian arus modal keluar, tergerusnya nilai tukar Rupiah, menandakan adanya lonjakan persepsi risiko terhadap aset domestik.
Arus modal keluar secara masif dari pasar modal domestik sebesar 12 miliar USD terjadi hanya dalam kurun waktu lima pekan (dari USD16,7 miliar di akhir Februari menjadi hanya USD4,7 miliar di awal April). Pembalikan arus modal ini terjadi akibat perilaku “flight-to-safety” oleh investor global, dimana mereka mengalihkan portofolio dari risky assets di negara berkembang ke safe-have assets. Berbaliknya arus modal ini memberikan tekanan besar pada nilai tukar, dimana pada titik tertingginya mencapai tingkat depresiasi hampir 20% dan mendorong Rupiah mencapai level sekitar Rp16.500 minggu lalu. Hal serupa terjadi pada surat utang pemerintah dimana turunnya tingkat ketertarikan investor asing terhadap aset domestik menyebabkan naiknya imbal hasil surat utang pemerintah. Untuk tenor 10 tahun, imbal hasil obligasi pemerintah telah meningkat lebih dari 28%, dimana pada akhir Maret menyentuh angka 8,4% dari 6,5% dalam jeda waktu satu bulan, hal serupa juga terjadi untuk tenor jangka pendek 1 tahun. Kemudian, adanya pengalihan aset oleh investor asing dari aset domestik menimbulkan kelangkaan mata uang asing di pasar uang. Kondisi ini, ditambah tekanan pada nilai tukar Rupiah, mendorong BI untuk menggerus cadangan devisanya. Terhitung di bulan Maret, cadangan devisa BI turun sebesar USD9,1 miliar ke angka USD121 miliar. Secara umum, angka-angka di bulan Maret menunjukkan kondisi yang suram dari pasar modal domestik.
Memasuki bulan April, kondisi sedikit lebih terjaga setelah BI dan OJK telah melakukan upaya besar-besaran melalui intervensi dan relaksasi di pasar finansial. Per 10 April, tingkat depresiasi rupiah relatif membaik, turun menjadi 14% (ytd) dan membuat nilai tukar terhadap USD menyentuh level dibawah Rp16.000 (sekitar Rp15.800) akibat konsistennya arus modal masuk sejak awal bulan. Lebih lanjut, imbal hasil surat utang pemerintah perlahan menurun ke 8,2% dari 8,37% di titik tertinggnya untuk tenor 10 tahun.
Grafik 5: IDR/USD dan Cadangan Devisa
Sumber: CEIC
Grafik 6: Tingkat Depresiasi Nilai Tukar Negara-Negara Berkembang (April 9, 2020)
Sumber: Investing.com
Melihat gambaran besarnya, kita masih berada ditengah badai krisis dimana berakhirnya periode pandemi Covid-19 masih belum terlihat dalam waktu dekat. Namun, apabila berfokus pada perkembangan terkini, kondisi pasar finansial sudah lebih baik ketimbang beberapa minggu lalu akibat dari respon cepat pemerintah. Dalam konferensi pers terakhir, BI memastikan telah memiliki “amunisi” yang cukup dalam rangka memerangi krisis dan memenuhi tugasnya dalam menjaga stabilitas inflasi dan nilai tukar. Perjanjian “Repo Line” dengan bank sentral AS telah memberikan BI perangkat yang cukup untuk menangkal permasalahan likuiditas USD. Sewaktu-waktu apabila depresiasi Rupiah dirasa terlalu tinggi, BI dapat melakukan stabilisasi dengan
121.0
15,195
12,000
13,000
14,000
15,000
16,000
17,000
18,000
100
110
120
130
140
Feb-18 Jul-18 Dec-18 May-19 Oct-19 Mar-20
IDR/USDUSD Billion
Official Reserve Assets IDR/USD
28.4
27.1
19.8
14.0
12.1
9.7
8.7
6.3
5.3
-0.4
-10 0 10 20 30 40 50 60
ZAR
BRL
RUB
IDR
TRY
THB
ARS
INR
MYR
PHP
Depreciation Rate (yoy) on April 9 Depreciation Rate (ytd) on April 9
Angka-angka Penting • BI Repo Rate (7-day, Mar ‘20)
4,5% • Pertumbuhan PDB (Q4 ‘19)
4,97% • Inflasi (y.o.y, Mar ‘20)
2,96% • Inflasi Inti (y.o.y, Mar ‘20)
2,89% • Inflasi (m.t.m, Mar ‘20)
0,10% • Inflasi Inti (m.t.m, Mar ‘20)
0,29% • Cadangan Devisa (Mar ‘20)
121,0 miliar USD
SERI ANALISIS MAKROEKONOMI
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia April 2020
Untuk mendapatkan publikasi kami secara rutin, silahkan berlangganan dengan memindai QR code di bawah ini
atau klik tautan http://bit.ly/LPEMCommentarySubscription
menjual surat utang pemerintah AS ke bank sentralnya agar memperoleh tambahan USD yang mengalami kelangkaan dengan fasilitas Repo Line. Kemudian, penerbitan global bonds oleh Pemerintah Indonesia dalam denominasi USD yang direspon baik oleh pasar diprediksi dapat meningkatkan cadangan devisa BI hingga mencapai USD4,3 miliar. Di masa mendatang, apabila diperlukan, sebagaimana diatur dalam Perppu No.1 tahun 2020, BI dapat bertindak sebagai “the last resort” untuk menyerap surat utang pemerintah dengan membeli langsung di pasar perdana.
Sebagai penutup, berbagai usaha yang telah dilakukan pemerintah telah membuat momentum stabilisasi tercipta ditengah krisis yang sedang berlangsung. Kedepan, Pemerintah tetap perlu berhati-hati dalam mengambil keputusan karena apabila mengambil langkah yang salah maka dapat merusak momentum positif yang telah dibangun sejauh ini. Oleh karena ini, menimbang segala tren positif yang terjadi belakangan, kami melihat BI sebaiknya menahan suku bunga kebijakan di 4,5% bulan ini.
Top Related