Post on 11-Nov-2020
Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V, Universitas Brawijaya Malang, 2015
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI
PERAIRAN TELUK SEMARANG
Musta’in Adinugroho1, Subiyanto
1, Haeruddin
1
Magister Manajemen Sumberdaya Pantai, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, SH Semarang
Email: t41n_smg@yahoo.co.id
Abstract: Semarang bay is a bay that stretches from Kendal to Demak. This bay has some vital habitats such as
estuaries and mangroves that very importance for nursery ground of aquatic organisms such as fish larvae. Fish
larvae is dependent by the environment, especially their movement and migration. However human factors such
as industrial activities, harbours, residential area, farms and ponds disembogue in this bay. Sampling was
conducted between September and October 2014 at 15 stations. Sampling was carried out every two weeks using
bongo net (mesh size of 0.2 mm) which was drawn by boat with average speeds of 0.5 m/s for 10 minutes.
Identification of fish larvae carried out in Environmental dan Fisheries Resources Management Laboratory,
Diponegoro University. 5890 fish larvaes from 22 family were caught and were dominated by Lactarius
(36.01%), Stoleporus (28.30%), Atherinomorus (9.80%), Engraulis (7.22%) and Mugil (4.96 %). A small
number of fish larvae caught (below 1%) were identified as Gobiopterus, Paramoncanthus, Tylosurus,
Leiognathus, Strongylura and Dinematichthyini. Lactarius, Atherinomorus, Stolephorus, Engraulis and Mugil
were found in almost every stations. An abundance of fish larvae was found in station E1, C1, D1 and A1,
stations that were close to estuaries and mangrove vegetation. The type and number of fish larvae was quite
varied, this is related to the migration of fish and having appropriate environmental conditions for growth. The
existence of fish larvae are also influenced by the currents that distribute them. PCA analysis results indicate
that the total variance explained was 63.56% with an abundance of fish larvae being related to depth, salinity,
abundance of zooplankton and phytoplankton and current speed.
Keywords: pelagic fish larvae, composition, distribution, bay
PENDAHULUAN
Stadia larva adalah stadia atau siklus hidup ikan yang yang sifatnya sangat ditentukan
oleh lingkungannya terutama dalam pergerakan dan migrasinya. Awal daur hidup ikan
meliputi stadia telur dan perkembangannya, yaitu stadia larva dan juvenil (ikan muda). Ikan-
ikan pada stadia telur dan larva dapat digolongkan sebagai meroplankton karena sebagian dari
siklus hidupnya merupakan plankton sementara (Odum, 1993). Ikan memiliki preferensi
tersendiri dalam melakukan perkembang-biakan, tumbuh hingga menjadi dewasa. Harden
Jones’ dalam teori segi tiga migrasi (migration triangle hypothesis) memisahkan secara tegas
antara lokasi pemijahan (spawning area), daerah ipukan (nursery ground) dan daerah ikan
dewasa (adult ground). Pemisahan fisik dalam stadia hidup ikan (life-history stages)
merupakan suatu strategi dimana ikan melakukan migrasi pemijahan yang kemudian
melepaskan telur dan larva pada habitat yang berbeda dengan stadia dewasanya untuk
memperoleh kondisi yang menguntungkan yaitu seperti kesesuaian habitat yang dibutuhkan
pada tiap stadia, mengurangi terjadinya persaingan antar kelas umur dan mengurangi
kanibalisme. Kebanyakan ikan laut, baik yang hidup sebagai ikan pelagis maupun demersal,
ikan-ikan yang memiliki sebaran perairan pantai maupun oseanik, ikan-ikan tropis maupun
Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V, Universitas Brawijaya Malang, 2015
subtropics, mengeluarkan telur (spawn) yang bersifat pelagis yang kemudian dibuahi di luar
tubuh (externally fertilized) dan melayang di dekat permukaan air. Bagi berbagai jenis ikan
laut yang memanfaatkan sistem perairan pantai (coastal system) sebagai nursery, migrasi
telur, larva dan stadia awal juvenil dari tempat pemijahan (spawning area) dipengaruhi oleh
kondisi dan perubahan meteorologi perairan. Keberhasilan larva dan awal stadia juvenil ikan
mencapai nursery area akan sangat menentukan dalam tahapan proses rekrutmen stok ikan di
alam. Pada dasarnya akumulasi larva di daerah dekat pantai (nearshore zone) merupakan
proses yang pasif karena tipikal larva adalah planktonik. Larva bergerak menuju pantai
(onshore transport) pada saat periode arus air bergerak menuju ke arah pantai (Ammarullah,
2008). Daerah yang umumnya menjadi nursery ground ikan adalah daerah estuari, mangrove,
terumbu karang, lamun, rumput laut, dan lain-lain (Nybaken, 1992).
Teluk Semarang merupakan pantai utara Jawa yang terbentang dari Kabupaten Kendal
hingga Kabupaten Demak. Jarak antara pantai Tanjung Korowelang Kabupaten Kendal ke
pantai Morodemak Kabupaten Demak sekitar 23 mil dengan luas perairan kurang lebih 170,2
km2. Sifat perairan di sepanjang pantai di teluk ini umumnya memiliki sifat yang sama
(Suhariyono, 2003). Daerah ini memiliki habitat vital seperti estuari dan mangrove. Tercatat
ada 29 aliran sungai yang bermuara di teluk ini. Sedangkan luas hutan mangrove di Kota
Semarang, Kendal dan Demak adalah 94,39 ha, 238,88 ha dan 1154,55 ha (Dinas Kelautan
dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah, 2011). Habitat vital ini merupkan daerah yang penting
terutama bagi kehidupan organisme. Daerah seperti mangrove dan estuari (muara sungai)
merupakan daerah yang penting bagi larva organisme air untuk tumbuh dan berkembang.
Mengkaji distribusi dan komposisi larva ikan di perairan Teluk Semarang menjadi fokus
dalam penelitian ini.
METODE
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2014 pada 15 stasiun.
Pengambilan sample dilakukan sebanyak 4 kali, dengan interval waktu 2 minggu sekali.
Pengambilan sample larva pelagis ikan mengacu pada Backiel dan Welcomme (FAO, 1980)
yaitu menggunakan drift net sampler dengan mesh size 500 μm, diameter mulut 80 cm, pada
bagian akhir jaring dipasang penampung sampel. Drift net dioperasikan dengan ditarik perahu
dengan kecepatan stabil, kurang lebih 0,5 m/s selama 10 menit dengan metode swep area.
Sampel yang tertangkap dimasukkan ke botol sample dan diberi formalin hingga mencapai
konsentrasi 4%. Identifikasi larva pelagis ikan menggunakan Microskop dengan perbesaran
Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V, Universitas Brawijaya Malang, 2015
10-30 kali. Identifikasi mengacu pada buku Lies dan Carson-Eward (2000) dan Okiyama
(1988).
Gambar 1. Lokasi Sampling
Pengukuran parameter lingkungan perairan yang dilakukan diantaranya adalah salinitas,
pH, suhu, oksigen terlarut (DO), kecepatan arus, kedalaman dan total suspended solid (TSS)
serta parameter biologi yaitu kelimpahan fitoplankton dan zooplankton.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Distribusi dan Komposisi
Kelimpahan rata-rata paling banyak ditemukan pada stasiun E1, C1, D1 dan A1 yaitu
masing-masing 2385 ind/m3 (29,17%), 1249,60 ind/m
3 (15,24%), 956,80 ind/m
3 (11,70%)
dan 800 ind/m3 (9,78%). Stasiun ini merupakan daerah-daerah yang memiliki banyak
pertemuan muara sungai dan daerah yang memiliki vegetasi mangrove. Sedangkan
kelimpahan terendah ditemukan pada stasiun C3, B3 dan A3 yaitu masing-masing 106,06
ind/m3 (1,30%), 115,61 ind/m
3 (1,41%) dan 190,91 ind/m
3 (2,33%).
Larva ikan yang ditemukan pada penelitian ini terdiri 22 Famili yang terdiri dari
Ambasiidae, Apagonidae, Atherinidae, Bothidae, Belonidae, Bythitidae, Carangidae,
Chanidae, Engraulidae, Gobiidae, Hemiramphidae, Labridae, Lactaridae, Lethrinidae,
Leiognathidae, Lutjanidae, Monachantidae, Mugilidae, Mullidae, Oryziatidae, Syngnatidae,
Teraponidae. Kelimpahan ini merupakan kelimpahan larva ikan yang ditemukan selama
Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V, Universitas Brawijaya Malang, 2015
musim timur peralihan karena pengambilan sampling dilakukan pada bulan September-
Oktober 2015.
Gambar 2. Grafik Kelimpahan Larva Ikan Antar Stasiun
Jenis larva ikan yang paling banyak ditemukan adalah Lactarius dari famili Lactaridae
dengan jumlah 2121 individu (36,01%) diikuti oleh Stoleporus, Antherinomorus, Engraulis
dan Mugil masing-masing 1667 individu (28,30%), 577 individu (9,80%), 425 individu
(7,22%) dan 292 individu (4,96%). Sedangkan jenis yang dittemukan paling sedikit adalah
Gobiopterus, dan Paramoncanthus masing-masing 1 individu (0,02%), Tylosurus dan
Leiognathus, masing-masing 2 individu (0,03%), Mullidae sebesar 3 individu (0,05%),
Strongylura dan Dinematichthyini masing-masing 4 individu (0,07%).
Kelimpahan larva ikan yang ditemukan umumnya berada pada stadia postlarva, dimana
kuning telur sudah tidak ditemukan pada larva-larva ikan yang tersampling. Kelimpahan larva
ikan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, tingkah laku dan ketersedian makanan pada
habitatnya. Kelimpahan terbesar umumnya ditemukan di perairan pantai sedangkan makin ke
tengah laut, kelimpahan larva yang ditemukan kelimpahannya makin menurun. Hal ini
sebanding dengan kelimpahan plankton yang ditemukan, dimana plankton merupakan
makanan utama larva ikan. Kecilnya kelimpahan larva ikan yang ditemukan dikarenakan
kompetensi ruang yang tidak seimbang. Beberapa faktor lain adalah dugaan akan
kanibalisme, dimana larva ikan yang telah berkembang (menuju tahap juvenil) juga
melakukan pemangsaan terhadap larva-larva ikan. Komposisi jenis dan jumlah larva ikan
selama penelitian cukup bervariasi. Hal ini berkaitan dengan migrasi ikan mencari kondisi
lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan makanan untuk pertumbuhannya. Selain itu
keberadaan larva ikan juga dipengaruhi oleh arus yang mendistribusikan larva ikan.
A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 D1 D2 D3 E1 E2 E3
Kelimpahan 800.0 228.0 190.9 316.8 199.3 115.6 1249. 259.8 106.0 956.8 238.6 305.4 2385. 471.9 353.1
0
500
1000
1500
2000
2500
3000K
elim
pah
an (
ind
v/m
3)
Stasiun
Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V, Universitas Brawijaya Malang, 2015
Tabel 1. Komposisi Jenis dan Jumlah Larva Ikan (ind/m3)
No. Jenis Larva Ikan Sampling Total %
Famili Genera 1 2 3 4
1 Ambasidae Ambasis 40 7 13 7 67 1.14
2 Apagonidae Apagon 1 58 5 3 67 1.14
3 Atherinidae Atherinomorus 6 50 90 431 577 9.80
Atherion 0 0 34 11 45 0.76
4 Belonidae Tylosurus 0 2 0 0 2 0.03
Strongylura 0 2 2 0 4 0.07
5 Bothidae Bothinae 0 5 0 23 28 0.48
6 Bythitidae Dinematichthyini 0 4 0 0 4 0.07
7 Carangidae Caranx 0 79 18 4 101 1.71
8 Chanidae Chanos 101 51 14 6 172 2.92
9 Engraulididae
(Engraulidae)
Stoleporus 22 180 732 733 1667 28.30
Engraulis 0 191 21 213 425 7.22
10 Gobiidae Gobiopterus 1 0 0 0 1 0.02
Clariger 1 2 0 0 3 0.05
11 Hemiriphidae Hyporhamphus 0 3 1 2 6 0.10
12 Labridae Halioceres 0 2 7 2 11 0.19
13 Lactaridae Lactarius 11 610 435 1065 2121 36.01
14 Leiognathidae Leiognathus 0 1 1 0 2 0.03
15 Lethrinidae Letrinus 0 2 5 0 7 0.12
16 Lutjanidae Lutjanus 1 8 7 13 29 0.49
17 Monocantidae Paramoncanthus 0 0 1 0 1 0.02
18 Mugilidae Mugil 11 72 92 117 292 4.96
Liza 0 14 5 2 21 0.36
19 Mullidae Mullidae sp 3 0 0 0 3 0.05
20 Oryziatidae Oryzias 2 4 0 1 7 0.12
21 Syngnatidae Syngnathus 1 1 3 3 8 0.14
22 Teraponidae Terapon 26 27 124 42 219 3.72
Total 5890 100
Gambar 3. Grafik Kelimpahan Larva Ikan yang Tertangkap Selama Penelitian
Jenis ikan dari famili Lactaridae merupkan larva ikan yang banyak ditemukan di Teluk
Semarang. Lactarius merupakan jenis ikan pelagis, nearshore dan juga perairan laut yang tersebar
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
1 2 3 4 Total
Pre
sen
tase
Ju
mla
h J
enis
Sampling
Terapon
Syngnathus
Oryzias
Mullidae sp
Liza
Mugil
Paramoncanthus
Lutjanus
Letrinus
Leiognathus
Lactarius
Halioceres
Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V, Universitas Brawijaya Malang, 2015
di perairan Persian Gulf eastward hingga Taiwan dan Kepulauan Admiralty, dan menyebar ke
selatan hingga Australia and Fiji (Springer, 1982 dalam Leis, 1994). Ikan ini hidup di perairan
pantai berdasar lumpur, dapat mencapai panjang 40 cm, umumnya 15-30 cm. Tergolong ikan
demersal, Daerah penyebaran meliputi Laut Jawa (utamaya), bagian timur Sumatera, sepanjang
Kalimantan, Sulsel, Arafuru, ke utara meliputi Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai
Laut Cina Selatan, Philipinna, ke selatan sepanjang pantai utara Australia (STP, 2010). Dari jenis
ini dikenal dengan nama ikan lemah, lemahan, limat, tana, kapasan (Fishbase, 2015).
Larva ikan Atherinidae memijah bulan Mei-September (Okiyama, 1988 dalam Subiyanto et
al, 2008). Jenis ini adalah jenis ikan yang sering dijumpai di wilayah pantai serta menyukai
ekosistem lamun dan mangrove sebagai tempat tinggal, mencari makan dan memijah (Kimura, et
al, 2007). Ikan ini berukuran kecil dan suka mengelompok. Ikan ini juga banyak ditemukan di
perairan estuari dan laut serta makanan utamanya adalah zooplankton (Bray, 2012).
Larva ikan dari jenis Engraulidae yang ditemukan berasal dari jenis Engraulis dan
Stoleporus, jenis ini biasa disebut dengan jenis ikan teri-terian dan merupakan produksi
perikanan yang sangat komersil. Di Jawa Tengah sendiri ikan produksi ikan teri mencapai
3.518,00 ton (SIDATIK, 2013). Pesebaran ikan ini tersebar di perairan Indo-Pasifik Barat, Timur
Afrika, Gulf of Aden hingga Zanzibar, bagian utara Madagascar and Mauritius hingga kr Hong
Kong and Papua New Guinea. Ikan ini umumnya hidup berkelompok di perairan pesisir atau
pantai dan juga peraian payau. Di estuari Godavari India, jenis ikan dewasa ini ditemukan pada
bulan Februari hingga Juni pada salinitas perairan antara 19,6-32 ppt. Jenis ini bahkan hampir
tidak ditemukan pada musim penghujan dikarenakan kemungkinan siklus reproduksi atau
memijah. Jenis ini juga hidup secara pelagis dengan makanan utama plankton (dari jenis
copepoda dan larva udang) (Binohlan, 2015).
Jenis larva dari Mugilidae yang ditemukan di Teluk Semarang yaitu Mugil dan Liza. Jenis
ini dikenal dengan nama lokal ikan belanak. Ikan ini merupakan jenis ikan katadromus dan dapat
ditemukan di hampir semua perairan dunia diantara 40oLU hingga 40
oLS (Maseda dan Samira,
2006). Ikan ini tersebar di perairan timur India dan sebelah barat kawasan Pasifik. Ikan ini
ditemukan pada perairan pesisr, perairan pantai, laguna dan estuari. Ikan ini memijah di perairan
laut tetapi tumbuh dan berkembang dengan baik pada variasi salinitas yang lebar. Menurut Brusle
(1982) dalam Maseda dan Samira (2006), Jenis larva ini memiah pada bulan Juli hingga
Desember tergantung dari salinitas dan kondisi geografis.
Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V, Universitas Brawijaya Malang, 2015
Gambar 4. Sebaran Kelimpahan Larva Ikan di Teluk Semarang
Pola distribusi jenis dari larva ikan merupakan hasil integrasi yang komplek dari faktor bio-
fisika dan kimia di perairan sekitar tempat hidupnya, beberapa diantaranya adalah faktor-faktor
seperti perubahan musim, temperatur, salinitas, turbiditas, proses hidrodinamika dan faktor biotik
seperti predasi dan kompetisi (Harris et al, 1999).
Keragaman Jenis
Nilai Keanekaragaman larva ikan berkisar antara 0,74-1,4, ini artinya tingkat keragaman,
kesetabilan komunitas dan tekanan lingkungan berada pada tingkat rendah hingga sedang.
Besarnya nilai indeks keanekaragaman menunjukkan kaitannya dengan kondisi lingkungan
dengan musim pemijahan atau pun faktor-faktor bio fisika dan kimia perairan di setiap stasiun.
Indeks Keseragaman menunjukkan nikai berkiar antara 0,47-0,87, ini artinya tingkat
keseragaman jumlah tiap jenis larva ikan tidak sama dan ada kecenderungan dominasi dalam
komunitas. Rendahnya nilai keanekaragaman dan keseragaman disebabkan karena habitat dan
lingkungannya serta adanya dominasi oleh beberapa jenis. Nilai indeks keseragaman dihitung
guna mengetahui seberapa besar kesamaan penyebaran jumlah individu larva pada tingkat
komunitas (Odum, 1993) baik pada setiap lokasi maupun musim. Indeks keseragaman yang
diperoleh menunjukkkan keseragaman penyebaran jumlah individu. Indek Dominasi berkisar
antara 0,13-0,53, ini artinya komunitas didominasi oleh jenis tertentu. Nilai Indeks Dominasi
Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V, Universitas Brawijaya Malang, 2015
disetiap lokasi menunjukkan dominasi suatu jenis tertentu di suatu ekosistem. Dalam hal ini jenis
Lactarius Stoleporus, Antherinomorus, Engraulis dan Mugil mendomiasi perairan Teluk
Semarang.
Gambar 5. Nilai Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominasi
Analisis PCA
Analisa PCA (Principal Componen Analysis) dalam penelitian ini digunakan untuk
mengetahui hubungan antara subjek utama (kelimpahan larva ikan) dengan parameter lingkungan
dan biologi. Parameter yang terlibat diantaranya adalah kelimpahan fitoplankton dan zooplankon,
suhu, oksigen terlarut (DO), pH, arus, kedalaman, salinitas dan TSS. Hasil nilai total variance
explained pada analisis ini memperlihatkan hubungan atau keterikatan antara kelimpahan larva
ikan dengan parameter lingkungannya.
Hasil analisis PCA menunjukkan terbentuknya dua faktor bersama, yaitu faktor berama
satu (F1) dengan persentase variansnya yaitu 43,90% dan faktor bersama dua (F2) dengan
persentase variansnya 19,66% serta komulatif persentase varians yang terbentuk dari ke-dua
faktor bersama adalah sebesar 63,56%% dan sisanya 36,44% terdiri atas delapan faktor bersama.
Hal ini menunjukkan total ragam yang terjelaskan dari analisis komponen utama tersebut adalah
63,56%.
Hasil analisis PCA pada Nilai Rotated Component Matrixa menunjukkan terbentukknya
dua komponen. Komponen pertama terbentuk oleh kedalaman, salinitas, zooplankton,
fitoplankton, larva ikan dan arus. Sedangkan komponen kedua terbentuk oleh TSS, DO, suhu dan
A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 D1 D2 D3 E1 E2 E3
H' 0.74 1.01 1.02 1.00 1.10 1.14 0.89 1.11 1.36 1.04 1.11 1.16 1.23 1.32 1.40
e 0.47 0.65 0.65 0.77 0.67 0.80 0.57 0.60 0.87 0.53 0.74 0.69 0.62 0.78 0.78
D 0.53 0.35 0.35 0.23 0.33 0.20 0.43 0.40 0.13 0.22 0.26 0.31 0.38 0.22 0.22
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
Nila
i In
dex
Stasiun
Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V, Universitas Brawijaya Malang, 2015
pH. Hal ini menunjukkan bahwa kelimpahan larva ikan sangat dekat dengan kedalaman, salinitas,
kelimpahan zooplankton, kelimpahan fitoplankton dan arus karena berada pada satu komponen.
Gambar 6. Diagram Principal Componen Analysis
Tabel 2. Nilai Rotated Component Matrixa
Component
1 2
Zscore(Kedalaman) .925 .239
Zscore(Salinitas) .910 .033
Zscore(Zooplankton) -.805 -.325
Zscore(Fitoplankton) .760 .039
Zscore(Larva_Ikan) -.723 .160
Zscore(Arus) .618 .312
Zscore(TSS) .192 -.766
Zscore(DO) .258 .723
Zscore(Suhu) .048 .723
Zscore(pH) .292 .655 Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
a. Rotation converged in 3 iterations.
Tabel 3. Nilai Corelation Matrix Dalam Komponen 1
Salinitas Kedalaman Arus
Fito-
plankton
Zoo-
plankton Larva Ikan
Salinitas 1.000 0.923 0.451 0.646 -0.673 -0.605
Kedalaman 1.000 0.518 0.600 -0.804 -0.682
Arus 1.000 0.502 -0.647 -0.127
Fitoplankton 1.000 -0.604 -0.453
Zooplankton 1.000 0.368
Larva Ikan
1.000
Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V, Universitas Brawijaya Malang, 2015
Kedekatan larva paling erat adalah dengan kedalaman dan salinitas dengan masing-masing
nilai korelasi sebesar 60,5% dan 68,2% pada komponen tersebut. Kedekatan larva ikan diikuti
dengan kelimpahan fitoplankton, kelimpahan zooplankton dan arus yaitu dengan nilai korelasi
masing-masing 45,3%, 36,8% dan 12,7%. Kelimpahan larva ikan dekat dengan kedalaman dan
salinitas dikarenakan kelimpahan larva ikan paling banyak ditemukan di daerah pantai. Makin
tinggi salinitas dan kedalaman makin rendah kelimpahannya. Larva ikan yang telah mencapai
pantai telah mencapai fase post larva sehingga selain terpengaruh oleh arah dan arus pasang
surut, larva ikan telah memiliki kemampuan memilih lokasi yang cocok untuk tumbuh dan
berkembangnya (nursery ground). Disamping itu kelimpahan zooplankton dan fitoplankton
merupakan sumber makanan bagi larva ikan yang sedang tumbuh dan berkembang. Arus yang
tenang juga memberikan dampak bagi survival rate larva ikan sehingga dapat bertahan dari
kondisi yang ekstrem.
KESIMPULAN
Larva ikan yang ditemukan pada penelitian ini terdiri 22 Famili yang didominasi oleh jenis
Lactarius Stoleporus, Antherinomorus, Engraulis dan Mugil. Kelimpahan terbanyak ditemukan
pada stasiun-stasiun yang dekat dengan pantai/muara karena pada stasiun ini terdapat habitat vital
seperti estuari dan mangrove. Hubungan parameter lingkungan yang paling erat terhadap
kelimphan larva ikan adalah kedalaman, salinitas, kelimpahan fitoplankton dan zooplankton serta
arus.
DAFTAR PUSTAKA
M.H. Amarullah, “Hidro Biologi Larva Ikan Dalam Proses Recruitment,” Jurnal Hidrosfir
Indonesia., vol 3, no. 2, pp. 75-80, 2008.
APHA, Standart Methode for The Examination of Water and Wastewater 15th ed., Washington
DC, American Public Health Assoiation, 1981.
Binohlan. (2015) Stolephorus commersonnii webpage on Fish Base. [Online]. Avaliable:
http://www.fishbase.org/summary/566
D.J. Bray. (2012) Hardyheads, ATHERINIDAE webpage on Fishes of Australia. [Online].
Avaliable: http://www.fishesofaustralia.net.au/home/family/281
Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V, Universitas Brawijaya Malang, 2015
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah, Laporan Akhir: Identifikasi Kerusakan dan
Perencanaan Rehabilitasi Pantura Jawa Tengah, Semarang, Kementrian Kelautan dan
Perikanan Satuan Kerja Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah. 2011.
FAO. (1980) Guidelines for Sampling Fish in Inland Waters webpage on Food and Agriculture
Organization of The United Nations. [Online]. Avaliable:
http://www.fao.org/docrep/003/aa044e/aa044e03.htm
Fish Base. (2015) Common names of Lactarius lactarius webpage on Fish Base. [Online].
Avaliable: http://www.fishbase.org/comnames/CommonNamesList.php?ID=363
S.A. Harris., D.P. Cyrus., L.E. Beckley., “The Larval Fish Assemblage in Nearshore Coastal
Water Off The St. Lucia Estuary, South Africa,” Estuar. Coast. Shelf Sci., vol. 49, pp. 789-
811, 1999.
J.M. Leis., “Larvae, Adults and Relationships of the Monotypic Perciform Fish Family
Lactariidae,” Records of the Australian Museum., vol. 46, pp 131-143. 1994.
J.M. Lies., and B.M. Carson-Ewart., The Larvae of Indo-Pacific Coastal Fishes, An Identification
Guide to Marine Fish Larvae: Fauna Malesiana Handbook 2, Boston, Brill, 2000.
J.W. Nybaken., Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis, Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama,
1992.
E.P. Odum., Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga, Yogyakarta, UGM Press, 1993.
M. Okiyama., An Atlas of The Stage Fishes in Japan, Tokyo, Tokyo University Press. 1988.
S. Kimura., D. Golani., Y. Iwatsuki., M. Tabuchi., T. Yoshino., “Redescriptions of Indo-Pacific
Atherinid Fishes Atherinomorus forskalii, Atherinomorus lacunosus, and Atherinomorus
pinguis,” Ichth. Research, vol. 54, no. 2, pp. 145-159, 2007.
M. Meseda., El-Gharabawy dan S.A. Samira, “Spawning induction in the Mediterranean grey
mullet Mugil cephalus and larval developmental stages,” African Journal of Biotechnology,
vol. 5, no. 19, pp. 1836-1845, 2006.
Sekolah Tinggi Perikanan. (2010) Ikan lemah (Lactarius lactarius) webpage on Sekolah Tinggi
Perikanan. [Online]. Avaliable: http://www.stp.kkp.go.id/index.php/arsip/c/572/Ikan-
lemah-Lactarius-lactarius/
SIDATIK – Sistem Informasi Diseminasi Data Statistik Kelautan dan Perikanan (2013). Volume
produksi perikanan tangkap di laut menurut jenis ikan, 2008-2012 webpage on Pusat Data
Statistik dan Informasi Kementrian Kelautan dan Perikanan. [Online]. Avaliable:
http://statistik.kkp.go.id/index.php/statistik/c/5/1/0/0/Statistik-Perikanan-Tangkap-Perairan-
Laut/?perairan_id=5&provinsi_id=13&subentitas_id=18~0&view_data=1&tahun_start=20
08&tahun_to=2012&tahun=2015&filter=Lihat+Data+%C2%BB
Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V, Universitas Brawijaya Malang, 2015
Subiyanto., Ruswahyuni., dan G.C. Dwi., “Komposisi dan Distribusi Larva Ikan Pelagis di
Estuari Pelawangan Timur, Segara Anakan, Cilacap,” Jurnal Saintek Perikanan, vol. 4, no.
1, pp. 62-68, 2008.
Suhariyono, “Distribusi Ikan Demersal di Teluk Semarang” M.Pi. thesis, Universitas
Diponegoro, Sem