175 Analisis Agronomi dan Ekonomi Paket Teknologi Bujaka (Budidaya Jagung Toleran Kekeringan) di Kabupaten
Gorontalo(Jaka Sumarno, Teddy Wahyana Sale), Muhammad Fitrah Irawan Hannan, Hasyim Jamalu Moko, dan
Aryandi K. Rahman)
ANALISIS AGRONOMI DAN EKONOMI PAKET TEKNOLOGI BUJAKA (BUDIDAYA JAGUNG TOLERAN KEKERINGAN) DI KABUPATEN GORONTALO
Jaka Sumarno, Teddy Wahyana Saleh, Muhammad Fitrah Irawan Hannan,
Hasyim Jamalu Moko, dan Aryandi K. Rahman
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Gorontalo, Bone Bolango 96183, Gorontalo
Email: [email protected]
ABSTRACT
Agronomic and Economic Analysis of BUJAKA Technology Package (Drought Tolerant Maize
Cultivation Technology) in Gorontalo Regency. Drought stress has caused plant growth and yields to decrease.
For this reason, it is necessary to assembly a drought tolerant maize cultivation technology package. This study
aims to analyze the growth, yield, and economic performance of the application of drought tolerant maize
cultivation technology package (BUJAKA). The research was carried out for two planting seasons, namely 2019
and 2020 in Gorontalo District, Gorontalo Province. To determine the agronomic performance (growth and yield)
of the application of the BUJAKA, a randomized block design (RBD) method was used as a treatment using 10
hybrid and composite maize varieties. In planting season I, the treatment was repeated 6 replications and planting
season II was repeated 4 replications. To find out the economic performance, a farming analysis was carried out
including revenue, costs, benefits and financial feasibility with a parcial budget analysis. The results showed that
the BUJAKA technology package was able to increase the productivity of maize compared to the existing
technology. The productivity of maize increased from 356,.01 kg / ha to 5215,95 kg / ha. Changing the application
from existing technology to BUJAKA technology requires an additional fee of 39%, however, with an increase in
productivity, the benefits obtained also increased by 4.63. 772 IDR/ ha (an increase of 50%). BUJAKA
technology was financially feasible to be promoted to replace existing technology because the value of R> 1
(2,36).
Keywords: agronomic performance, economy, maize technology, drought tolerant
ABSTRAK
Cekaman kekeringan menyebabkan pertumbuhan tanaman dan hasil jagung menjadi menurun. Untuk itu
perlu dilakukan perakitan paket teknologi budidaya jagung toleran cekaman kekeringan. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis keragaan pertumbuhan, hasil, dan ekonomi penerapan paket teknologi budidaya jagung
toleran cekaman kekeringan (BUJAKA). Penelitian dilaksanakan selama dua musim tanam yaitu tahun 2019 dan
2020 di Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Untuk mengetahui keragaan agronomi (pertumbuhan dan
hasil) penerapan paket teknologi BUJAKA dilakukan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) sebagai
perlakuan dengan menggunakan 10 varietas jagung hibrida dan komposit. Pada musim tanam I perlakuan diulang
sebanyak 6 ulangan dan musim tanam II diulang sebanyak 4 ulangan. Untuk mengetahui keragaan ekonomi
dilakukan analisis usahatani meliputi penerimaan, biaya, keuntungan dan kelayakan finansial dengan parcial
budget analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa paket teknologi BUJAKA mampu meningkatkan
produktivitas jagung dibandingkan teknologi eksisting. Produktivitas jagung meningkat dari 3567,01 kg/ha
menjadi 5215,95 kg/ha. Perubahan penerapan dari teknologi eksisting menjadi teknologi BUJAKA, diperlukan
tambahan biaya sebesar 39%, namun demikian, dengan peningkatan produktivitas maka keuntungan yang
diperoleh juga meningkat sebesar Rp 4.635.772/ha (meningkat sebesar 50%). Teknologi BUJAKA layak secara
finansial untuk dipromosikan menggantikan teknologi eksisting oleh karena nilai R >1 (2.36).
Kata kunci: keragaan agronomi, ekonomi, teknologi jagung, toleran kekeringan
176 Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol. 24, No.2, Juli 2021: 175-186
PENDAHULUAN
Ketersediaan air merupakan salah satu
faktor penentu keberhasilan dalam budidaya
tanaman jagung. Ketersediaan air yang cukup
sangat menentukan kinerja pertumbuhan
tanaman dan produktivitas jagung yang
dihasilkan. Air dibutuhkan tanaman dalam
proses fotosintesis untuk menghasilkan glukosa
(makanan) yang berfungsi untuk pertumbuhan
tanaman dan menghasilkan buah. Jika
kekurangan air akan mengganggu proses
fotosintesis sehingga tanaman tidak dapat
menghasilkan glukosa yang cukup, berakibat
terhambatnya pertumbuhan tanaman dan
berkurangnya hasil. Efendi et al. (2017)
mengemukakan bahwa ketersediaan air yang
kurang ditambah dengan adanya musim
kemarau panjang oleh karena perubahan iklim
akan berpengaruh terhadap penurunan produksi
jagung pada lahan kering dan tadah hujan.
Penurunan produksi jagung akibat kekeringan
di daerah tropis berkisar antara 50 hingga 80%
(Monneveux et al., 2006; Iriany et al., 2007;
Efendi dan Azrai 2010; Kebede et al., 2013;
Suwardi dan Azrai, 2013; Adebayo dan
Menkir, 2014). Babic et al. (2015)
mengungkapkan bahwa defisit air dan suhu
yang sangat tinggi selama pembungaan,
penyerbukan, dan pengisian biji berbahaya bagi
sebagian besar tanaman, termasuk jagung.
Untuk mengatasi permasalahan
budidaya tanaman jagung dengan potensi
cekaman kekeringan dapat dilakukan dengan
perakitan paket teknologi budidaya berbasis
pengetahuan karakteristik tanaman jagung pada
kondisi kekurangan air dan curah hujan rendah.
Peningkatan produksi pada lahan-lahan
marginal dapat dilakukan melalui perbaikan
potensi hasil, tingkat adaptasi tanaman terhadap
cekaman abiotik dan biotik, serta perbaikan
teknik budidaya berbasis pengetahuan fisiologi
atau ekofisiologi tanaman (Sopandie dan
Trikoesoemaningtyas, 2011). Salah satu upaya
untuk mencegah penurunan hasil jagung akibat
cekaman abiotik berupa kekurangan air
(kekeringan) dilakukan dengan menanam
jagung varietas toleran kekeringan (Bänziger et
al., 2006; Nyombayire et al., 2011; Syafruddin
et al., 2013; Sayadi et al., 2016; Masuka et al.,
2017). Menurut Simtowe et al. (2019),
penggunaan varietas jagung toleran kekeringan
mampu meningkatkan produksi sebesar 15%
dan mengurangi risiko gagal panen sebesar
30%. Varietas unggul jagung hibrida toleran
kekeringan dapat diperoleh melalui program
pemuliaan tanaman (Harrison et al., 2014). Di
Indonesia, telah banyak varietas jagung toleran
kekeringan yang dihasilkan oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
perguruan tinggi, dan perusahaan swasta.
Selain menggunakan varietas toleran,
diperlukan perakitan paket teknologi budidaya
pendukungnya untuk memacu pertumbuhan
dan peningkatan hasil pada lahan dengan
cekaman kekeringan. Beberapa komponen
teknologi budidaya jagung telah dihasilkan oleh
Balai Penelitian di lingkup Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, namun demikian
beberapa komponen teknologi tersebut perlu
dilakukan pengkajian di tingkat petani sehingga
dihasilkan rekomendasi paket teknologi
budidaya jagung spesifik lokasi yang mampu
beradaptasi dengan cekaman abiotik berupa
kekurangan air (cekaman kekeringan).
Tujuan penelitian ini adalah: 1)
menganalisis pertumbuhan dan hasil paket
teknologi budidaya jagung toleran cekaman
kekeringan (BUJAKA), dan 2) mengetahui
keragaan ekonomi usahatani jagung dengan
penerapan paket teknologi BUJAKA.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Desa
Dungaliyo, Kecamatan Dungaliyo, Kabupaten
Gorontalo, Provinsi Gorontalo selama dua
musim tanam. Musim tanam I dilaksanakan
pada bulan April sampai Juli 2019, dan musim
tanam II pada bulan Maret sampai Juni 2020,
dimana kedua waktu tanam ini masuk dalam
kategori musim kemarau (MK). Penentuan
lokasi dilakukan secara purposif dengan
pertimbangan lokasi tersebut merupakan sentra
produksi jagung.
177 Analisis Agronomi dan Ekonomi Paket Teknologi Bujaka (Budidaya Jagung Toleran Kekeringan) di Kabupaten
Gorontalo(Jaka Sumarno, Teddy Wahyana Sale), Muhammad Fitrah Irawan Hannan, Hasyim Jamalu Moko, dan
Aryandi K. Rahman)
Tabel 1. Komponen paket teknologi BUJAKA yang dikaji
Komponen teknologi Paket teknologi BUJAKA Teknologi eksisting petani
Varietas jagung Musim Tanam I :
VUB Jagung Hibrida (Nasa 29, HJ 21, Bima 20,
Bisi 18)
Musim Tanam II:
VUB Jagung Hibrida (JH 27, JH 37, JH 45, Bisi
18, NK 212) dan VUB Jagung Komposit
(Jakarin dan Sinhas)
Bisi 18
Perlakuan benih Aplikasi fungisida dan ZPT b/a. Imidakloprid
350 g/l
Fungisida bahan aktif metalaxyl
Pengolahan tanah Aplikasi biodekomposer dengan dosis 3 kg/ha -
Jarak tanam 70 x 20 cm 1 biji per lubang tanam 70 x 40 cm 2 biji per lubang tanam
Pemupukan Pemupukan berimbang berdasar PUTK
a) Anorganik (Urea: 300 kg/ha dan NPK
Phonska 350 kg/ha), diaplikasikan dua kali pada
umur 7-10 Hari Setelah Tanam (HST) dan 35-
45 HST. Cara aplikasi, pupuk dimasukkan
dilubang tanah sedalam 3-5 cm dengan jarak 7-
10 cm disamping tanaman, kemudian ditutup
kembali dengan tanah. Pembuatan lubang pupuk
dengan cara ditugal.
b) Pupuk organik ecofarming 30 gram/ha
diaplikasikan 4 kali umur 14, 24, 34, dan 44
HST. Pupuk organik dosis 30 gram ini
diencerkan pada 1 liter air, kemudian sebanyak
80 ml pupuk organik cair dicampurkan pada 15
liter air. Cara aplikasi, pupuk organik cair
disemprotkan merata pada daun dan batang
tanaman menggunakan handsprayer.
c) Pupuk pelengkap cair boom flower 250
ml/ha diaplikasikan 3 kali umur 20, 30, dan 40
HST.
Cara aplikasi, pupuk pelengkap cair
disemprotkan merata pada daun dan batang
tanaman menggunakan handsprayer.
Urea: 200 kg/ha dan NPK Phonska
250 kg/ha, diaplikasikan 1 kali
pada umur 14-30 HST
Pengendalian Gulma dan
HPT
Pengendalian secara terpadu menggunakan
biopestisida
Pestisida
Pembuatan saluran air Dilakukan pembumbunan dan pembuatan
saluran air/irigasi
Tidak dilakukan pembumbunan
dan tidak ada saluan air/irigasi
Panen dan Pasca Panen Panen tepat waktu Panen tepat waktu
Penggunaan alat dan
mesin pertanian
Mesin olah tanah traktor roda 4, alat tanam
landak, alat pupuk,
Penanaman dan pemupukan
manual dengan tugal
178 Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol. 24, No.2, Juli 2021: 175-186
Selain itu curah hujan di daerah tersebut
dibawah normal yang dipersyaratkan untuk
pertumbuhan tanaman jagung (<250 mm per
bulan), sehingga berpotensi mengalami
cekaman kekeringan. Penelitian dilakukan di
lahan petani kooperator pada lahan terbuka
tanpa naungan seluas satu hektar per musim.
Komponen paket teknologi BUJAKA
(paket teknologi budidaya jagung toleran
cekaman kekeringan) yang dikaji disajikan
pada Tabel 1.
Untuk mengetahui keragaan agronomi
dan hasil penerapan paket teknologi BUJAKA,
dilakukan percobaan lapangan dengan
pendekatan on farm research menggunakan
metode Rancangan Acak Kelompok (Tabel 2).
Pengkajian ini menguji satu faktor
perlakuan yaitu paket introduksi teknologi
budidaya jagung toleran cekaman kekeringan
dengan menggunakan 8 varietas jagung hibrida
(Nasa 29, HJ 21, Bima 20, JH 27, JH 37, JH 45,
Bisi 18, NK 212) dan 2 varietas jagung
komposit atau bersari bebas (Jakarin dan
Sinhas). Sebagai pembanding/kontrol,
diterapkan teknologi eksisting yang biasa
dilakukan petani. Pada musim tanam I,
dilakukan pengkajian paket teknologi budidaya
jagung toleran cekaman kekeringan
menggunakan 4 varietas jagung hibrida yaitu
Nasa 29, HJ 21, Bima 20, dan Bisi 18. Sebagai
pembanding adalah teknologi eksisting yang
biasa diterapkan petani menggunakan varietas
Bisi 18, sehingga terdapat 5 perlakuan dengan
6 ulangan. Pada musim tanam II, dilakukan
pengkajian paket teknologi budidaya jagung
toleran cekaman kekeringan menggunakan 5
varietas jagung hibrida yaitu JH 27, JH 37, JH
45, NK 212 dan Bisi 18, dan 2 varietas jagung
komposit yaitu Jakarin dan Sinhas. Sebagai
pembanding, menggunakan teknologi eksisting
yang biasa diterapkan petani menggunakan
varietas jagung hibrida Bisi 18, sehingga
terdapat 8 perlakuan dan diulang sebanyak 4
ulangan. Penggunaan varietas yang berbeda
pada dua musim tanam ini bertujuan untuk
mendapatkan lebih banyak rekomendasi
komponen varietas-varietas jagung yang
adaptif dan toleran terhadap cekaman
kekeringan untuk paket teknologi BUJAKA.
Luas lahan pada musim tanam I dan musim
tanam II yaitu masing-masing seluas satu
hektar (10000 m2). Luas lahan masing-masing
perlakuan pada musim tanam I yaitu 2000 m2
dan luas masing-masing perlakuan pada musim
tanam II yaitu 1250 m2.
Tabel 2. Rancangan percobaan pengkajian paket teknologi BUJAKA pada lahan terbuka tanpa naungan
Uraian Musim Tanam I Musim Tanam II
Perlakuan V1 = Teknologi BUJAKA+Varietas Nasa
29
P1 = Teknologi BUJAKA+Varietas JH 27
V2 = Teknologi BUJAKA+Varietas HJ 21 P2 = Teknologi BUJAKA + Varietas JH 37
V3 = Teknologi BUJAKA+Varietas Bima
20
P3 = Teknologi BUJAKA + Varietas JH 45
V4 = Teknologi BUJAKA+Varietas Bisi 18 P4 = Teknologi BUJAKA + Varietas NK 212
TE1 = Teknologi eksisting+Varietas Bisi 18
(kontrol)
P5 = Teknologi BUJAKA + Varietas Bisi 18
P6 = Teknologi BUJAKA + Varietas Jakarin
P7 = Teknologi BUJAKA + Varietas Sinhas
TE2 = Teknologi eksisting + Varietas Bisi 18
(kontrol)
179 Analisis Agronomi dan Ekonomi Paket Teknologi Bujaka (Budidaya Jagung Toleran Kekeringan) di Kabupaten
Gorontalo(Jaka Sumarno, Teddy Wahyana Sale), Muhammad Fitrah Irawan Hannan, Hasyim Jamalu Moko, dan
Aryandi K. Rahman)
Data agronomi yang dikumpulkan adalah
tinggi tanaman, tinggi tertancapnya tongkol,
panjang tongkol, jumlah baris biji dalam
tongkol, jumlah biji per baris, kadar air, dan
produksi jagung pipilan. Data observasi
agronomi diolah dengan analysis of variance
(ANOVA). Jika terdapat pengaruh yang
signifikan, maka dilanjutkan dengan pengujian
lebih lanjut menggunakan Duncan Multiple
Range Test (DMRT) pada taraf 5 persen.
Untuk mengetahui keragaan ekonomi
dilakukan analisis usahatani meliputi
penerimaan, biaya, dan keuntungan. Kelayakan
finansial penerapan paket teknologi BUJAKA
dianalisis menggunakan partial budget analysis
(Basuki et al., 2013) sebagai berikut:
Δ NI = Δ TR - Δ VC
R = Δ NI / Δ VC
Dimana:
Δ NI = selisih pendapatan bersih teknologi
introduksi dan tradisional
Δ TR = selisih nilai hasil panen jagung
teknologi introduksi dan tradisional
Δ VC = selisih biaya variabel teknologi
budidaya teknologi introduksi dan
tradisional
R = Rate of return (tingkat pengembalian)
Kriteria kelayakan ekonomi:
1. Jika Δ NI nilainya < 0, maka teknologi
introduksi tidak memberikan nilai tambah.
2. Jika Δ NI > 0, ΔVC < 0, maka teknologi
introduksi memberikan nilai tambah.
3. Jika Δ NI > 0, ΔVC > 0, dan R > 1,0 maka
teknologi introduksi memberikan nilai
tambah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaan agronomi paket teknologi
BUJAKA
Data curah hujan BMKG Provinsi
Gorontalo pada musim tanam I tahun 2019 dan
musim tanam II tahun 2020 di lokasi penelitian
(Gambar 1) berturut-turut sebesar 135.5 mm
dan 151.8 mm per bulan.
Gambar 1. Curah hujan di lokasi penelitan pada
musim tanam I dan II
Curah hujan tergolong rendah dibawah
normal untuk pertumbuhan tanaman jagung
yang dipersyaratkan (<200 mm per bulan).
Menurut Riwandi et al. (2014), curah hujan
ideal untuk pertumbuhan tanaman jagung
berkisar antara 200 hingga 300 mm per bulan.
Waktu penelitian ini masuk dalam musim
kemarau I (MK I) pada tahun berjalan,
sehingga tanaman jagung mengalami cekaman
kekeringan pada fase pertumbuhan tertentu.
Pada musim tanam I, curah hujan pada bulan
Juni dan Juli tergolong sangat rendah (berturut-
turut 80 mm dan 127.5 mm per bulan),
sehingga tanaman jagung mengalami cekaman
kekeringan yang cukup berat. Umur tanaman
jagung pada bulan-bulan tersebut berada pada
rentang umur 40 hingga 90 HST dimana berada
pada fase vegetatif, pembungaan dan pengisian
biji. Pada musim tanam II, tanaman jagung
mengalami cekaman kekeringan cukup berat
terutama pada bulan Mei dengan curah hujan
mencapai 116 mm per bulan. Pada bulan
tersebut tanaman jagung berada pada fase
vegetatif dan pembungaan dengan kisaran umur
40-60 HST, yang merupakan salah satu fase
kritis tanaman jagung tidak bisa kekeringan.
Menurut Subekti et al. (2008) pada umur 33-50
hari setelah berkecambah, tanaman jagung
membutuhkan hara dan air yang relative sangat
tinggi mendukung laju pertumbuhan tanaman.
Pada fase ini, tanaman jagung sangat sensitif
terhadap cekaman kekeringan, yang
berpengaruh terhadap terhambatnya
pertumbuhan dan perkembangan tongkol.
Kekeringan pada fase ini akan menurunkan
jumlah biji dalam satu tongkol karena
mengecilnya tongkol, yang berdampak pada
rendahnya hasil (McWilliams et al., 1999; Lee,
2007). Selain itu, kekeringan yang terjadi dari
fase pembungaan hingga pengisian biji akan
menurunkan ukuran, jumlah biji yang terbentuk
dan bobot biji (Subekti et al., 2008).
180 Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol. 24, No.2, Juli 2021: 175-186
Pada kondisi curah hujan tersebut diatas,
keragaan pertumbuhan tanaman jagung
penerapan paket teknologi BUJAKA pada
musim tanam I dan II disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Keragaan pertumbuhan tanaman jagung
paket teknologi BUJAKA dan teknologi
eksisting
Dari dua musim tanam, rata-rata tinggi
tanaman jagung dengan paket teknologi
BUJAKA lebih tinggi dari tanaman jagung
dengan teknologi eksisting. Namun dari uji
statistik menunjukan bahwa tinggi tanaman dan
tinggi letak tongkol tidak berbeda nyata antar
perlakuan. Selain itu pada musim tanam II,
varietas Bisi 18 dengan penerapan paket
teknologi BUJAKA dan teknologi eksisting
petani memiliki tinggi tanaman yang sama.
Hasil ini menunjukkan bahwa perbedaan tinggi
tanaman dan tinggi letak tongkol antar
perlakuan bukan dipengaruhi oleh penerapan
paket teknologi BUJAKA, namun lebih
dipengaruhi oleh penggunaan varietas jagung
yang digunakan.
Ditinjau dari tinggi letak tongkol jagung
dari permukaan tanah, diketahui bahwa rata-
rata tinggi letak tongkol yaitu 50% dari tinggi
tanaman jagung. Oleh karena rata-rata tinggi
tanaman jagung teknologi BUJAKA lebih
tinggi dari teknologi eksisting, maka tinggi
letak tongkol jagung teknologi BUJAKA juga
lebih tinggi dari teknologi eksisting.
Keragaan komponen hasil jagung
teknologi budidaya jagung BUJAKA
dibandingkan dengan teknologi eksisting petani
disajikan pada Tabel 3.
Dari komponen hasil jagung yaitu
panjang tongkol, jumlah baris biji per tongkol
dan jumlah biji per baris, menunjukkan bahwa
paket teknologi BUJAKA lebih unggul jika
dibandingkan dengan teknologi eksisting baik
pada musim tanam I maupun musim tanam II.
Varietas-varietas jagung yang dikaji
dengan penerapan teknologi BUJAKA,
menghasilkan tongkol jagung yang lebih
panjang,
Tabel 3. Keragaan komponen hasil jagung paket
teknologi BUJAKA musim I and II a
jumlah baris biji per tongkol dan jumlah biji
per baris yang lebih banyak dibandingkan
varietas jagung dengan teknologi eksisting
petani. Pada musim tanam I, keragaan hasil
jagung terbaik dicapai oleh varietas Bisi 18
dengan penerapan teknologi BUJAKA.
Varietas unggul baru jagung Nasa 29 dan Bima
20 juga memiliki kemampuan adaptasi yang
Perlakuan
Panjang
Tongkol
(cm)
Jumlah
Baris
per
Tongkol
Jumlah
Biji per
Baris
Kadar
Air
(%)
Rende-
men
Produktivitas
(kg ha-1)
Musim
Tanam I
V1 15,25 a 14,17 b 30,93 a 31,42 a 0,83 a 4758,39 ab
V2 14,45 ab 14,02 b 26,97 b 31,25 a 0,78 bc 3690,79 b
V3 14,70 a 14,20 b 30,58 a 31,33 a 0,77 c 3849,60 ab
V4 15,50 a 15,30 a 33,80 a 31,33 a 0,82 ab 4925,01 a
TE 1 13,35 b 13,37 b 24,70 b 31,50 a 0,75 c 2434,01 c
Musim
Tanam II
P1 16,85 b 15,40 a 33,10 a 31,00 a 0,81 a 6480,00 b
P2 17,45 a 15,30 a 33,05 a 31,25 a 0,80 a 7381,43 a
P3 16,60 c 15,35 a 32,70 a 31,00 a 0,82 a 6139,75 c
P4 16,35 d 15,25 a 33,17 a 31,50 a 0,81 a 5942,86 d
P5 16,20 de 14,90 b 30,30 c 31,50 a 0,82 a 5700,46 f
P6 16,05 e 14,15 c 27,73 d 31,25 a 0,79 a 5408,57 g
P7 16,28 de 14,90 b 31,95 b 31,50 a 0,80 a 5828,57 e
TE 2 14,93 f 13,75 d 26,00 e 31,50 a 0,80 a 4700,00 h
aAngka pada kolom yang sama yang diikuti oleh
huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%
berdasar uji DMRT
181 Analisis Agronomi dan Ekonomi Paket Teknologi Bujaka (Budidaya Jagung Toleran Kekeringan) di Kabupaten
Gorontalo(Jaka Sumarno, Teddy Wahyana Sale), Muhammad Fitrah Irawan Hannan, Hasyim Jamalu Moko, dan
Aryandi K. Rahman)
baik terhadap cekaman kekeringan, dilihat dari
komponen hasil yang dicapai. Varietas yang
sama yaitu Bisi 18 yang dikaji dengan
teknologi eksisting menghasilkan performa
hasil yang lebih rendah. Pada musim tanam II,
keragaan hasil jagung terbaik dicapai oleh
varietas JH 37 dengan penerapan teknologi
BUJAKA. Varietas lain yang juga memiliki
keragaan hasil dan kemampuan adaptasi yang
baik pada kondisi cekaman kekeringan yaitu JH
27 dan JH 45. Varietas Bisi 18 dengan
penerapan teknologi BUJAKA yang dikaji pada
musim tanam II, meskipun tidak menghasilkan
kinerja hasil terbaik, namun masih lebih tinggi
komponen hasil yang dicapai dibandingkan
teknologi eksisting dengan varietas yang sama.
Hasil ini membuktikan bahwa penerapan
teknologi BUJAKA mampu meningkatkan
performa komponen hasil jagung dari teknologi
eksisting.
Dari ketiga komponen hasil jagung yang
dianalisis, meskipun teknologi BUJAKA
menghasilkan komponen hasil yang lebih tinggi
dari teknologi eksisting, namun demikian rata-
rata komponen hasil jagung dengan adanya
cekaman kekeringan masih lebih rendah jika
dibandingkan dengan potensi hasil jagung yang
dapat dicapai pada kondisi normal. Hal ini
dikarenakan tanaman jagung tidak
mendapatkan air dalam jumlah yang cukup
untuk pertumbuhan dan menghasilkan buah.
Fathi and Tari (2016) mengungkapkan bahwa
kekeringan merupakan faktor abiotik terpenting
yang dapat membatasi pertumbuhan dan
berdampak buruk terhadap pertumbuhan
produksi tanaman pangan.
Dari hasil penelitian juga diketahui
bahwa terdapat perbedaan keragaan hasil antara
musim tanam I dengan musim tanam II. Pada
musim tanam II menghasilkan komponen hasil
jagung yang lebih baik dibandingkan dengan
musim tanam I. Hal ini disebabkan karena
adanya perbedaan curah hujan pada kedua
musim tanam tersebut. Rata-rata curah hujan
pada musim tanam I lebih rendah dari rata-rata
curah hujan bulanan pada musim tanam II.
Pada musim tanam I, tanaman jagung yang
dikaji relatif lebih lama mengalami cekaman
kekeringan sejak fase pembungaan, pengisian
biji hingga pada akhir masa panen
dibandingkan pada musim tanam II yang
megalami cekaman kekeringan pada bulan Mei,
yaitu saat pembungaan saja. Perbedaan lama
cekaman kekeringan ini yang menyebabkan
perbedaan hasil pada kedua musim tanam
tersebut yang menyebabkan hasil pada musim
tanam I lebih rendah dari musim tanam II.
Produktivitas jagung paket teknologi
BUJAKA
Pada kadar air saat panen yaitu berkisar
31-31,50 % (Tabel 3), diketahui bahwa pada
musim tanam I, rata-rata rendemen biji jagung
teknologi budidaya BUJAKA mencapai 0,80,
lebih tinggi dibandingkan dengan teknologi
eksisting dengan rendemen biji sebesar 0,75.
Pada musim tanam II, rata-rata rendemen biji
teknologi budidaya BUJAKA mencapai 0,81,
namun secara statistik tidak berbeda nyata
dengan teknologi eksisting yang memiliki
rendemen biji sebesar 0,80. Pada kadar air
tersebut, pada musim tanam I, produktivitas
tertinggi dicapai oleh teknologi BUJAKA
varietas Bisi 18 yaitu sebesar 4925,01 kg/ha.
Produktivitas tertinggi kedua dicapai oleh
teknologi BUJAKA varietas Nasa 29 dan
produktivitas ketiga dicapai oleh teknologi
BUJAKA varietas Bima 20. Teknologi
eksisting dengan varietas Bisi 18 menghasilkan
produktivitas terendah yaitu sebesar 2434,01
kg/ha. Pada musim tanam II, produktivitas
tertinggi dicapai oleh teknologi BUJAKA
dengan varietas JH 37 mencapai 7381,43 kg/ha.
Produktivitas tertinggi kedua dicapai oleh
teknologi BUJAKA dengan varietas JH 27 dan
tertinggi ketiga dicapai oleh teknologi
BUJAKA varietas JH 45. Teknologi eksisting
dengan varietas Bisi 18 pada musim tanam II
menghasilkan produktivitas terendah sebesar
4700 kg/ha. Hasil penelitian ini juga
menunjukkan bahwa dengan penggunaan
varietas yang sama yaitu Bisi 18, penerapan
teknologi BUJAKA mampu meningkatkan
produktivitas dibandingkan dengan teknologi
eksisting petani.
Dari percobaan lapang pada musim
tanam I dan musim tanam II, dapat diketahui
rata-rata produktivitas jagung penerapan paket
teknologi budidaya BUJAKA seperti terlihat
pada Gambar 3. Pada musim tanam I, rata-rata
produktivitas jagung teknologi BUJAKA
mencapai 4305,95 kg/ha, lebih tinggi
dibandingkan teknologi eksisting dengan rata-
rata produktivitas jagung sebesar 2434,01
kg/ha. Pada musim tanam II, rata-rata
produktivitas jagung teknologi BUJAKA
mencapai 6125,95 kg/ha, lebih tinggi
182 Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol. 24, No.2, Juli 2021: 175-186
dibandingkan teknologi eksisting dengan rata-
rata produktivitas jagung sebesar 4700 kg/ha.
Secara keseluruhan, dari dua kali musim tanam
ini, rata-rata produktivitas jagung teknologi
BUJAKA mencapai 5215,95 kg/ha, lebih tinggi
dibandingkan teknologi eksisting dengan
produktivitas rata-rata sebesar 3567,01 kg/ha,
dengan peningkatan produktivitas rata-rata
sebesar 46%. Hasil ini membuktikan bahwa
teknologi BUJAKA secara teknis mampu
meningkatkan produktivitas jagung pada lahan
dengan cekaman kekeringan akibat curah hujan
yang rendah.
Gambar 3. Grafik perbandingan rata-rata
produktivitas jagung teknologi BUJAKA
vs teknologi eksisting
Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa produktivitas rata-rata yang dicapai pada
lahan dengan cekaman kekeringan masih lebih
rendah jika dibandingkan dengan potensi hasil
yang dapat dicapai pada kondisi normal.
Potensi hasil jagung hibrida yang ditanam pada
kondisi normal dapat mencapai 12-13,5 ton/ha.
Efendi et al. (2017) mengemukakan bahwa
kekurangan air akibat kemarau panjang
menyebabkan penurunan produksi jagung.
Penelitian Monneveux et al. (2006), Iriany et
al. (2007), Efendi dan Azrai (2010), Kebede et
al. (2013), Suwardi dan Azrai (2013), Adebayo
dan Menkir (2014) menunjukkan bahwa akibat
kekeringan menyebabkan penurunan produksi
jagung antara 50-80%.
Dari musim tanam I dan II juga dapat
diketahui produktivitas tertinggi masing-
masing varietas jagung yang dikaji dengan
penerapan teknologi BUJAKA di lokasi
penelitian seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 4.
Gambar 4. Grafik produktivitas tertinggi per varietas
jagung dengan penerapan teknologi
BUJAKA
Varietas jagung JH 37 mencapai
produktivitas tertinggi sebesar 7381 kg/ha.
Produktivitas tertinggi kedua dicapai oleh
varietas JH 27 sebesar 6480 kg/ha, dan
produktivitas tertinggi ketiga dicapai oleh
varietas JH 45 dengan produktivitas sebesar
6140 kg/ha. Varietas Nasa 29, HJ 21, dan Bima
20 menghasilkan produktivitas dibawah 5
ton/ha karena curah hujan yang sangat rendah
pada musim tanam I (2019) dengan rata-rata
135,5 mm per bulan terutama pada fase
generatif. Dua varietas jagung komposit yang
dikaji yaitu Jakarin dan Sinhas menghasilkan
produktivitas yang relatif tinggi mencapai
masing-masing 5409 kg/ha dan 5829 kg/ha.
Hasil ini menunjukkan kemampuan adaptasi
dan toleransi beberapa varietas jagung terhadap
cekaman kekeringan. Penggunaan varietas
jagung yang toleran terhadap cekaman
kekeringan sangat penting untuk
meningkatkatkan produktivitas jagung. Hal ini
karena, kekurangan air pada fase vegetatif,
pembungaan hingga pengisian biji akan
berdampak terhadap pertumbuhan tanaman,
perkembangan tongkol, jumlah dan bobot biji
yang berakibat pada menurunnya produksi
(Subekti et al. 2008; McWilliams et al. 1999;
Lee 2007).
Keragaan ekonomi paket teknologi
BUJAKA
Grafik perbandingan penerimaan, biaya,
dan keuntungan usahatani jagung dengan
penerapan teknologi BUJAKA dibandingkan
dengan teknologi eksisting disajikan pada
Gambar 5.
183 Analisis Agronomi dan Ekonomi Paket Teknologi Bujaka (Budidaya Jagung Toleran Kekeringan) di Kabupaten
Gorontalo(Jaka Sumarno, Teddy Wahyana Sale), Muhammad Fitrah Irawan Hannan, Hasyim Jamalu Moko, dan
Aryandi K. Rahman)
Gambar 5. Grafik analisis finansial teknologi
BUJAKA dibandingkan teknologi
eksisting pada dua musim tanam
Penerimaan usahatani jagung dengan
paket teknologi BUJAKA baik pada musim I
maupun musim II, lebih tinggi dibandingkan
dengan teknologi eksisting. Rata-rata
peningkatan penerimaan usahatani tersebut
mencapai 46 persen dibandingkan usahatani
dengan teknologi eksisting. Hasil analisis
menunjukkan adanya perbedaan penerimaan
usahatani pada musim I dan musim II, dimana
penerimaan usahatani jagung pada musim II
lebih tinggi dibandingkan pada musim I baik
usahatani jagung dengan paket teknologi
BUJAKA maupun teknologi eksisting. Hal ini
karena rata-rata produktivitas jagung pada
musim I lebih rendah dibandingkan musim II,
yang disebabkan oleh rendahnya rata-rata curah
hujan bulanan pada musim I, sehingga tanaman
jagung lebih banyak mengalami cekaman
kekeringan terutama pada fase pembungaan
dan pengisian biji yang berdampak pada
rendahnya produksi pada musim I.
Dari sisi biaya produksi, penerapan
teknologi BUJAKA membutuhkan biaya
usahatani yang lebih besar dibandingkan
dengan teknologi eksisting. Biaya produksi
jagung dengan teknologi BUJAKA mencapai
Rp.7.006.000,-, lebih tinggi dibandingkan biaya
produksi jagung teknologi eksisting, dengan
biaya Rp.5.046.000,-. Peningkatan biaya
produksi akibat penerapan teknologi BUJAKA
yaitu sebesar 39%. Peningkatan biaya ini akibat
penggunaan ZPT, biodekomposer, peningkatan
dosis pupuk kimia, penggunaan pupuk
pelengkap cair, pupuk organik dan biaya tenaga
kerja untuk aplikasi teknologi. Meskipun dari
sisi biaya produksi teknologi BUJAKA lebih
tinggi dari teknologi eksisting, namun
keuntungan yang diperoleh usahatani jagung
dengan teknologi BUJAKA masih lebih tinggi
dibandingkan teknologi eksisting pada dua kali
musim tanam yang telah dilakukan. Hal ini
karena dengan penerapan teknologi BUJAKA,
produktivitas yang dihasilkan juga lebih tinggi
dari teknologi eksisting sehingga menghasilkan
penerimaan yang lebih tinggi. Dari dua kali
musim tanam, rata-rata keuntungan usahatani
jagung dengan paket teknologi BUJAKA
mencapai Rp.13.857.792,-, sedangkan
keuntungan usahatani jagung dengan teknologi
eksisting sebesar Rp.9.222.000,-. Rata-rata
peningkatan keuntungan usahatani jagung
dengan penerapan teknologi BUJAKA
mencapai 50%. Hasil ini membuktikan bahwa
paket teknologi BUJAKA yang dikaji efisien
secara ekonomi karena mampu meningkatkan
keuntungan usahatani.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pendapatan petani jagung dengan penerapan
teknologi BUJAKA yang diperoleh juga
berbeda berdasarkan varietas yang digunakan.
Keragaan pendapatan tertinggi yang dicapai per
varietas selama dua musim tanam disajikan
pada Gambar 6. Pendapatan tertinggi dicapai
oleh paket teknologi BUJAKA dengan varietas
JH 37. Pendapatan tertinggi kedua dan ketiga
dicapai oleh varietas JH 27 dan JH 45.
Tingginya pendapatan yang diperoleh dengan
varietas tersebut berdasarkan tingginya tingkat
produktivitas yang dicapai oleh ketiga varietas
tersebut dibandingkan varietas lainnya,
sehingga menghasilkan penerimaan yang juga
lebih tinggi. Dengan demikian ketiga varietas
ini dapat direkomendasikan untuk ditanam pada
kondisi cekaman kekeringan karena
menghasilkan tingkat efisiensi ekonomi yang
tertinggi.
Gambar 6. Grafik keragaan pendapatan tertinggi per
varietas jagung dengan penerapan
teknologi BUJAKA
184 Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol. 24, No.2, Juli 2021: 175-186
Kelayakan finansial usahatani jagung
dengan teknologi BUJAKA bisa juga diketahui
dengan parcial budget analysis teknologi. Hasil
parcial budget analysis teknologi BUJAKA
disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis
menunjukkan bahwa perubahan penerapan dari
teknologi eksisting menjadi teknologi
BUJAKA, diperlukan tambahan biaya sebesar
Rp1.960.000,-/ha. Artinya biaya untuk
menerapkan teknologi BUJAKA lebih tinggi
dibanding teknologi eksisting. Peningkatan
biaya tersebut terjadi karena untuk menerapkan
teknologi BUJAKA dibutuhkan input produksi
tambahan yaitu ZPT, biodekomposer,
tambahan pupuk, pupuk pelengkap cair, pupuk
organik. Namun demikian, dengan penerapan
teknologi BUJAKA, produktivitas meningkat
secara nyata. Produktivitas rata-rata introduksi
teknologi BUJAKA sebesar 5215,95 kg/ha,
meningkat dibandingkan dengan produktivitas
rata-rata teknologi eksisting sebesar 3567,01
kg/ha. Dengan peningkatan produktivitas ini,
menyebabkan penerimaan yang diperoleh
meningkat sebesar Rp.6.595.772,-/ha dan
keuntungan yang diperoleh meningkat sebesar
Rp.4.635.772/ha. Pada kondisi ini, maka
kelayakan finansial dari teknologi BUJAKA
dapat dilihat dari besarnya tingkat
pengembalian yaitu R = 2,36. Nilai R di atas
nilai minimum yaitu R>1 yang menunjukkan
bahwa teknologi BUJAKA layak secara
finansial untuk dipromosikan menggantikan
teknologi eksisting.
KESIMPULAN
Penerapan paket teknologi budidaya
jagung toleran cekaman kekeringan (BUJAKA)
mampu meningkatkan produktivitas rata-rata
jagung sebesar 46% dibandingkan teknologi
eksisting petani. Produktivitas rata-rata jagung
meningkat dari 3567,01 kg/ha menjadi
5215,95 kg/ha. Varietas jagung JH 37, JH 27
dan JH 45 mencapai produktivitas tertinggi dan
memiliki kemampuan adaptasi yang baik pada
kondisi cekaman kekeringan. Penggunaan
varietas jagung toleran kekeringan dan
ditunjang dengan teknologi budidaya
pendukung mampu meningkatkan produktivitas
dan mengurangi risiko kegagalan panen jagung
pada kondisi cekaman kekeringan.
Perubahan penerapan dari teknologi
eksisting menjadi teknologi BUJAKA,
diperlukan tambahan biaya sebesar
Rp.1.960.000,-/ha. Peningkatan biaya produksi
akibat penerapan teknologi BUJAKA sebesar
39%. Namun demikian, dengan penerapan
teknologi BUJAKA produktivitas meningkat
secara nyata berdampak penerimaan yang
diperoleh meningkat sebesar Rp.6.595.772,-/ha
dan keuntungan yang diperoleh meningkat
sebesar Rp.4.635.772/ha (meningkat sebesar
50%). Teknologi BUJAKA layak secara
finansial untuk dipromosikan menggantikan
teknologi eksisting dilihat dari nilai R >1
(2,36).
Tabel 4. Parcial budget analysis teknologi
BUJAKA dibandingkan teknologi
eksisting
Uraian
Perlakuan Margin (∆) Teknologi
BUJAKA
Teknologi
eksisting
Rp/Ha Rp/Ha Rp/Ha
Hasil Panen rata-rata (kg) 5215,95 3567,01 Harga Jagung per kg 4.000 4.000 Penerimaan (TR) 20.863.792 14.268.020 6.595.772
Biaya Variabel (VC) Bahan :
Benih 900.000 900.000 Fungisida dan ZPT 211.000 126.000 Biodekomposer 180.000 - Pupuk Urea 540.000 360.000 Pupuk Phonska 805.000 575.000 PPC 190.000 - Pupuk Organik 250.000 - Herbisida dan Insektisida 650.000 455.000
Jumlah biaya bahan 3.726.000 2.416.000 1.310.000
Tenaga Kerja : Pengolahan dan penyiapan lahan 850.000 850.000 Penanaman 750.000 750.000 Pemupukan 500.000 250.000 Aplikasi pupuk cair 200.000 - Aplikasi pupuk organik 200.000 - Pengendalian HPT 200.000 200.000 Panen dan pasca panen 580.000 580.000
Jumlah biaya tenaga kerja 3.280.000 2.630.000 Total Biaya Variabel (TVC) 7.006.000 5.046.000 1.960.000
Keuntungan Bersih (NI) 13.857.792 9.222.020 4.635.772
Tingkat pengembalian (Rate of return)
(R) = ∆NI/∆VC 236,52
185 Analisis Agronomi dan Ekonomi Paket Teknologi Bujaka (Budidaya Jagung Toleran Kekeringan) di Kabupaten
Gorontalo(Jaka Sumarno, Teddy Wahyana Sale), Muhammad Fitrah Irawan Hannan, Hasyim Jamalu Moko, dan
Aryandi K. Rahman)
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih kepada Bapak
Awaludin Hipi dan Amin Nur, Kepala BPTP
Gorontalo yang telah mendukung studi ini.
Ucapan terima kasih atas bantuan teknis dan
kerja para pihak yang berkontribusi dalam
penelitian ini: Aisyah Ahmad, Fatmah Sari
Indah Hiola, Sisvan Monoarfa, dan Hamzah
Gaharu.
DAFTAR PUSTAKA
Adebayo, M.A. dan A. Menkir. 2014.
Assessment of hybrids of drought
tolerant maize (Zea mays L.) inbred
lines for grain yield and other traits
under stress managed conditions.
Nigerian Journal of Genetics, 28: 19-
23.
Babić, V., J. Vančetović, S.Prodanović, N.
Kravić, M. Babić, dan V. Anđelković.
2015. Numerical classification of
western balkan drought tolerant maize
(Zea mays L.) Landraces. Journal of
Agricultural Science and Technology,
17: 455-468.
Bänziger, M., Setimela, S., D. Hodson, dan B.
Vivek. 2006. Breeding for improved
abiotic stress tolerance in maize
adapted to southern africa. Agricultural
Water Management, 80: 212-224.
Basuki, R.S, T.K. Moekasan, dan L.
Prabaningrum. 2013. Analisis
kelayakan teknis dan finansial
teknologi pengendalian hama terpadu
kentang dataran medium. Jurnal
Hortikultura, 23(1): 91-98.
Efendi, R. dan M. Azrai. 2010. Tanggap
genotype jagung terhadap cekaman
kekeringan: peranan akar. Jurnal
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan,
29(1): 1-10.
Efendi, R., A. Takdir, dan M. Azrai. 2017.
Daya gabung inbrida jagung toleran
cekaman kekeringan dan nitrogen
rendah pada pembentukan varietas
hibrida. Jurnal Penelitian Pertanian
Tanaman Pangan, 1(2): 83-96.
Fathi, A., dan D.B. Tari. 2016. Effect of
drought stress and its mechanism in
plants. International Journal of Life
Sciences, 10(1): 1 – 6.
Harrison, M.T., F. Tardieu, Z. Dong, C.D.
Messina, dan G.L. Hammer. 2014.
Characterizing drought stress and trait
influence on maize yield under current
and future conditions. Glob. Change
Bio., 20: 867-878.
Iriany, R.N., A.M. Takdir, M.H.G. Yasin, dan
M.J. Mejaya. 2007. Maize genotypes
tolerance to drought stress. Jurnal
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan,
26(3): 156-160.
Kebede, A.Z., A.E. Melchinger, J.E. Cairns,
J.L. Araus, D. Makumbi, dan G.N.
Atlin. 2013. Relationship of line per se
and testcross performance for grain
yield of tropical maize in drought and
well-watered trials. Crop Science, 53:
1228-1236.
Lee, C. 2007. Corn growth and development.
www.uky.edu/ag/grain crops.
McWilliams, D.A., D.R. Berglund, dan G.J.
Endres. 1999. Corn growth and
management quick
guide.www.ag.ndsu.edu.
Masuka, B., C. Magorokosho, M. Olsen, G.N.
Atlin, M. Bänziger, K.V. Pixley, B.S.
Vivek, M. Labuschagne, R. Matemba-
Mutasa, J. Burgenõ, J. Macrobert, B.M.
Prasanna, B. Das, D. Makumbi, A.
Tarekegne, J. Crossa, M. Zaman-Allah,
A. van Biljon, dan J.E. Cairns. 2017.
Gains in maize genetic improvement in
Eastern and Southern Africa: II.
CIMMYT open-pollinated variety
breeding pipeline. Crop Science, 57:
180.
Monneveux, P., C. Sa¡nchez, D. Beck, dan
G.O. Edmeades. 2006. Drought
tolerance improvement in tropical
maize source populations: evidence of
progress. Crop Science, 46: 180-191.
Nyombayire, A., R. Edema, G. Asea, dan P.
Gibson. 2011. Combining ability of
maize inbred lines for performance
under low nitrogen and drought
stresses. African Crop Science Journal,
10: 579-585.
186 Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol. 24, No.2, Juli 2021: 175-186
Riwandi, M. Handajaningsih, dan Hasanudin.
2014. Teknik Budidaya Jagung Dengan
Sistem Organik di Lahan Marginal.
Cetakan ke-1. UNIB Press, Bengkulu.
Sayadi, M.A.R., J. Tu, J. Qiu, dan Z. Liu. 2016.
Breeding for drought tolerance in
maize (zea mays L.). American Journal
of Plant Sciences , 07: 1858-1870.
Simtowe, F., E. Amondo, P. Marenya, D.
Rahut, K. Sonder, dan O. Erenstein.
Impacts of drought-tolerant maize
varieties on productivity, risk, and
resource use: Evidence from Uganda.
Land Use Policy, 88: 1-10.
Sopandie, D., dan Trikoesoemaningtyas. 2011.
Pengembangan tanaman sela di bawah
tegakan tanaman tahunan. Iptek
Tanaman Pangan, 6(2): 168-182.
Subekti, N. A., Syafruddin., R. Efendi dan S.
Sunarti. 2008. Morfologi Tanaman dan
Fase Pertumbuhan Jagung. Academia.
Hlm: 16-28,
https://www.academia.edu/
20013304/53666516_deskripsi_jagung
_1_?from=cover_page
Suwardi dan M. Azrai. 2013. Pengaruh
cekaman kekeringan genotype jagung
terhadap karakter hasil dan komponen
hasil. p.149-157. Seminar Nasional
Serealia. Meningkatkan Peran Peneliti
Serealia Menuju Pertanian
Berkelanjutan. Maros, 18 Juni 2013.
Syafruddin, M. Azrai, dan Suwarti. 2013.
Seleksi genotipe jagung hibrida toleran
N rendah. Buletin Plasma Nutfah,
19(2): 73-80.
Top Related