STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

30
STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG COLD FORMED STEEL TERHADAP BEBAN TEKAN TIM PENELITI 1. Ir. Putu Deskarta MASc. (Ketua) 2. Ir. Nyoman Sugita 3. Ir. MayUn Nadiasa PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2011

Transcript of STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

Page 1: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG

COLD FORMED STEEL TERHADAP BEBAN TEKAN

TIM PENELITI

1. Ir. Putu Deskarta MASc. (Ketua) 2. Ir. Nyoman Sugita 3. Ir. MayUn Nadiasa

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2011

Page 2: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

ABSTRAK

Di Indonsia, pemakaian baja ringan (CFS) untuk struktur kuda-kuda atap mulai berkembang

pesat semenjak tahun 2000. Dipilihnya material baja ringan tersebut karena costnya yang

berimbang dan bahkan bisa lebih murah dari menggunakan kayu kualitas bagus. Produk baja

ringan yang dijual secara bebas memungkinkan bagi siapa saja untuk membuat struktur baja

ringan tanpa harus bergantung pada perusahan agen. Agar dapat merencanakan struktur dan

melakukan perhitungan untuk mendapatkan jenis dan ukuran penampang yang akan dipakai

maka diperlukan pengetahuan tentang perilaku dari elemen struktur tersebut serta perilaku

strukturnya dalam menerima beban. Oleh sebab itu dilakukan penelitian untuk mengetahui

perilaku struktur baja ringan dan perilaku elemen batangnya dari elemen batang baja ringan

untuk mengetahui berapa perbandingan kekuatan elemen batang serta kekuatan sambungan

terhadap kekuatan struktur.

Penelitian dilakukan dengan membuat benda uji tekan elemen batang, benda uji geser

sambungan 4 skrup dan sambungan 6 skrup, dan benda uji struktur rangka. Untuk uji tekan

elemen batang dan uji geser sambungan, masing masing dibuat 3 benda uji, sedangkan untuk

pengujian struktur rangka batang dibuat 2 benda uji dengan ukuran yang sama namun dibedakan

pada jumlah skrup pada joint-joint nya. Struktur pertama menggunakan 4 buah skrup pada setiap

joint nya dan struktur kedua memakai 6 buah skrup pada setiap joint nya. Baja ringan yang

dipakai dalam pengujian adalah baja canal C 75-75 dengan tegangan leleh minimum 550 Mpa.

Skrup yang digunakan dalam pengujian adalah self drilling screw gauge 12 dengan kuat geser

baut 9 kN dan kuat tarik baut 15,2 kN.

Dari uji kuat tekan elemen batang didapat kuat nominal batang C 75.75 dengan panjang 75 cm

adalah sebesar 12 kN. Nilai ini dapat diprediksi dengan cukup tepat memakai metoda finite

strip, program CUFSM4 yang dibuat oleh Schafer, dan didapat hasil sekitar 80% dari hasil

experiment. Nilai yang lebih kecil didapat karena numerical analisis tidak memodelkan tekukan

pada pelat badan. Selanjutnya pada pengujian geser sambungan didapatkan hasil kuat geser

nominal per skrup sebesar 3 kN. Hasil ini setara dengan nilai prediksi memakai formula British

code BS 5950 Part 5, yang memberikan nilai prediksi kekuatan geser skrup dengan cukup tepat,

yaitu sekitar 108% dari hasil experiment.

Hasil pengujian struktur rangka mendapatkan bahwa struktur rangka yang memakai joint 6 skrup

memberikan hasil beban ultimit yang sama dengan yang memakai 4 skrup. Ini disebabkan karena

pada struktur ini keruntuhan tidak terjadi pada joint melainkan pada batang tekan atas. Jadi

pemakaian skrup dapat diperkecil sesuai dengan gaya yang terjadi pada joint. Pada beban ultimit,

gaya batang terbesar, yang terjadi pada batang tekan atas, mencapai kuat tekan elemen batang.

Ini menandakan kekuatan batang terpakai sepenuhnya dalam struktur rangka tersebut. Beban

ultimit pada struktur rangka dapat diprediksi dengan cukup tepat memakai analisa struktur linier

atau memakai program SAP 2000. Hasil beban ultimit yang didapat dari analisis struktur adalah

sekitar 112,5% dari hasil experiment.

Page 3: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

DAFTAR ISI

ABSTRAK …………………………. i

DAFTAR ISI …………………………. ii

DAFTAR NOTASI …………………………. iv

DAFTAR TABEL …………………………. vi

DAFTAR GAMBAR …………………………. vii

I. PENDAHULUAN …………………………. 1

1.1 PERUMUSAN MASALAH …………………………. 2

1.2 TUJUAN PENELITIAN …………………………. 2

1.3 BATASAN MASALAH …………………………. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………. 3

2.1 UMUM …………………………. 3

2.2 SIFAT-SIFAT MATERIAL DAN PENAMPANG …………………. 3

2.3 KUAT TEKAN ELEMEN BATANG BAJA RINGAN …………. 4

2.4 METODA DIRECT STRENGTH …………………………. 5

2.4.1 TEKUK LENTUR, TORSI ATAU LENTUR-TORSI …………. 5

2.4.2 TEKUK LOKAL …………………………. 5

2.4.3 TEKUK DISTORSIONAL …………………………. 6

2.5 METODE ELEMEN …………………………. 6

2.6 METODA INTERAKSI …………………………. 7

2.7 METODA FINITE STRIP …………………………. 7

2.8 BRITISH CODE BS 5950 …………………………. 8

2.9 METODA AISC …………………………. 9

Page 4: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

2.10 SAMBUNGAN …………………………. 10

III. METODA PENELITIAN …………………………. 13

3.1 RANCANGAN BENDA UJI …………………………. 13

3.2 UJI TEKAN ELEMEN BATANG …………………………. 14

3.3 UJI GESER SAMBUNGAN …………………………. 15

3.4 UJI STRUKTUR RANGKA BATANG …………………………. 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………. 17

4.1 HASIL UJI TEKAN BATANG …………………………. 17

4.2 HASIL UJI GESER SAMBUNGAN …………………………. 20

4.3 HASIL UJI STRUKTUR RANGKA BATANG …………………. 25

V. KESIMPULAN …………………………. 29

DAFTAR PUSTAKA …………………………. 31

Page 5: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

BAB 1.

PENDAHULUAN

Dengan semakin langkanya material kayu untuk konstruksi bangunan, diiringi semakin

berkembangnya produk baja, kini telah banyak konstruksi bangunan khususnya rangka atap,

partisi dan plafon memakai material cold formed steel (CFS) atau istilah umumnya baja ringan.

Di Indonsia, pemakaian CFS untuk struktur kuda-kuda atap mulai berkembang pesat semenjak

tahun 2000. Dipilihnya material baja ringan tersebut karena costnya yang berimbang dan bahkan

bisa lebih murah dari menggunakan kayu kualitas bagus. Selain dari itu keawetannya juga lebih

baik dan umur dari konstruksinya lebih lama dibandingkan dengan konstruksi kayu.

Sepertihalnya dengan baja biasa, baja ringan juga memiliki berbagai jenis penampang yang dapat

digunakan untuk berbagai kebutuhan. Namun perbedaan yang utama dari baja ringan ini adalah

ketebalanya yang kecil yaitu ± 0.8mm, jauh lebih kecil daripenampang baja biasa sehingga

membuat dia lebih ringan.

Untuk membangun sebuah konstruksi baja ringan, pemilik bangunan, perencana atau kontraktor

utama umumnya hanya bisa membeli produk jadi, tidak dapat terlibat dalam perencanaan

strukturnya. Perusahan-perusahan agen dari produsen material baja ringan sudah menentukan

disain strukturnya berdasarkan perhitungan yang mereka buat tanpa kita dapat melakukan

verifikasi. Hal ini diakibatkan karena informasi tentang perilaku dari elemen batang baja ringan

tidak bisa diketahui secara umum seperti halnya dengan produk baja biasa, informasi tersebut

merupakan rahasia dari perusahan.

Dijualnya produk baja ringan secara bebas memungkinkan bagi siapa saja untuk membuat

struktur baja ringan tanpa harus bergantung pada perusahan agen. Agar dapat merencanakan

struktur dan melakukan perhitungan untuk mendapatkan jenis dan ukuran penampang yang akan

dipakai maka diperlukan pengetahuan tentang perilaku dari elemen struktur tersebut. Selain itu

perlu juga diketahui bagaimana perilaku strukturnya dalam menerima beban. Oleh sebab itu

perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui perilaku struktur baja ringan dan perilaku elemen

batangnya dari elemen batang baja ringan sehingga dapat dipakai sebagai acuan oleh siapa saja

dalam merencanakan struktur dari baja ringan.

Struktur baja ringan yang paling banyak dipakai adalah struktur untuk rangka atap atau kuda-

kuda. Rangka kuda-kuda merupakan struktur yang lebih mendekati pada struktur rangka batang

dimana elemen batangnya hanya mengalami gaya normal saja. Akan tetapi karena elemen batang

Page 6: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

dari kuda-kuda khususnya batang tepi atas dan batang tepi bawah umumnya dibuat menerus

maka dapat terjadi moment pada joint-jointnya. Keruntuhan sering terjadi pada joint tersebut

karena penampangnya mengalami tekuk lokal. Untuk memahami perilaku struktur kuda-kuda

tersebut dan perilaku elemen elemen batangnya dalam menerima beban maka akan dilakukan

sebuah penelitian tentang perilaku struktur rangka batang cold formed steel (baja ringan)

terhadap beban tekan.

1.1 PERUMUSAN MASALAH

Keruntuhan suatu struktur rangka batang akibat beban dapat ditinjau dari besarnya deformasi

struktur, runtuhnya elemen batang maupun joint. Jika kita tinjau suatu struktur rangka batang

yang mengalami keruntuhan, tidak semua batang kekuatannya terpakai secara penuh. Hanya

batang yang paling kritis (yang mengalami gaya terbesar) yang kekuatannya terpakai maksimal.

Permasalahannya adalah seberapa besar gaya pada batang yang paling kritis tersebut pada saat

runtuh dibandingkan dengan kapasitas beban dari batang itu, atau dengan kata lain seberapa

bagian kekuatan batang yang terpakai. Selanjutnya apa penyebab dari tidak tercapainya kekuatan

batang tersebut, bagaimana pola keruntuhan dan dimana keruntuhan terjadi.

1.2 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perilaku struktur baja ringan dalam menerima beban

dan menganalisa penyebab dari keruntuhan serta mencari berapa nilai besar kapasitas batang

yang terpakai pada saat keruntuhan struktur.

1.3 BATASAN MASALAH

Perilaku suatu struktur sangat bergantung dari jenis struktur dan penampang yang dipakai. Untuk

itu pada penelitian ini batasan struktur yang diteliti adalah struktur kuda-kuda bentang pendek

dengan memakai elemen batang penampang berbentuk C.

Page 7: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Baja ringan yang istilah asingnya disebut Cold Formed Steel adalah produk propil baja yang

dibentuk dari lembaran baja pelat tipis dengan ketebalan umumnya berkisar antara 0.5 mm

sampai dengan 3,2 mm. Pembentukannya dilakukan dengan menekuk pelat baja strip melalui alat

cetak yang berupa roll dalam keadaan tempratur biasa (suhu ruang). Pelat baja yang akan dicetak

sebelumnya sudah dilapisi dengan lapisan galvanis atau alumunium untuk mencegah korosi.

Dengan dibentuknya pelat baja strip tersebut menjadi batang dengan penampang berbentuk C, U

atau Z membuatnya mampu dipakai sebagai batang penerima beban seperti batang baja propil

umumnya. Penampang berbentuk C dan Z umumnya dipakai untuk elemen batang struktur

rangka atap atau rangka kuda-kuda, dimana sambungan batang atau jointnya dilakukan dengan

menempelkan badan dari batang-batangnya yang disatukan dengan skrup. Sedangkan

penampang berbentuk topi yang dinamakan hat section dipakai untuk gording. Berikut ini adalah

gambar dari penampang tersebut diatas.

2.2 Sifat-Sifat Material dan Penampang

Guna memenuhi efficiency dalam pemakaian bahan maka diproduksi penampang dengan

berbagai jenis ketebalan dan berbagai macam dimensi. Hasil experiment uji tarik menunjukkan

bahwa elemen yang lebih tipis memiliki tegangan leleh yang lebih besar dibandingkan dengan

yang tebal. Hal ini kearena pada proses pendinginan pelat baja, pelat yang lebih tipis mendingin

lebih cepat dengan pembentukan struktur yang lebih halus dibandingkan dengan pelat yang tebal.

Penelitian yang dilakukan oleh Mahmood, et. Al, (2005) terhadap kuat tarik pelat yang diambil

dari penampang dengan tebal 0,6mm dan 1 mm menunjukkan hasil seperti pada tabel berikut ;

Tabel 2.1 Hasil uji tarik elemen pelat dari batang CFS

Penampang σyex (Mpa) σuex (Mpa) σyn (Mpa) σun (Mpa) ε y (%) ε u (%)

Tebal 0,6mm 344 380 300 324 0,17 16.5

Tebal 1,0 mm 300 360 250 306 0,15 20

2.3 Kuat Tekan Elemen Batang Baja Ringan

Elemen batang dari struktur rangka baja ringan dalam menerima beban tekan dapat mengalami

tekuk lokal, distorsional atau tekuk global. Tekuk lokal adalah tekuk pada pelat yang berbatasan

dengan sayap pengaku, tekuk distorsional adalah tekuk pada elemen sayap yang yang disertai

dengan rotasi terhadap garis pertemuan dengan badan. Tekuk global (tekuk Euler) menyertakan

translasi seluruh elemen penampang, yang Jika diikuti dengan rotasi maka dinamakan tekuk

Lentur-Torsi.

Penampang Topi Penampang Z Penampang C

Page 8: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

Kwon dan Hancock (1992) melaporkan bahwa penampang canal tipis atau bentuk lain yang

memiliki sumbu simetri tunggal, seperti penampang topi dapat mengalami tekuk distorsional

ketika menerima gaya normal tekan. Menurut mereka formula Winter (1968) dapat dipakai untuk

memprediksi kuat tekan batang canal yang mengalami tekan. Formula Winter itu dinyatakan

sebagai berikut.

………….. (2.1)

Dimana; be = bagian efektif dari pelat dengan lebar b

Fy = tegangan leleh dari baja

σl = tegangan tekuk local elastic

Untuk memprediksi kuat tekan elemen yang mengalami tekuk distorsional, tegangan tekuk local

elastic (σl ) pada formula Winter diganti dengan tegangan tekuk distorsional elastic ( σde )

sehingga persamaan 2.1 menjadi

untuk λ > 0.673 ………….. (2.2)

untuk λ < 0.673

Dengan;

2.4 Metoda Direct Strength

Metoda Directh Strenght (DSM) diusulkan oleh Schafer sebagai pendekatan untuk memprediksi

kuat tekan elemen kolom dari baja ringan. DSM ini menggunakan perhitungan tekuk elastic

memakai persamaan yang rasional. Metoda ini berdasarkan pada kenyataan bahwa elemen

batang tekan baja ringan dapat mengalami tiga bentuk keruntuhan. Bentuk keruntuhan pertama

adalah tekuk lentur, torsi atau lentur-torsi. Bentuk kedua adalah tekuk local dan bentuk ketiga

adalah tekuk distorsional. Berdasarka DSM tersebut kuat tekan elemen batang baja ringan dapat

dihitung dengan persamaan berikut.

2.4.1 Tekuk Lentur, Torsi atau Lentur-Torsi

Untuk batang yang mengalami bentuk keruntuhan Tekuk Lentur, Torsi atau Lentur-Torsi kuat

tekan nominalnya ( Pne) dihitung dengan persamaan;

Untuk λc ≤ 1,5 yne PP )658.0(2cλ

………….. (2.3)

Page 9: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

Untuk λc > 1,5 y

c

ne PP )877.0

(2

………….. (2.4)

Dengan

………….. (2.5)

Py = Ag Fy

Pcre = beban tekuk terkecil dihitung dari tekuk lentur, torsi atau lentur-torsi

2.4.2 Tekuk Lokal

Untuk batang yang mengalami bentuk keruntuhan Lokal, kuat tekan nominal nya ( Pnl )dihitung

dengan persamaan;

Untuk λl ≤ 0,776 Pnl = Pne ………….. (2.6)

Untuk λl > 0,776 ………….. (2.7)

Dengan

Pcrl = beban tekuk kritikal local elastis

2.4.3 Tekuk Distorsional

Kuat tekan nominal batang yang mengalami tekuk distorsional (Pnd) adalah

Untuk λd ≤ 0,561 Pnd = Py ………….. (2.8)

Untuk λd > 0,561 ………….. (2.9)

Dengan

Pcrd = beban tekuk kritikal distorsional elastis

Kuat tekan dari elemen batang adalah nilai yang terkecil yang didapat dari perhitungan Pne, Pnl,

Pnd. Metoda DSM ini terbukti cukup tepat untuk memprediksi kuat tekan batang baja ringan yang

kedua ujungnya sendi (Schaver 2002).

2.5 Metode Elemen

Metode elemen adalah cara yang paling sederhana untuk menghitung nilai pendekatan beban

tekuk local elastic elemen batang CFS. Metoda ini mengasumsikan setiap elemen pelat yang

membentuk penampang bertumpu sederhana pada sisinya. Selanjutnya dihitung tegangan tekuk

untuk setiap elemen kemudian diambil nilai yang paling kecil.

Page 10: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

Penampang canal terdiri dari elemen pelat badan dan elemen sayap yang merupakan elemen

tertumpu pada dua sisinya (stiffened element) dan elemen lips (pelat ujung) yang hanya

bertumpu pada satu sisi (un-stiffened element). Dengan metoda elemen, tegangan tekuk kritis

pada setiap elemen pelat dari penampang tersebut adalah:

…………. (2.10)

Dengan;

E = Modulus Elastis

= Poisson.s ratio

t = tebal elemen pelat

w = lebar elemen pelat

k = koefisien tekuk sebagai berikut

k = 4 untuk stiffened elemen (pelat badan dan sayap)

k = 0,425 untuk un-stiffened elemen (pelat ujung)

Selanjutnya beban tekuk kritikal elastic dari batang adalah;

Pcrl = Ag * fcrl …………. (2.11)

2.6 Metoda Interaksi

Metoda interaksi adalah penyempurnaan dari metoda elemen, karena pada metoda elemen, pelat

dianggap bertumpu sendi pada kedua sisinya sedangkan pada metoda ini pengaruh dari pelat

pengakunya diperhitungkan dalam menentukan nilai k. Schafer, 2002 memberikan formula untuk

menghitung nilai k yaitu sebagai berikut:

Untuk elemen sayap (flenge) koefisien tekuk k adalah;

untuk h/b ≥ 1

untuk h/b < 1 ………….. (2.12)

Untuk elemen badan koefisien tekuk k adalah:

untuk h/b < 1 ………….. (2.13)

Selanjutnya perhitungan tegangan tekuk dan beban tekuk kritis sesuai rumus (2.10) dan (2.11).

2.7 Metoda Finite Strip

Tegangan tekuk kritis dari elemen pelat pada penampang CFS dapat dihitung secara numeric

dengan menggunakan metoda finite strip. Schafer telah membuat program yang dapat

dipergunakan secara bebas (CUFSM4) untuk menghitung tegangan kritis penampang. Dari hasil

Page 11: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

analisa penampang tersebut didapat grafik antara load factor terhadap panjang elemen. Nilai

load factor untuk tekuk local, distorsional dan global dapat diambil dari grafik sesuai dengan

panjang elemen yang ditinjau, selanjutnya besar beban tekuk kritis untuk tekuk local, distorsional

dan global adalah load factor x Py.

Pcrl = load factor tekuk local x Py

Pcrd = load factor tekuk distorsional x Py

Pcre = load factor untuk tekuk global x Py

2.8 British code BS 5950

British code BS 5950 memberikan formula untuk menghitung kapasitas dari suatu elemen batang

dari tegangan leleh material nya (σy) yaitu sebagai berikut

untuk memprediksi kuat penampang sebagai berikut:

- Kuat tarik murni …………. (2.14)

- Kuat tekan murni:

Batang pendek …………. (2.15)

Batang langsing …………. (2.16)

- Lentur murni …………. (2.17)

Kuat tarik, tekan dan lentur penampang yang didapat dari hasil perhitungan serta yang didapat

dari hasil pengujian elemen penampang diperlihatkan pada tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Hasil pengujian dan hasil perhitungan kapasitas batang CFS

Kapasitas Penampang Hasil pengujian Hasil perhitungan

Kuat tarik Penampang C 80x40x38x1,0

26 kN 20,66 kN

Kuat tekan batang pendek Penampang C 80x40x38x1,0

38 kN 33,70 kN

Kuat tekan batang langsing (1m panjang)

Penampang C 80x40x38x1,0

25 kN 22,84 kN

Kuat lentur Penampang C 80x40x38x1,0

1,5 kNm 0,97 kNm

Kuat lentur Penampang topi 40x30x15x0,6

0,38 kNm 0,26 kNm

Dari table tersebut terlihat bahwa hasil experiment masih lebih tinggi sekitar 50% dari hasil

prediksi dengan formula BS 5950

2.9 Metoda AISC

Page 12: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

AISC juga memberikan rumus untuk memprediksi elemen batang baja secara umum yang

mengalami tekan yaitu sebagai berikut;

Kuat tekan nominal Pn = Ag Fcr ………….. (2.18)

dengan Fcr adalah tegangan critical yang dihitung sbb:

Batang yang mengalami tekuk global 2

c

y

cr

fF

………….. (2.19)

Batang yang mengalami tekuk lokal

Untuk ycr FF )658.0(2cλQ

Q ………….. (2.20)

Untuk y

c

cr FF2

877.0

………….. (2.21)

Dimana E

f

r

Lk yc

c

1

………….. (2.22)

Q adalah factor reduksi tekuk yang nilainya berbeda untuk tekuk pada elemen tanpa pengaku

(seperti sayap) dan tekuk pada elemen dengan pengaku (seperti badan) yang dihitung sbb.

A. Elemen tanpa pengaku

Untuk elemen tanpa pengaku maka Q = Qs yang besarnya dihitung sbb.:

Untuk sayap propil I dan C

Qs = 1.415 – 1.66 10 –3

b/t Fy untuk Fyt

b

Fy

462250 ………… (2.23)

2)/(

138000

tbFyQs untuk

Fyt

b 462 …………. (2.24)

B. Elemen dengan pengaku

Untuk elemen dengan pengaku maka Q = Qa yang dihitung dengan rumus berikut.

tot

itot

A

AAQa

…………. (2.25)

Ai = ( b – be ) tw …………. (2.26)

dimana;

Ai adalah luasan yang tidak efektif menerima tekan (inefective area)

be adalah lebar efektif yang menerima tekan yang dihitung sbb:

Untuk badan propil I dan C,

Page 13: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

ftbf

tb w

e/

1501

856 jika b/t ≥

f

665 …………. (2.27)

2.10 Sambungan

Alat sambung yang paling umum dipergunakan pada struktur baja ringan adalah self drilling

screw yaitu skrup yang membuat lubang sendiri sekaligus mengencangkan sambungan. Skrup ini

di buat dalam berbagai jenis dan variasi guna memenuhi kerja yang di lakukan. Skrup dengan

kepala hexagonal paling umum digunakan karena dapat digabungkan dengan kepala drill. Ada

beberapa diameter skrup yang pemakaiannya disesuaikan dengan ketebalan elemen yang

disambung. Makin tebal elemen maka makin besar diameter skrup yang dipergunakan. Patokan

untuk menentukan ukuran skrup yang dipakai berdasarkan tebal pelat elemen penampang dapat

dilihat pada table 2.3 berikut.

Tabel 2.3 Panduan untuk penyesuaian diameter skrup terhadap pelat yang disambung

No skrup Diameter nominal Tebal total pelat yg disambung

# 6 3,505 mm s/d 2,8 mm

# 7, # 8

3,835 mm 4.166 mm

2,8 s/d 3,6 mm

# 10 4,826 mm 3,6 s/d 4,5 mm

#12 5,486 mm 4,5 s/d 5,4 mm

1/4 6,350 mm 4,5 s/d 5,4 mm

Sebagai gambaran tentang kuat nominal dari skrup, table berikut ini adalah hasil pengujian

terhadap skrup yang menggunakan material baja sesuai dengan AISI C-1022 yang didapat dari

Harvestruss.

Tabel 2.4 Hasil uji kekuatan skrup

Type Skrup Diameter ulir Ulir per inch Panjang Kuat tarik Kuat geser Kuat torsi

12-14x20 5,5 mm 14 bh 20 mm 15,2 kN 9,0 kN 15,0 kNm

10-16x16 4,87 mm 16 bh 16 mm 12,0 kN 6,9 kN 9,0 kNm

Keruntuhan pada sambungan pada elemen baja ringan umumnya terjadi pada pelat, bukan pada

skrup, karena tebal pelatnyanya yang kecil. Sehingga kuat sambungan elemen baja ringan

bergantung pada elemen yang disambung. Mahmood et.al melakukan pengujian terhadap

sambungan geser dan sambungan tarik. Pada sambungan geser, dua elemen batang

disambungkan dengan mempertemukan badannya, kemudian kudua ujung batang yang sambung

tersebut dilakukan uji tekan. Sedangkan pada sambungan tarik, badan kedua batang disatukan

kemudian dilakukan pengujian sedemikian sehingga skrup yang disambung pada propel topi

tercabut. Hasil dari pengujian tersebut ditunjukan pada table berikut.

Page 14: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

Tabel 2.5 Hasil uji kekuatan skrup pada sambungan

Pengujian Spesimen Kuat sambungan Kapasitas per skrup Formula BS 5950

Geser 2 skrup – pelat 0,6mm 3,00 kN 1,5 kN 0,85 kN

Geser 4 skrup – pelat 0,6mm 7,00 kN 1,75 kN 0,85 kN

Geser 2 skrup – pelat 1,0mm 7,5 kN 3,25 kN 1,7 kN

Geser 4 skrup – pelat 1,0mm 12,5 kN 3,125 kN 1,7 kN

Tarik 1 skrup-pd sayap C 1,5 kN 1,5 kN 0,73 kN

Tarik 2 skrup-pd sayap C 3,2 kN 1,6 kN 0,73 kN

Tarik 1 skrup-propil topi 1,0 kN 1,0 kN 0,53 kN

Tarik 2 skrup-propil topi 2,2 kN 1,1 kN 0,53 kN

British code BS 5950 Part 5 memberikan rumus untuk memprediksi kuat sambungan skrup pada

pelat yaitu sebagai berikut;

Untuk sambungan tarik, kuat nominal satu baut pada sambungan adalah yang terkecil dari

Pnt1 = 1,1 t3 ds Fyp …………. (2.28)

Pnt2 = 0,65 t4 ds Fyp …………. (2.29)

Untuk sambungan geser, kuat nominal satu baut pada sambungan adalah nilai terkecil dari

Pns1 = 3,2 (t33 d)

1/2 Fyp ………… (2.30)

Pns2 = 2,1 t3 d Fyp …………. (2.31)

Dimana; t3 = tebal pelat yang nempel pada kepala skrup

t4 = tebal pelat yang dekat dengan ujung skrup

ds = diameter skrup

d = diameter lubang

Fyp = tegangan leleh pelat

Hasil dari perhitungan rumus BS 5950 Part 5 tersebut dapat dilihat pada table diatas. Tabel diatas

menunjukkan bahwa hasil experiment hampir dua kali dari hasil yang didapat dari formula BS

5950.

Page 15: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

BAB 3

METODA PENELITIAN

3.1 Rancangan Benda Uji

Untuk mengetahui berapa perbandingan kekuatan elemen batang serta kekuatan sambungan

terhadap gaya ultimit yang terjadi pada batang serta sambungan tersebut, maka dibuat benda uji

tekan elemen batang, benda uji geser sambungan 4 skrup dan sambungan 6 skrup, dan benda uji

struktur rangka. Untuk uji tekan elemen batang dan uji geser sambungan, masing masing dibuat

3 benda uji. Untuk struktur rangka batang dibuat 2 benda uji dengan ukuran yang sama namun

dibedakan pada jumlah skrup pada joint-joint nya. Struktur pertama menggunakan 4 buah skrup

pada setiap joint nya dan struktur kedua memakai 6 buah skrup pada setiap joint nya.

Baja ringan yang dipakai dalam pengujian adalah baja canal C 75-75 dengan jenis material dan

ukuran penampang sebagai berikut:

Material jenis Galvanis G550 Z22, memakai baja mutu tinggi dengan;

Tegangan leleh minimum Fy min = 550 Mpa

Modulus Elastisitas E = 2,1x105 Mpa

Modulus Geser G = 8x104 Mpa

Penampang baja canal C75-75 berbentuk C dengan tambahan lips yaitu tekukan kedalam pada

ujung-ujungnya. Bentuk dari baja canal C75-75 ditampilkan dalam gambar 3.1 dengan dimensi;

Tinggi badan h = 75 mm,

Lebar sayap b = 30 mm,

Lebar lips c = 10 mm,

Tebal t = 0.75 mm.

Penampang tersebut memiliki sifat penampang;

Luas area A = 109.65 mm2

Momen inertia Ix = 95091 mm4

Iy = 13811 mm4

Modulus plastis Zx = 2535.5 mm3

= Sx

Zy = 673.7 mm3

= Sy

Inertia torsi J = 20.56 mm4

Jari-jari inertia rx = 29.45 mm ; ry = 11.22 mm

b

h

c

c

Gambar 3.1 Penampang C

Page 16: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

Skrup yang diganakan dalam pengujian adalah self drilling screw gauge 12 dengan kepala

hexagonal, dengan spesifikasi material sebagai berikut:

Kuat geser baut = 9 kN

Kuat tarik baut = 15,2 kN

Kuat torsi baut = 15 kNm

3.2 Uji Tekan Elemen Batang

Pada rangka batang dengan penampang yang seragam, umumnya keruntuhannya terjadi pada

batang yang tertekan akibat batang tersebut mengalami tekuk . Untuk itu maka hanya dilakukan

pengujian terhadap elemen batang yang mengalami tekan saja untuk mengetahui kuat tekan dari

batang tersebut. Panjang dari benda uji akan menentukan keruntuhan yang terjadi serta kuat

tekannya. Spesimen dengan batang yang pendek ditujukan untuk mengetahui kuat tekan akibat

keruntuhan tekuk local atau tekuk plastis, specimen dengan batang panjang ditujukan untuk

mengetahui kuat tekan akibat tekuk global atau tekuk elastis, dan specimen dengan panjang

batang menengah adalah untuk mengetahui kuat tekan akibat tekuk elastoplastis. Peraturan

memberikan petunjuk untuk batang pendek yaitu batang dengan panjang tiga kali lebar elemen

yang terpanjang. Penelitian ini hanya meneliti untuk panjang batang menengah yaitu

menggunakan panjang batang 75 cm yang Gambar 3.3 Pengujian Batang Tekan Gambar 3.2 Benda Uji Batang Tekan

Page 17: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

mewakili panjang batang dari elemen rangka batang yang menerima tekan. Tiga buah specimen

dari propil C 75.75 dibuat dan dilakukan pengujian tekan, seperti terlihat pada gambar 3.2. Untuk

menghindari terjadinya clamping (pelipatan) pada ujung yang ditekan maka pada kedua ujung

batang diberikan kayu pengisi yang dijepit seperti terlihat pada gambar 3.3

3.3 Uji Geser Sambungan

Pengujian kuat geser sambungan dilakukan untuk mengetahui kuat sambungan yang mengalami

gaya geser, dimana perilaku ini terjadi pada joint-joint dari rangka batang. Pengujian ini sering

disebut dengan istilah Single Lap Joint Test. Skrup yang dipakai adalah jenis self drilling screw

gauge 12 dengan diameter ulir 5,5 mm. Pada pengujian ini diuji sambungan untuk kombinasi

empat skrup dan enam skrup.Tiap kombinasi skrup dibuat tiga benda uji. Setiap specimen terdiri

dari dua batang jenis C 75.75 masing-masing dengan panjang 15 cm yang disatukan pada bagian

badannya dengan kombinasi skrup seperti diatas. Selanjutnya dilakukan uji tekan pada specimen

tersebut untuk mendapatkan kuat geser dari sambungannya. Gambar 3.4 memberikan ilustrasi

ukuran dan jarak skrup dari specimen uji geser sambungan, sedangkan gambar 3.5 dan 3.6

memperlihatkan benda uji dari sambungan 4 skrup dan 6 skrup.

10 cm

7.5 cm

10 cm

Sambungan 6 skrup Sambungan 4 skrup Tampak samping

Gambar 3.4 Jarak Skrup Pada Sambungan

Beban Beban Beban

• •

• • • •

• • • •

2.0 cm

2.0 cm

3.5 cm 2.5

cm

1.25

1.25

2.5 cm

Page 18: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

3.4 Uji Struktur Rangka Batang

Untuk mengetahui perilaku struktur rangka batang dari penampang baja ringan dalam menerima

beban maka dilakukan pengujian pada struktur rangka batang. Dibuat dua buah specimen rangka

batang, satu specimen memakai sambungan 4 skrup pada jointnya dan specimen yang kedua

dengan memakai sambungan 6 skrup pada jointnya. Batangnya-batangnya memakai penampang

jenis C 75.75 dan skrupnya memakai skrup gauge 12 (dia. 5,5mm). Struktur diletakan pada dua

tumpuan roll, dan pada tiga joint atas dikerjakan beban yang menekan joint tersebut. Joint-joint

tersebut ditekan oleh satu alat penekan dengan bantuan balok baja I dan batang vertical

sedemikian sehingga ketiga joint tersebut tertekan oleh alat penekan yang ditransfer ke balok I.

Dengan kondisi seperti ini maka ketiga joint tersebut dikerjakan deformasi yang seragam, bukan

beban yang sama seperti bagaimana pengertian pada umumnya. Selanjutnya dilakukan pengujian

dengan memberikan beban tekanan pada joint dan dilakukan pencatatan deformasi dari joint

tersebut serta beban yang terbaca pada alat. Gambar 3.7 dan 3.8 memperlihatkan salah satu

benda uji struktur rangka batang dan pengujian yang dilakukan, sedangkan gambar 3.9

mengilustrasikan sistem pengujian serta ukuran-ukuran dari struktur rangka batang tersebut.

Gambar 3.5 Spesimen Sambungan 4 Skrup Gambar 3.6 Spesimen Sambungan 4 Skrup

Page 19: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

Gambar 3.8 Sistem Pengujian dan Ukuran- Ukuran Rangka Batang

72 cm

42.7 cm cm

104.5 cm cm

104.5 cm cm

24 cm 24 cm

Alat penekan dari mesin

Balok propil I

Gambar 3.8 Pengujian Rangka Batang

Gambar 3.7 Benda Uji Rangka Batang

Page 20: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Uji Tekan Batang

Pengujian tekan pada benda uji batang C 75.75 dengan panjang 75 cm menghasilkan data

hubungan antara beban dan deformasi seperti ditunjukan pada table 4.1. Dari data tersebut dapat

dilihat bahwa beban maksimum berbeda untuk tiap benda uji namun beban dimana mulai

terjadinya deformasinya yang sangat besar akibat benda uji mengalami tekuk distorsional hampir

sama yaitu pada beban 11 sampai 12 kN. Benda pertama memberikan beban maksimum 12,5 kN

sedangkan benda uji kedua dan ketiga memberikan beban maksimum sampai 15 kN, namun

disertai dengan deformasi inelastis yang sangat besar. Dari data ketiga benda uji tersebut diambil

kesimpulan kuat nominal batang C 75.75 dengan panjang 75 cm dipakai sebesar 12 kN.

Tabel 4.1 : Hasil Uji Tekan Batang

Benda Uji 1 Benda Uji 2 Benda Uji 3

Beban Translasi Beban Translasi Beban Translasi (kN) (mm) (kN) (mm) (kN) (mm)

0 0 0 0 0 0

2 0.4 2 0.38 2 0.39

4 0.8 4 0.79 4 0.79

6 1.22 6 1.2 6 1.19

8 1.68 8 1.65 8 1.64

10 2.52 10 2.35 10 2.3

11 3.5 12 3.25 12 3.6

12.5 10 14 4.9 14 5.8

15 6.7 15 9.8

16 10

Salah satu grafik yang menggambarkan hubungan antara beban terhadap deformasi ditunjukkan

pada gambar 4.1. Dari garfik itu dapat dilihat bahwa beban maksimum sebesar 12.5 kN terjadi

pada deformasi 7 mm. Hubungan linier berdasarkan hukum Hoke terjadi sampai beban 8 kN.

Setelah itu peningkatan beban tidak lagi linier akibat mulai terjadi tekuk lokal pada badan dan

dilanjutkan dengan tekuk distorsional pada sayap. Pada beban 11 kN tekuk distorsional mulai

tampak, setelah itu peningkatan beban yang tidak terlalu besar sampai beban maksimum 12.5

kN. Setelah tercapai beban maksimum terjadi penurunan beban yang yang diikuti dengan

bertambah besarnya deformasi. Hasil yang didapat pada benda uji ke-2 dan ke-3 menunjukkan

Page 21: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

kemiripan pada saat mulai terjadinya tekuk local yaitu pada beban 11 sampai 12 kN. Akan tetapi

ada perbedaan pada beban maksimum yaitu mencapai nilai 16 kN pada benda uji ke-2 dan 15 kN

pada benda uji ke-3. Ini mungkin disebabkan oleh ketidak seragaman bentuk penampang karena

tipisnya pelat sehingga mengakibatkan perbedaan beban saat terjadinya tekuk distorsional.

Grafik hubungan beban dan deformasi dapat dilihat pada gambar 4.1, sedangkan Gambar 4.2

menunjukan foto terjadinya tekuk distorsional pada batang.

Metoda Elemen k fcrl (Mpa) Pcrl (kN)

Pelat Badan (Web) 4 33.6 3.68

Pelat Sayap (Flens) 4 209.7

Pelat Ujung (Lips) 0.425 200.5

Metoda Interaksi

Pelat Badan (Web) 5.23 43.9 4.81

Metoda Finite Strip 79.3 8.69

Catatan; luas penampang Ag = 109.6 m2

Analisa secara teoritis berdasarkan metoda elemen dengan

memakai nilai k untuk elemen sayap dan badan = 4 dan k untuk elemen ujung = 0,425,

persamaan (2.10) memberikan nilai tegangan tekuk local critis seperti pada table 4.2. Dari hasil

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Beban-Deformasi Elemen batang tekan

Gambar 4.2 Tekuk Pada Batang

Tabel 4.2 Kuat Tekan Elemen Batang Secara Teoritis

Page 22: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

tersebut ternyata tegangan minimum didapat pada elemen web yaitu sebesar 33,6 Mpa.

Selanjutnya dari hasil diatas, metoda interaksi hanya menghitung k untuk elemen web saja,

memakai persamaan 2.11, 2.12 dan 2.10, didapat hasil kweb = 5,23 dan fcrl = 43,9 Mpa. Hasil

numerical dengan Metoda finite strip (program CUFSM4 dari Schafer) dengan memberikan

input tegangan awal merata sebesar 345 Mpa, memberikan out put nilai load factor = 0,23,

sehingga fcrl = 0,23*345 = 79,4 Mpa. Dengan luas penampang C-75.57 sebesar 109,6 mm2, hasil

perhitungan kuat tekan crtical penampang berdasarkan ketiga metoda tersebut ditunjukkan pada

table 4.2.

Dari ketiga metoda ini, metoda elemen memberikan hasil yang paling kecil. Hal ini disebabkan

pengaruh kekakuan pelat sayap yang menumpu pada sisi badan tidak diperhitungkan. Sedangkan

pada metoda interaksi pengaruh kekakuan pelat sayapnya diperhitungkan sehingga memberikan

hasil yang lebih besar dari metoda elemen. Metoda finite strip memberikan hasil yang paling

besar dan diyakini sebagai hasil yang paling sesuai karena dua metoda lainnya menggunakan

banyak pendekatan dan penyederhanaan.

Perbandingan kuat tekan antar hasil teoritis dengan eperimen yaitu; hasil teoritis sebesar 8,69 kN

dan hasil experiment sebesar 11 kN. Lebih besarnya nilai experiment dibandingkan nilai teoritis

disebabkan karena pelat badan memiliki tekukan sepanjang batang (gambar 4.7) sehingga

pelatnya lebih kaku, yang mana tekukan ini tidak diperhitungkan pada analisa teoritis.

4.2 Hasil Uji Geser Sambungan

Pengujian kuat geser sambungan skrup dilakukan dengan memberikan beban tekan pada

sambungan sehingga skrup mengalami geser. Hasil pengukuran beban dan deformasi yang

terjadi pada setiap peningkatan beban dicatat hasilnya ditunjukkan pada table 4.3 dan 4.4 Dari

table tersebut dibuat grafik untuk masing-masing jenis sambungan guna melihat hubungan antara

beban terhadap deformasinya.

Grafik gambar 4.3 menunjukan hubungan antara beban dengan deformasi benda uji sambungan

dengan 4 skrup. Dari grafik tersebut dapat dilhat bahwa pada beban sampai 10 kN kurva masih

linier dan kurva mengalami sedikit penurunan sampai beban 12 kN. Setelah itu kurva

mendekati datar yang berarti peningkatan beban sangat kecil diiringi dengan deformasi yang

sangat besar. Beban maksimum dicapai pada 12,5 kN dan selanjutnya terjadi penurunan beban

seiring dengan bertambahnya deformasi.

Page 23: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

Tabel 4.3 : Hasil Uji Sambungan 4 Skrup

Benda Uji 1 Benda Uji 2 Benda Uji 3

Beban Translasi Beban Translasi Beban Translasi (kN) (mm) (kN) (mm) (kN) (mm)

0 0 0 0 0 0

2 0.39 2 0.12 2 0.10

4 0.73 4 0.65 4 0.20

6 1.08 6 1.41 6 0.44

8 1.42 8 1.80 8 0.95

10 1.73 10 2.30 10 1.70

12 2.34 12 2.80 12 2.30

12.5 5.26 13 5.42 13 5.12

Tabel 4.4 : Hasil Uji Sambungan 6 Skrup

Benda Uji 1 Benda Uji 2 Benda Uji 3

Beban Translasi Beban Translasi Beban Translasi (kN) (mm) (kN) (mm) (kN) (mm)

0 0 0 0 0 0

2 0.35 2 0.35 2 0.30

4 0.65 4 0.68 4 0.80

6 0.95 6 0.85 6 1.12

8 1.25 8 1.00 8 1.35

10 1.60 10 1.35 10 1.55

12 1.95 12 1.85 12 2.00

14 2.30 14 2.75 14 2.25

16 2.70 16 3.05 16 2.83

17 3.15 17 3.28 17 2.97

18 3.65 18 3.50 18 3.10

19 4.45 19 6.12 18.5 5.22

19.5 6.25

Sampai beban 12 kN deformasi skrup masih sangat kecil dan setelah itu mulai terjadi keruntuhan

tumpu pada pelat yang disambung yang dapat dilihat dari membesarnya lubang skrup. Pelat yang

mengalami keruntuhan tumpu adalah pelat yang berada pada ujung krup, sehingga akibatnya

skrup posisinya miring. Perilaku yang hampir sama juga didapatkan pada 2 benda uji

lainnya.Dari hasil ketiga benda uji tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kuat ultimit

sambungan tersebut 12 kN sehingga kuat geser ultimit per skrup nya adalah 3 kN.

Page 24: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

Pada benda uji sambungan dengan 6 skrup, kurva hubungan antara beban terhadap deformasi

ditunjukkan pada gambar 4.4. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa kurva mendekati linier

sampai beban mencapai 18 kN. Menuju beban 19 kN kurva tidak lagi linier dan selanjutnya

hampir mendatar sampai beban maksimum 19,5 kN. Keruntuhan yang terjadi pada sambungan 6

skrup juga diakibatkan oleh bertambah besarnya lubang pelat yang terletak pada ujung skrup

sama seperti pada sambungan 4 skrup. Namun ada suatu perbedaan yaitu sambungan 6 skrup

selain terjadi keruntuhan tumpu juga mengalami keruntuhan local pada elemen pelatnya yang

ditunjukkan dari menekuknya pelat badan seperti terlihat pada gambar 4.4. Perilaku yang hampir

Gambar 4.3 Grafik Beban-Deformasi Sambungan 4 Skrup

Gambar 4.4 Grafik Beban-Deformasi Sambungan 6 Skrup

Page 25: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

sama juga temukan pada 2 benda uji lainnya. Dari ketiga benda uji tersebut diambil kesimpulan

bahwa kuat ultimit sambungan 18 kN sehingga kuat geser ultimitnya perskrupnya 3 kN.

Dari sambungan 6 skrup tersebut juga didapat bahwa memperkecil jarak skrup sehingga menjadi

2 kali diameter untuk skrup tepi dan 4 kali diameter untuk skrup tengah tidak mengurangi kuat

nominal skrup.

Gambar 4.5 memperlihatkan perbandingan grafik beban–deformasi sambungan 4 skrup dan

sambungan 6 skrup. Dari grafik dapat dilihat bahwa sambungan 6 skrup memberikan kuat geser

yang lebih besar dibandingkan dengan sambungan 4 skrup. Namun ditinjau dari kekakuannya,

kedua sambungan tersebut memiliki kekakuan yang sama. Itu dapat dilihat dari kemiringan

grafik dari kedua sambungan tersebut yang hampir sama.

Bentuk keruntuhan yang terjadi pada sambungan 4 dan 6 skrup hampir sama yaitu keruntuhan

tumpu. Lubang baut pada pelat diujung skrup bertambah besar sehingga membuat posisi skrup

menjadi miring. Ini dapat dilihat pada gambar 4.6 dan 4.7. Selanjutnya tidak ditemukan adanya

kerusakan pada skrup.

Secara teoritis menurut persamaan 2.30 didapat nominal kuat geser skrup 2,44 kN dan

persamaan 2.31 menghasilkan 3,03 kN. Jadi nilai kuat nominal geser skrup adalah 4,33 kN. Nilai

kuat nominal secara teoritis ini tidak jauh berbeda dari nilai hasil experiment yaitu factor reduksi

* Pult = 0,75*3 kN = 2,25 kN.

Gambar 4.5 Perbandingan Sambungan 4 Skrup dan 6 Skrup

Page 26: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

4.3

Hasi

l Uji

Stru

ktur

Ran

gka

Bata

ng

Peng

ujian

struk

tur rangka batang dengan beban tekan seperti yang dimodelkan pada bab 3.4 menghasilkan data

hubungan antar beban dan deformasi yang dapat dilihat pada table 4.5. Data tersebut kemudian

disajikan dalam bentuk grafik gambar 4.8. Dari data dan grafik tersebut dapat dilihat bahwa

kedua struktur tersebut memiliki perilaku dan beban ultimit yang hampir sama. Dari grafik 4.8

dapat dilihat bahwa struktur berperilaku elastis sampai beban 16 kN dan mulai menjadi plastis

pada beban 18 kN. Beban terbesar yang tercatat adalah 19 kN namun dengan deformasi yang

sangat besar, sehingga dipakai beban ultimit sebesar 18 kN.

Pada grafik 4.8 tersebut juga ditampilkan hasil analisa statis linier dari model struktur rangka

batang tersebut dengan program computer SAP 2000. Dari grafik tersebut terlihat bahwa struktur

dengan 4 skrup memiliki kemiringan yang paling kecil kemudian diikuti oleh struktur 6 skrup

dan terbesar adalah hasil analisa SAP 2000. Walaupun demikian perbedaannya sangatlah kecil,

yang menyatakan bahwa kekakuan strukturnya hampir sama. Struktur dengan joint 6 skrup

otomatis lebih kaku dari struktur dengan joint 4 skrup sehingga memberikan kemiringan grafik

yang lebih besar.

Gambar 4.6 Keruntuhan Sambungan 4 Skrup Gambar 4.7 Keruntuhan Sambungan 6 Skrup

Page 27: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

Pola keruntuhan yang terjadi pada struktur dengan joint 4 skrup hampir sama dengan yang 6

skrup yaitu terjadinya tekuk pada batang tekan atas kearah sumbu lemah. Ini dapat dilihat pada

gambar 4.9. Selain itu juga terjadi tekuk local pada joint di tumpuan seperti terlihat pada gambar

4.10. Kedua struktur ini memberikan beban ultimit yang sama karena keruntuhan tidak terjadi

pada sambungan melainkan tekuk lateral pada batang.

Dengan menggunakan kuat tekan kritikal ultimit batang berdasarkan hasil experiment sebesar 11

kN, dan selanjutnya memprediksi beban ultimit struktur seperti pada model pembebanan gambar

3.8 menggunakan program SAP 2000 didapat hasil beban sebesar 16 kN. Hasil ini mendekati

dengan hasil yang didapat pada uji struktur rangka yaitu sebesar 18 kN. Sehingga dapat dapat

disimpulkan bahwa untuk memprediksi kekuatan struktur rangka, cukup diketahui kuat nominal

elemen batangnya kemudian dengan menggunakan analisa struktur linier atau program computer

beban ultimit struktur dapat diprediksi.

Tabel 4.5 : Hasil Pengujian Rangka Batang

Joint 4 skrup Joint 6 skrup

Beban Lendutan Beban Lendutan (kN) (mm) (kN) (mm)

0 0 0 0

2 0.52 2 0.43

4 0.91 4 0.78

6 1.28 6 1.13

8 1.65 8 1.5

10 2.01 10 1.84

12 2.37 12 2.18

14 2.75 14 2.56

16 3.13 16 2.94

18 4.32 18 3.62

18.5 8.62 18.5 5.6

19 15.22 19 12.5

Page 28: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

Gambar 4.8 Grafik beban dan deformasi pada struktur rangka

Gambar 4.9 Keruntuhan tekuk lateral pada batang tekan atas

Page 29: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

BAB 5 KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari penelitian struktur rangka baja ringan ini adalah:

1. Kekuatan elemen batang dapat diprediksi dengan cukup tepat memakai metoda finite

strip, program CUFSM4 yang dibuat oleh Schafer, Hasil numerical analisis sekitar 80%

dari hasil experiment. Nilai yang lebih kecil didapat karena numerical analisis tidak

memodelkan tekukan pada pelat badan.

2. Keruntuhan yang terjadi pada batang dengan panjang 10 kali lebar badan ternyata

diakibatkan oleh terjadinya tekuk local pada badan yang kemudian diikuti oleh tekuk

distorsional. Hal ini sesuai dengan hasil teoritis yang menunjukkan tekuk local

memberikan nilai tegangan tekuk kritis yang paling kecil.

3. Formula British code BS 5950 Part 5 memberikan prediksi kekuatan geser baut dengan

cukup tepat yaitu sekitar 108% dari hasil experiment. Nilai prediksi sangat ditentukan

oleh kuat leleh dari elemen pelat (Fyp) yang dipakai dalam perhitungan.

4. Sambungan yang memakai jarak skrup kepelat ujung 2 kali diameter dan jarak skrup ke

skrup 4 kali diameter memberikan hasil kuat geser per-skrup yang sama dengan

sambungan yang memakai jarak skrup yang lebih besar dari diatas.

5. Keruntuhan yang terjadi pada sambungan adalah keruntuhan tumpu pada pelat diujung

skrup dan keruntuhan tekuk pada bada pelat didepan sambungan.

6. Struktur rangka yang memakai joint 6 skrup memberikan hasil beban ultimit yang sama

dengan yang memakai 4 skrup. Ini disebabkan karena pada struktur ini keruntuhan tidak

terjadi pada joint melainkan pada batang tekan atas. Jadi pemakaian skrup dapat

diperkecil sesuai dengan gaya yang terjadi pada joint.

7. Pada saat beban ultimit, gaya batang terbesar yang terjadi pada batang tekan atas telah

mencapai kuat tekan elemen batang. Ini menandakan kekuatan batang terpakai

sepenuhnya dalam struktur rangka tersebut.

8. Beban ultimit pada struktur rangka dapat diprediksi dengan cukup tepat memakai analisa

struktur linier atau memakai program SAP 2000. Hasil beban ultimit yang didapat dari

analisis struktur adalah sekitar 112,5% dari hasil experiment.

Page 30: STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG …

DAFTAR PUSTAKA

Tahir, M.M., Thong, C.M. and Tan C.S., 2005. Performance of Locally Product Cold Formed

Steel Sections For Roof Truss System, Journal Teknologi Vol 42(B), UTM Mallaysia, pp 11-28

Tahir, M.M., Tan, C.S., and Shek, P.N., 2006. Typical Test on Cold Formed Steel Structures,

Procedings of the 6th

APSEC 2006

British Standard Institution (BSI), 1987, BS 5950 Part 5: Code of Practice for Design of Cold

Formed Thin Gauge Sections, British Standard Institution, UK.

Anonim, U.S. Department of Housing and Urban Development, 2003. Prescriptive Method for

Connecting Cold-Formed Steel Framing to Insulating Concrete Form Walls in Residential

Construction. Washington, DC

Kwon, Y.B. and Hancock, G.J. 1992. Strength Tests of Cold-Formed Channel Sections

Undergoing Local and Distortional Buckling, ASCE Journal of Structural Engineering, 118(7).

Schafer, B.W. 2002. Progress on the Direct Strength Method, Proceeding 16th

Int’l Spec. Conf.

on Cold-Formed Steel Structures, Orlando, Florida, 647-662.

American Iron and Steel Institute (AISI),2004. Design of Cold Formed Steel Structural Members

Using the Direct StrengthMethod, USA

Schafer, B.W. 2006. Designing Cold Formed Steel Using Direct Strength Method, 18th

International Specialty Conference on Cold Formed Steel Structures, Orlando, Florida

Schafer, B.W. 2006. Finite Strip Software CUFSM, www.ce.jhu.edu/bschafer/cufsm