Post on 07-Jul-2020
1
ARAHAN GUNA LAHAN DI KAWASAN BAHAYA BENCANA TSUNAMI
STUDI KASUS: KAWASAN PERKOTAAN KALIANDA
Yaumil Azhari
email: yaumilazhari01@gmail.com
Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Jurusan
Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan
Institut Teknologi Sumatera
Abstract
Based on tsunami hazard information, Kalianda urban area located in the coastal area
of Sunda Strait has tsunami potential with estimated inequality reaching > 3m. The
geographical location of Kalianda urban area which is directly adjacent to the sea,
becomes one of the potential causes of tsunami disaster to reach Kalianda urban area.
Potential tsunami disasters make some locations in the urban area of Kalianda
potentially experiencing damage and losses. The impact of the tsunami can be seen
from the potential spreads that may occur, one of them by looking at land use around
Kalianda urban area. Land use in the disaster aspects of tsunami disaster risk
reduction into one element is considered. On the other hand, there has been no disaster
mitigation in Kalianda urban area. Based on this, the Government has an important
role in mitigate the tsunami hazard in Kalianda urban area. Therefore, the research
aims to see the spread of tsunami hazard against land use and policies of the spatial
plan of South Lampung regency.
Keywords: coastal areas, catastrophic hazards, Tsunami, disaster mitigation, land
use
2
Abstrak
Berdasarkan informasi bahaya bencana tsunami, Kawasan Perkotaan Kalianda yang
terletak di wilayah pesisir Selat Sunda memiliki potensi tsunami dengan estimasi
genangan mencapai > 3m. Letak geografis Kawasan Perkotaan Kalianda yang
berbatasan langsung dengan laut, menjadi salah satu penyebab potensi bencana tsunami
dpat mencapai Kawasan Perkotaan Kalianda. Adanya potensi bencana tsunami
membuat beberapa lokasi di Kawasan Perkotaan Kalianda berpotensi mengalami
kerusakan dan kerugian. Dampak tsunami dapat dilihat dari potensi sebaran yang
mungkin terjadi, salah satunya dengan melihat penggunaan lahan sekitar Kawasan
Perkotaan Kalianda. Penggunaan Lahan dalam aspek kebencanaan pengurangan risiko
bencana tsunami menjadi satu element yang turut dipertimbangkan. Disisi lain, belum
adanya mitigasi bencana terkait tsunami di Kawasan Perkotaan Kalianda. Berdasarkan
hal tersebut maka pemerintah mempunyai peran penting dalam memitigasi ancaman
bencana tsunami di Kawasan Perkotaan Kalianda. Oleh karena itu dilakukan penelitian
yang bertujuan untuk melihat sebaran bahaya bencana tsunami terhadap penggunaan
lahan dan kebijakann rencana pola ruang Kabupaten Lampung Selatan.
Kata Kunci: Wilayah Pesisir, Bahaya Bencana, Tsunami, Mitigasi Bencana,
Penggunaan Lahan
PENDAHULUAN
Wilayah pesisir merupakan daerah atau kawasan yang kaya akan potensi baik
dari sisi ekonomi, wisata, sumber daya serta potensi besar bencana. Wilayah pesisir,
laut dan pulau-pulau kecil merupakan kawasan yang sangat berpotensi terjadinya
bencana, dimana bencana yang paling banyak ditemui adalah kerusakan akibat gempa
bumi, tsunami. Kota Kalianda berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Lampung Selatan, termasuk ke dalam wilayah dengan potensi bahaya bencana alam
tsunami. Pada akhir tahun 2018 Kota Kalianda yang berbatasan langsung dengan Selat
Sunda mengalami bencana tsunami yang diakibatkan erupsi Gunung Anak Krakatau.
3
Salah satu kelurahan yang mengalami dampak bencana tsunami yaitu Kelurahan Way
Urang, Kalianda dan Bumi Agung. Dengan kondisi eksisting kawasan terbangun yang
lebih tinggi dimana sebagai pusat pemerintahan, perdagangan jasa dan kawasan
permukiman perkotaan, maka diperlukannya arahan khusus dalam meminimalisir
kerugian dan kerusakan akibat bencana alam tsunami yang mungkin terjadi.
Penggunaan lahan yang tepat menjadi salah satu aspek yang diperhatikan dalam
mengurangi dan meminimalisir terjadinya kerugian dan kerusakan (Sitorus, 2016).
Mengingat kondisi eksisting saat ini khususnya di Kelurahan Kalianda terdapat
kawasan permukiman yang masuk kedalam area sempadan pantai. Hal tersebut sangat
berpotensi merusak permukiman dan fungsi guna lahan lainnya. Dengan adanya
potensi ancaman bencana alam yang ada di Kawasan Perkotaan Kalianda, maka
dibutuhkan perancangan khusus yang menyesuaikan dengan kondisi ancaman bahaya
tsunami di Kawasan Perkotaan Kalianda. Salah satu langkah untuk mengurangi
kerugian dan kerusakan akibat bencana adalah dengan melakukan mitigasi bencana
tsunami di Kawasan Perkotaan Kalianda terhadap penggunaan lahan. Sehingga tujuan
penelitian ini ada;ah untuk mengarahkan zona guna lahan dalam menghadapi bahaya
bencana tsunami di Kawasan Perkotaan Kalianda. Tujuan penelitian yang dilakukan,
terdapat sasaran penelitian kali ini, yaitu:
1. Mengidentifikasi indikator bahaya bencana tsunami;
2. Mengidentifikasi guna lahan dan rencana pola ruang di Kawasan Perkotaan
Kalianda;
3. Mengidentifikasi sebaran bahaya bencana tsunami di Kawasan Perkotaan
Kalianda terhadap guna lahan dan rencana pola ruang;
4. Menentukan arahan penggunaan lahan berdasarkan bahaya bencana tsunami di
Kawasan Perkotaan Kalianda.
Bencana Alam Tsunami
Tsunami adalah sebuah ombak yang terjadi setelah sebuah gempa bumi,
gempa laut, gunung berapi meletus, atau hantaman meteor di laut (Sugito, 2008).
4
Tsunami dapat dipicu oleh bermacam-macam gangguan (disturbance) berskala besar
terhadap air laut, misalnya gempa bumi, pergeseran lempeng, meletusnya gunung
berapi di bawah laut, atau tumbukan benda langit. Dalam rekaman sejarah beberapa
tsunami diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya ketika meletusnya Gunung
Krakatau. Beberapa penyebab terjadinya tsunami menurut (Sugito, UPI, 2012) adalah
sebagai berikut :
• Longsoran Lempeng Bawah Laut (Undersea landslides)
Gerakan yang besar pada kerak bumi biasanya terjadi di perbatasan antar lempeng
tektonik. Celah retakan antara kedua lempeng tektonik ini disebut dengan sesar
(fault).
• Gempa Bumi Bawah Laut (Undersea Earthquake)
Gempa tektonik merupakan salah satu gempa yang diakibatkan oleh pergerakan
lempeng bumi. Jika gempa semacam ini terjadi di bawah laut, air di atas wilayah
lempeng yang bergerak tersebut berpindah dari posisi ekuilibriumnya.
• Aktivitas Vulkanik (Volcanic Activities)
Pergeseran lempeng di dasar laut, selain dapat mengakibatkan gempa juga
seringkali menyebabkan peningkatan aktivitas vulkanik pada gunung berapi.
• Tumbukan Benda Luar Angkasa (Cosmic-body Impacts)
Tumbukan dari benda luar angkasa seperti meteor merupakan gangguan terhadap
air laut yang datang dari arah permukaan.
Terdapat dua pendekatan dalam mitigasi bencana tsunami menurut (Wiloso &
Vienastra, 2018) yaitu:
1. Pendekatan Non Fisik
Mitigasi bencana tsunami dengan pendekatan non fisik biasanya dilakukan dengan
memetakan tingkat kerawanan daerah tertentu terhadap bencana tsunami
selanjutnya diadakan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan
berbagai hal yang berkaitan dengan tsunami.
2. Pendekatan Fisik
5
Mitigasi bencana dengan pendekatan fisik dapat dilakukan dengan upaya
struktural, non struktural, maupun gabungan antar keduanya. Mitigasi fisik
tsunami dapat dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya:
- Pendekatan non struktural dengan sabuk hijau (green belt)
- Pendekatan struktural dengan peringatan dini
- Bangunan sipil penahan tsunami
- Bangunan sipil untuk evakuasi
Bencana dan Penanggulangan Bencana
Definisi Bencana menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana menyebutkan, bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Penyelenggaran
penanggulangan bencana memerlukan suatu pendekatan dan perencanaan yang
matang. Salah satu kebijakan penanggulangan bencana yaitu pengembangan
Desa/Kelurahan Tangguh Bencana (DESTANA). Desa/Kelurahan Tangguh Bencana
adalah desa/kelurahan yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan
menghadapi ancaman bencana, serta memulihkan diri dengan segera dari dampak
bencana yang merugikan, jika terkena bencana.
Bahaya (H) Tsunami dalam risiko (R) bencana
Sumber: Perka BNPB No.2 Tahun 2012
6
Bahaya (hazard) dalam pengkajian risiko bencana sebagai hal yang berpotensi
menyebabkan terjadinya kecelakaan, cedera, hilangnya nyawa atau kehilangan harta
benda. Bahaya ini bisa menimbulkan bencana maupun tidak (Rachmatullah, Rogi, &
Tilaar, 2016). Bahaya dianggap sebuah bencana (disaster) apabila memungkinkan
menimbulkan korban dan kerugian. Bahaya mengacu pada kejadian baik alam maupun
akibat perbuatan manusia yang dapat menimbulkan bancana yang mengakibatkan
kerugian baik harta, benda, maupun nyawa.
Berikut merupakan indeks ancaman bahaya bencana tsunami, menurut
Peraturan Kepala BNPB No.2 Tahun 2012.
Tabel 1
Indeks Ancaman Bahaya Bencana Tsunami
Bencana Indikator Kelas Indeks Bahaya
Rendah Sedang Tinggi
Tsunami
Peta Estimasi Ketinggian
Genangan Tsunami/ Peta
Bahaya Tsunami
Rendah
(<1 m)
Sedang
(1-3 m)
Tinggi
(> 3 m)
Sumber: Perkab BNPB No 2 Tahun 2012
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan pada penelitian kali ini yaitu penelitian
deskriptif kuantitatif. Dalam pengertiannya disebutkan bahwa metode penelitian
deskriptif digunakan untuk memecakan sekaligus menjawab permasalahan yang terjadi
pada masa sekarang Mohamad Ali (1982:120) dalam (Margareta, 2013) Penelitian kali
ini memerlukan data olahan berupa data sekunder dan data primer. Untuk data primer
dilakukan dengan cara pengambilan data yaitu observasi lapangan, sedangkan untuk
data sekunder dilakukan dengan data yang didapat dari sumber bacaan maupun
permohonan data terkait ke instansi.
Teknik Analisa
1. Analisis Konten
7
Analisis konten menggambarkan atau menjelaskan suatu masalah yang hasilnya
dapat digeneralisasikan (Ahmad, 2018). Dalam penelitian kali ini, analisis konten
dilakukan dalam menentukan komponen fokus penelitan, yang nantinya
didapatkan gambaran secara umum mengenai topik yang sedang diteliti.
2. Analisis Spasial
Analisis spasial adalah sekumpulan teknik yang dapat digunakan dalam
pengolahan data Sistem Informasi Geografis (SIG). Analisa yang dilakukan
menggunakan teknik overlay dan proximity tools.
Kawasan Perkotaan Kalianda
Karakteristik sebagai pemusatan dan distribusi pelayanan barang dan jasa
didukung prasarana dan sarana termasuk penggantian moda transportasi dengan
pelayanan skala kabupaten atau beberapa kecamatan. Secara administratif, Kawasan
Perkotaan Kalianda pada lingkup studi kali ini mencangkup tiga kelurahan, yaitu
Kelurahan Way Urang, Kalianda dan Kelurahan Bumi Agung. Kelurahan Way Urang
memiliki luasan wilayah seluas 9,42 km2 atau sekitar 4,17 % dari luas Kecamatan
Kalianda, Kelurahan Kalianda dengan luasan 8,29 km2 atau sekitar 3,67% luas
Kecamatan Kalianda, dan Kelurahan Bumi Agung dengan luasan 5,11 atau sekitar
2,26% dari luas kecamatan Kalianda.
Berdasarkan kebijakan, Kawasan Perkotaan Kalianda memiliki potensi
bencana tsunami menurut RTRW Kabupaten Lampung Selatan. Menurut sumber
lainnya, yaitu potensi bencana tsunami Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi (PVMBG) Kawasan Perkotaan Kalianda yang mencangkup tiga kelurahan
termasuk kedalam tiga kategori bahaya bencana tsunami. Dengan adanya potensi-
potensi ancaman bencana tsunami tersebut, maka diperlukan perencanaan yang tepat
dan kerja sama berbagai pihak dalam memperkuat Kawasan Perkotaan Kalianda yang
tangguh terhadap ancaman bencana, khususnya dalam pengurangan bahaya risiko
tsunami melalui arahan penggunaan lahan yang memperhatikan potensi bahaya
tsunami.
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebaran bahaya tsunami terhadap penggunaan lahan di Kawasan Perkotaan
Kalianda memiliki masing masing zona tersendiri berdasarkan sumber potensi bahaya.
Bedararkan hasil olahan tabel 2 dan overlay gambar peta 1, menunjukan bahwa
umumnya Kelurahan Way Urang memiliki potensi bahaya tsunami terhadap
penggunaan lahan pertanian yaitu sebesar 205 Ha. Hal tersebut didukung oleh hasil
sebaran luas potensi tsunami pada kategori tinggi, pertanian lahan kering sebagai
penggunaan lahan yang memiliki bahaya tinggi terhadap bencana tsunami. Kondisi
tersebut memungkinkan merusak lahan pertanian dan berdampak pada kegiatan
perekonomian masyarakat pasca bencana tsunami. Tetapi dalam aspek kebencanaan,
penggunaan lahan pertanian dapat menjadi salah satu fungsi vegetasi yang dapat
meredam rambatan gelombang tsunami menuju daratan, dengan tingkat kepadatan
rumah rendah. Berdasarkan hasil layout peta penggunaan lahan, jarak antara pesisir
pantai dan kawasan terbangun berupa permukiman dan perdagangan jasa sangat dekat.
Guna lahan permukiman di bagian selatan Kelurahan Kalianda jika dihitung
berdasarkan lebar sempadan pantai 100 m, maka kawasan permukiman tersebut masuk
kedalam zona lindung untuk sempadan pantai. oleh karena itu potensi bahaya di
kawasan permukiman dan perdagangan jasa di Kelurahan Kalianda masuk kedalam
kategori bahaya tinggi terdampak tsunami. Kelurahan Bumi Agung berdasarkan hasil
layout peta merupakan kelurahan yang cenderung lebih aman dari ancaman bencana
tsunami menurut RTRW Kabupaten Lampung Selatan. Kondisi geografis yang tidak
berdekatan langsung pantai dan ketinggian kawasan yang lebih tinggi, membuat
Kelurahan Bumi Agung dapat dijadikan lokasi evakuasi sementara saat terjadi bencana
tsunami. Berikut Merupakan. Berikut merupakan tabel 1 besaran luasan dan gambar
peta 1 bahaya bencana tsunami terhadap penggunaan lahan menurut PVMBG 2009.
9
Tabel 2
Sebaran Bahaya Guna Lahan Kawasan Perkotaan Kalianda
Terhadap Potensi Tsunami PVMBG 2009
Guna Lahan
Kategori Bahaya
Tinggi
(Ha)
Sedang
(Ha)
Rendah
(Ha)
Permukiman 33,14 68,59 133,58
Perdagangan jasa 24,51 37,68 0,83
Pemerintahan 14,43 38,28 1,1
Pertanian lahan kering 205,03 242,92 108,1
Pertanian lahan kering
campur semak 3 81,99 60,46
Sawah 24,99 12,42 0
Tambak 157,72 14,58 0
Kebun 12,83 0 10,8
Semak/Belukar 13,38 7,21 2,41
Sumber: Hasil overlay guna lahan eksisting dengan potensi bencana tsunami menurut
PVMBG 2009
10
Peta Sebaran Bahaya Tsunami Terhadap Penggunaan Lahan
Menurut PVMBG 2009
Gambar 1
Berdasarkan hasil tabel 3 dan gambar peta 2, sebaran luas potensi bahaya
tsunami,tidak terlalu berbeda antara penggunaan lahan eksisting dengan rencana pola
ruang. Penggunaan lahan pertanian menjadi salah satu potensi bahaya tsunami tertinggi
di Kelurahan Way Urang dalam penggunaan lahan maupun rencana pola ruang.
Penggunaan lahan Kawasan terbangun berupa permukiman maupun perdagangan jasa
di Kelurahan Kalianda sebagai kategori potensi bahaya tinggi tsunami terhadap
penggunaan lahan dan rencana pola ruang. Dari hasil tersebut menunjukan bahwa
rencana pola ruang yang seharusnya menjadi dasar peruntukan guna lahan lahan belum
mempertimbangkan potensi bencana tsunami. Perlindungan terkait kawasan lindung
dalam rencana pola ruang saat ini hanya mengarah kepada peruntukan sempadan pantai
(100 m). Oleh karena itu dapat dikatakan rencana pola ruang Kawasan Perkotaan
Kalianda saat ini belum mempertimbangkan aspek bencana alam tsunami. Berikut
Merupakan. Berikut merupakan tabel 1 besaran luasan dan gambar peta 1 bahaya
bencana tsunami terhadap penggunaan lahan menurut PVMBG 2009.
Tabel 2
Sebaran Bahaya Rencana Guna Lahan Kawasan Perkotaan Kalianda
Terhadap Potensi Tsunami PVMBG 2009
Peruntukan Guna
Lahan Pola Ruang
Kategori Bahaya
Tinggi (Ha) Sedang (Ha) Rendah (Ha)
Permukiman 96,31 134,19 98,32
Pertanian Lahan Kering 109,76 307,12 215,21
Pertanian Lahan Basah 58,56 13,52 5,15
Tambak 154,89 9,08 0
Sempadan Pantai 98 0 0
Sumber: Hasil overlay rencana pola ruang RTRW dengan potensi bencana tsunami menurut
PVMBG 2009
11
Peta Sebaran Bahaya Tsunami Terhadap Penggunaan Lahan
Menurut PVMBG 2009
Gambar 2
Arahan Zona Guna Lahan Dalam Menghadapi Bahaya Bencana Tsunami
Arahan mitigasi penggunaan lahan pada penelitian ini mengacu pada ancaman
bahaya tsunami berdasarkan informasi PVMBG terhadap penggunaan lahan di ketiga
Kelurahan. Peneliti menggunakan potensi bahaya bencana tsunami PVMBG
dikarenakan informasi data yang lebih detail dibandingkan potensi bencana tsunami
menurut RTRW Kabupaten Lampung Selatan. Arahan mitigasi ini nantinya akan
menghasilkan kawasan yang direkomendasikan berdasarkan aspek sebaran bahaya
bencana tsunami.
12
Kelurahan Way Urang
Peta Arahan Zona Penggunaan Lahan di Kelurahan Way Urang
Gambar 3
1. Kawasan Aquatic
Kawasan aquatic merupakan kawasan dengan arahan rekomendasi
perlindungan terhadap pesisir pantai/konservasi. Kondisi eksisting
penggunaan lahan saat ini umumnya berupa tambak, pertanian lahan kering
dan permukiman. Terdapatnya potensi ancaman bencana untuk ke tiga
penggunaan lahan tersebut sangat memungkinkan berdampak pada
perekonomian masyarakat jika terjadi bencana tsunami. Arahan rekomendasi
penggunaan lahan pada zona ini berupa hutan pantai (green belt), rekreasi
pantai atau hutan bakau/mangrove. Arahan kawasan ini diharapkan sebagai
kawasan yang berfungsi sebagai peredam gelombang tsunami yang naik
13
hingga permukaan daratan. Sehingga kegiatan budidaya diarahkan tidak
berada di zona kawasan ini, meminimalisir kerugian yang terjadi bencana
tsunami. Menurut Harada dan Kawata (2004) dalam (Ihsan Fadhilatul, 2017)
penggunaan lahan berupa hutan pantai dalam menghadapi bencana tsunami
tinggi direncanakan dengan lebar minimal 500 m dari sempadan pantai.
2. Kawasan Terbangun Kepadatan Rendah
Penggunaan lahan eksisting saat ini berupa pertanian, permukiman dan
pemerintahan dan tambak. Pada kawasan ini masih memungkinkan terjadi
tsunami dengan tinggi genangan mencapai > 3m (PVMBG, 2009). Oleh
karena itu penggunaan lahan pada zona kawasan ini diarahkan sebagai guna
lahan pertanian atau perikanan tambak. Pada kawasan ini guna lahan pertanian
dapat dilakukan, karena fungsi lahan pertanian dalam bencana tsunami dapat
menjadi vegetasi yang berpotensi mengurangi rambatan gelombang tsunami
menuju daratan. Dalam zona ini tidak disarankan memiliki kegiatan komersial
atau kegiatan sosial lainnya, karena dianggap masih memungkinkan
berpotensi terhadap gelombang tsunami.
3. Kawasan Terbangun Kepadatan Sedang
Penggunaan lahan di kawasan ini memungkinkan sebagai area kawasan
terbangun berupa permukiman, komersial dan lainnya secara terbatas. Pada
kawasan ini diarahkan memiliki sistem infrastruktur drainase yang baik,
sehingga limpasan air gelombang tsunami menuju daratan dapat dialirkan
dengan baik. Penggunaan lahan permukiman pada kawasan ini diarahkan
dengan maksimal kepadatan rumah sedang (R3) yaitu 40 – 100 rumah/hektar
(Permen Agraria dan Tata Ruang No 16 Tahun 2018).
4. Kawasan Terbangun Kepadatan Tinggi
Kawasan terbangun kepadatan tinggi diarahkan sebagai lokasi penggunaan
lahan berupa permukiman, komersial, pendidikan, dan lainnya. Dikarenakan
14
Kawasan ini dianggap aman terhadap bahaya bencana tsunami, maka
diperlukan kelengkapan infrastruktur sebagai penunjang kegiatan masyarakat.
Penggunaan lahan permukiman pada kawasan ini memungkinkan pada
kepadatan rumah > R3 yaitu diatas 100 rumah/hektar (Permen Agraria dan
Tata Ruang No 16 Tahun 2018).
5. Buffer Zone
Arahan perlindungan di area sempadan pantai maupun sungai. Perlindungan
pantai dapat berupa pemecah ombak atau hutan bakau sebagai media peredam
gelombang tsunami. Lokasi penempatan diarahkan disepanjang pesisir pantai
atau berfokus pada fungsi kegiatan masyarakat yang padat. Berdasarkan
kondisi eksisting saat ini, Kelurahan Way Urang kurangnya perlindungan
pesisir pantai berupa green belt atau struktur seperti pemecah ombak.
Kelurahan Kalianda dan Kelurahan Bumi Agung
Peta Arahan Zona Penggunaan Lahan di Kelurahan Kalianda dan Bumi Agung
Gambar 4
15
1. Kawasan Aquatic
Kawasan ini pada penggunaan lahan eksisting saat ini dipenuhi dengan guna
lahan permukiman di Kelurahan Kalianda. Umumnya kepadatan permukiman
di kawasan ini didominasi oleh kepadatan rumah R4, yaitu 10-40
rumah/hektar. Disisi lain keberadaan permukiman yang masuk kedalam zona
sempadan pantai dan masuk kedalam kategori bahaya tsunami tinggi,
sehingga keberadaan permukiman di kawasan ini sangat berbahaya. Sama
seperti halnya Kelurahan Way Urang, arahan penggunaan lahan kali ini,
diarahkan menjadi Kawasan konservasi dengan arahan penggunaan lahan
berupa green belt, tambak dan wisata pantai. Green belt dapat berupa hutan
pantai maupun vegetasi lainnya berupa mangrove. Perlu dilakukan relokasi
dan kajian terhadap kawasan permukiman di kawasan ini, sehingga kehidupan
perekonomian masyarakat yang umumnya sebagai nelayan dapat tetap
berjalan.
2. Kawasan Terbangun Terbatas
Kawasan ini pada kondisi eksisting berupa perdagangan jasa, permukiman
dan pertanian. Kawasan ini berdasarkan hasil overlay masih memungkinkan
terdampak bencana tsunami. Sebagai langkah perlindungan kawasan yang
tahan akan bencana tsunami, maka penggunaan lahan di kawasan ini
diarahkan berupa pertanian maupun permukiman dengan kepadatan maksimal
(R4) yaitu 10-40 rumah/hektar. Diarahkan memiliki sistem pembuangan
drainase yang baik, sehingga potensi gelombang tsunami dapat dialiri dengan
baik. Tidak diarahkan memiliki penggunaan lahan komersial dan lainnya,
karena melindungi kegiatan perekonomian sehingga tidak terancam bahaya
tsunami.
3. Kawasan Terbangun Aman Bencana Tsunami
Kawasan ini dapat dianggap sebagai zona aman. Berdasarkan hasil layout
pemetaan, ditemukan bahwa Kawasan ini aman terhadap potensi bahaya
16
bencana tsunami. Arahan penggunaan lahan di Kawasan ini berupa
permukiman, pemerintahan, komersial, dan lainnya.
4. Buffer Zone
Sama seperti halnya arahan penggunaan buffer zone di Kelurahan Way Urang,
Buffer zone pada Kelurahan Kalianda dan Bumi Agung diarahkan sebagai
media yang dapat melindungi dari ancaman bahaya tsunami. Media dapat
berupa green belt hutan mangrove atau pemecah ombak di pesisir pantai.
KESIMPULAN HASIL TEMUAN
Berdasarkan hasil temuan studi yang sudah dipaparkan pada bahasan
sebelumnya, disimpulkan bahwa kesimpulan temuan penelitian ini menemukan 2 hal
penting berkaitan dengan potensi bahaya tsunami untuk kawasan perkotaan Kalianda.
Berikut merupakan kesimpulan temuan penelitian yang didapatkan:
1. Pada kategori bahaya tinggi yaitu potensi run up tsunami > 3 meter, kawasan
terbangun berpotensi terbesar mengacu pada guna lahan eksisting berupa
permukiman dan perdagangan jasa di Kelurahan Kalianda. Berdasarkan hasil
penelitian menunjukan bahwa penggunaan lahan perdagangan jasa masuk
kedalam kategori bahaya tinggi diikuti oleh penggunaan lahan terbangun
permukiman. Sehingga hal tersebut menunjukan bahwa kondisi guna lahan
eksisting di Kelurahan Kalianda berpotensi terdampak tsunami untuk
penggunaan lahan terbangun. Selain itu jika mengacu pada rencana pola ruang
Kelurahan Kalianda tidak terdapat perbedaan, dimana rencana pola ruang saat
ini untuk Kelurahan Kalianda didominasi peruntukan sebagai permukiman
perkotaan. Begitupun pada kategori bahaya tsunami sedang, Kelurahan
Kalianda memiliki kondisi eksisting guna lahan dan rencana pola ruang
kawasan terbangun berupa permukiman dan komersial. Berdasarkan hal
tersebut, maka dapat dikatakan kondisi eksisting guna lahan permukiman dan
17
perdagangan jasa saat ini dapat terdampak tsunami, yang berakibat rusaknya
fungsi kegiatan permukiman dan perekonomian setelah terjadi bencana
tsunami. Oleh karena itu Kelurahan Kalianda saat ini dapat disimpulkan
belum memiliki ketangguhan bencana tsunami melihat dari kondisi eksisting
maupun rencana pola ruang. Hasil temuan bahaya tsunami di Kelurahan
Kalianda ini diharapkan sebagai bahan evaluasi pemerintah Kota Kalianda
dan juga dapat dijadikan dasar pertimbangan penyusunan RDTR berbasis
mitigasi bencana di Kelurahan Kalianda.
2. Kelurahan Way Urang jika mengacu pada hasil penelitian termasuk pada
kategori bahaya tsunami tinggi didominasi penggunaan lahan eksisting
pertanian dan perikanan tambak. Begitupun pada rencana pola ruang kategori
bahaya tinggi tsunami di Kelurahan Way Urang sebagai peruntukan pertanian
dan perikanan. Umumnya penggunaan lahan non-terbangun di kawasan
kategori bahaya tsunami tinggi tidak terlalu diperhitungkan, karena jika
mengacu pada preseden penelitian kawasan pertanian dapat dijadikan vegetasi
alami untuk mencegah rambatan gelombang tsunami. Tetapi jika dilihat lebih
lanjut terdapat kawasan terbangun eksisting dan rencana pola ruang di bahaya
tinggi dan sedang tsunami berupa permukiman dan pemerintahan. Walaupun
tidak mendominasi besaran wilayah terdampak, tetapi penggunaan lahan
terbangun seharusnya tidak berada di zona khususnya bahaya tsunami tinggi.
Terdampaknya penggunaan lahan pemerintahan dapat mengakibatkan
hancurnya bangunan pemerintahan dan rusaknya dokumen-dokumen maupun
hal penting lainnya. Sehingga nantinya berakibat pada sistem pemerintahan
yang tidak berjalan dengan baik setelah terjadi bencana tsunami. Oleh karena
itu dapat disimpulkan penggunaan lahan eksisting dan rencana pola ruang
masih belum mempertimbangkan keselamatan penggunaan lahan khususnya
lahan terbangun berupa permukiman dan pemerintahan di Kelurahan Way
Urang. Sama halnya seperti hasil temuan Kelurahan Kalianda, temuan bahaya
tsunami di Kelurahan Way Urang ini diharapkan sebagai bahan evaluasi
pemerintah Kota Kalianda. Mendukung arahan BNPB yaitu dapat dijadikan
18
dasar pertimbangan penyusunan RDTR berbasis mitigasi bencana di
Kelurahan Way Urang maupun Kelurahan Kalianda.
3. Kelurahan Bumi Agung berdasarkan hasil overlay tidak memiliki potensi
kategori bahaya tsunami tinggi. Hal tersebut dikarenakan kondisi geografis
Kelurahan Agung yang jika dilihat dari topografi wilayah (gambar 3.2) lebih
tinggi dan tidak berdekatan dengan pesisir pantai. Pada sebagian wilayah
Kelurahan Bumi Agung masuk kedalam kategori bahaya tsunami sedang
dengan kondisi lahan terbangun eksisting perdagangan jasa dan permukiman.
Sama halnya dengan rencana pola ruang, peruntukan penggunaan lahan di
sebagai wilayah Kelurahan Bumi Agung masuk kedalam kategori bahaya
sedang untuk peruntukan permukiman perkotaan. Oleh karena itu, peneliti
menilai bahwa Kelurahan Bumi Agung memiliki potensi bencana tsunami
lebih aman dibandingkan denagn Kelurahan Way Urang dan Kalianda,
walaupun masih terdapat sebagai wilayah Kelurahan Bumi Agung yang
masuk pada kategori bahaya tsunami sedang. Kelurahan Bumi Agung dapat
dijadikan sebagai lokasi evakuasi ke tempat lebih aman untuk Kelurahan
Kalianda, dikarenakan batas kelurahan yang berdekatan dan kondisi kelurahan
yang lebih tinggi.
KESIMPULAN ARAHAN GUNA LAHAN
Berdasarkan temuan-temuan studi yang diperoleh dari hasil analisis, maka
dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai arahan zona penggunaan lahan pada
kawasan bahaya tsunami di Kawasan Perkotaan Kalianda. Adapun kesimpulan yang
didapat adalah sebagai berikut:
1. Kelurahan Way Urang menghasilkan empat kawasan yang menunjukan
masing-masing tingkat bahaya potensi tsunami. Keempat kawasan tersebut
berupa kawasan aquatic/konservasi, kawasan kepadatan rendah, kawasan
kepadatan sedang dan kawasan kepadatan tinggi. Sedangkan pada Kelurahan
Kalianda dan Kelurahan Bumi Agung menghasilkan tiga kawasan, yaitu
19
kawasan aquatic/konservasi, kawasan terbangun terbatas dan kawasan
terbangun aman bencana tsunami;
2. Arahan penggunaan lahan non terbangun seperti pertanian dan perkebunan
dapat dijadikan salah satu vegetasi yang berpotensi mencegah gelombang
tsunami naik ke permukaan daratan. Penggunaan lahan terbangun berupa
permukiman kawasan bahaya bencana tsunami tinggi – sedang dibatasi dan
diarahkan memiliki struktur bangunan yang tahan dari bencana tsunami dan
gempa. Penggunaan lahan perdagangan jasa atau pemerintahan diarahkan
berada pada kawasan bahaya tsunami sedang-rendah (aman) dan memiliki
struktur bangunan yang menyesuaikan dengan bencana tsunami. Hal tersebut
mencegah dampak kerugian perekonomian perkotaan dan pusat pemerintahan
di Kawasan Perkotaan Kalianda;
Arahan penyediaan buffer zone berupa penetapan sempadan sungai dan pantai sesuai
dengan fungsinya. Buffer zone pantai dapat berupa penyediaan pemecah ombak atau
sejenisnya. Arahan lokasi buffer zone berada pada pusat-pusat kegiatan masyarakat
dan dekat dengan muara sungai, mencegah gelombang tsunami masuk ke badan sungai.
1 DAFTAR PUSTAKA
Aguirre-Ayerbe, I., Sanchez, J. M., Aniel-Quiroga, I., Gonzalez-Riancho, P., Merino,
M., Al-Yahyai, S., . . . Medina, R. (2018). From Tsunami Risk Assessment to
Disaster Risk Reduction - The Case of Oman. Natural Hazards and Earth
System Sciences.
Ahmad, J. (2018). Desain Penelitian Analisis Isi (Content Analysis). Jurnal Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah.
Anam, K., Mutholib, A., Setiyawan, F., Andini, B. A., & Sefniwati. (2018). Kesiapan
Institusi Lokal dalam Menghadapi Bencana Tsunami: Studi Kasus Kelurahan
Air Manis dan Kelurahan Purus, Kota Padang. Jurnal Wilayah dan Lingkungan.
20
ARUP. (2015). City Resilience Framework. London: The Rockefeller Foundation.
Barnett, J. (1982). An Introduction To Urban Design. United States of America:
Ledgebrook.
BIG. (2015, January 12). Pentingnya Informasi Geospasial untuk Menata Laut
Indonesia. Retrieved from Badan Informasi Geospasial: http://big.go.id
BNPB. (2014). Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2015-2019. Jakarta:
Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
BNPB. (2015, November 28). Deklarasi Komitmen Mewujudkan Kabupaten atau Kota
Tangguh Bencana Provinsi Jawa Tengah. Retrieved from Badan Nasional
Penanggulangan Bencana: https://www.bnpb.go.id
BNPB. (2015). Kerangka Kerja Sendai Untuk Pengurangan Resiko Bencana.
BPS. (2018, September). Kalianda Dalam Angka. Retrieved from Badan Pusat Statistik
Lmapung Selatan: www.lampungselatankab.bps.go.id
Diposaptono, S. (2003). Mitigasi Bencana Alam di Wilayah Pesisir Dalam Kerangka
Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu di Indonesia. Alami.
DRRM. (2011). Disaster Risk Reduction and Management. Philippines: DRRM
Philippines.
Edyanto, C. H. (2014). Partisipasi Masyarakat Sebagai Upaya Untuk Mengurangi
Resiko Bencana Tsunami di Daerah Pantai. JSTI.
Edyanto, C. H. (2015). Sistem Pertahanan Kombinasi Untuk Melindungi Kota Pantai
Dari Bahaya Tsunami. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia.
Faiqoh, I., Gaol, J. L., & Ling, M. M. (2013). Vulnerability Level Map of Tsunami
Disaster in Pangandaran Beach, West Java. International Journal of Remote
Sensing and Earth Sciences.
Giachetti, T., Paris, R., Kelfoun, K., & Ontowirjo, B. (2012). Tsunami Hazard Related
to a Flank Collapse of Anak Krakatau Volcano, Sunda Strait, Indonesia.
Geological Society, London, Special Publications.
Hadaning Putra, A. N. (2009). Tingkat Resiko Bencana Tsunami dan Variasi
Spasialnya (Studi Kasus Kota Padang, Sumaera Barat). Tesis.
21
Hadi, I. P. (2001). Wawancara. Materi Kuliah Program Studi Manajemen Perhotelan
UK Petra.
Hettlarachchi, S., Samarawlckrama, S., & Wjeratne, N. (2011). Risk Assessment and
Management for Tsunami Hazard Case Study of The Por City of Galle. Sri
Langka: UNDP.
Hidayat, A. (2012). Analisis Pengembangan Kawasan Pesisir Berbasis Mitigasi Sea
Level Rise (Kenaikan Muka Air Laut) Studi Kasus Kawasan Kota Lama
Makassar. Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia.
Hidayat, N. (2006). Konstruksi Bangunan Laut dan Pantai Sebagai Alternatif
Perlindungan Daerah Pantai. Jurnal SMARTek.
Ihsan Fadhilatul. (2017). Perencanaan Lanskap Kota Patiaman Provinsi Sumatera Barat
Berbasis Mitigasi Tsunami. Skripsi.
Kementerian Pertahanan. (2016). Kementerian Pertahanan. Retrieved from
www.kemhan.go.id
Latief, A. (2015). Peran Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Bencana Alam di
Kota Palopo. Skripsi.
N.Bernard, E., A.Dengler, L., & C.Yim, S. (2007). National Tsunami Research Plan.
Seattle: United States Department of Commerce.
OHARA, M. (Performer). (2017). Risk-based land use and spatial planning.
International Centre Water Hazards and Risk Management (ICHARM), Japan.
Pararas-Carayannis, G. (2003). Near and Far-Field Effects of Tsunamis Generated by
The Proxymal Eruption, Explosions, Caldera Collapses and Massive Slope
Failures of The Krakatau Volcano in Indonesia on August 26-27,1883. The
International Journal of The Tsunami Society.
Parsons, M., Reeve, I., McGregor, J., Glavac, S., Marshall, G., Stayner, R., . . . Morley,
P. (2018). The Australian Natural Disaster Resilience Index. Australian
Disaster Resilience Confrence. Armidale: Australian Goverment.
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) . (2012). Tentang
Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana. BNPB.
22
Poernomosidhi. (2007). Kebijakan Pengelolaan Ruang Wilayah Kawasan Pesisir di
Indonesia Sebaga Antisipasi Risiko Bencana. Materi seminar nasional:
Pengelolaan Ruang Wilayah Pesisir di Indonesia Sebagai Antisipasi Risiko
Bencana. Bandung.
Pontoh, N. K., Hudalah, D., Indradjati, P. N., & Viantari, D. (2013). Dasar-Dasar
Survei Untuk Perencanaan Wilayah dan Kota. Bandung: ITB.
Pramana, B. S. (2015). Pemetaan Kerawanan Tsunami di Kecamatan Pelabuhanratu
Kabupaten Sukabumi. Social Science Education Journal.
Puspitasari , I. (2018, September). Badan Pusat Statistik. Retrieved from Badan Pusat
Statistik Kabupaten Lampung Selatan: https://lampungselatankab.bps.go.id/
Rahman, M., & Kausel, T. (2013). Coastal Community Resilience to Tsunami: A Study
on Planning Capacity and Social Capacity, Dichato, Chile. Journal of
Humanitites and Social Science.
Renald, A., Tjiptoherijanto, P., Suganda, E., & Djakapermana, R. D. (2016). Towards
Resilient and Sustainable City Adaptation Model for Flood Disaster Prone City:
Case study of Jakarta Capital Region. International Confrence, Intelligent
Planning Towards Samrt Cities.
Rustiadi , E. (2003). Pengembangan Wilayah Pesisir sebagai Kawasan Strategis
Pembangunan Daerah.
Sharifi, A., & Yagamata, Y. (2014). Major Principles and Criteria for Development of
an Urban Resilience Assessment Index. International Conference and Utility
Exhibition 2014 on Green for Sustainable Development.
Sitorus, S. (2016). Perencanaan Penggunaan Lahan. Bogor: IPB Press.
Sugito, N. T. (2012, Maret 08). Universitas Pendidikan Indonesia. Retrieved from
Direktori File UPI: file.upi.edu
The Department of Land Conservation and Decelopment. (2015). Preparing for a
Cascadia Subduction Zone Tsunami: A Land Use Guide for Oregon Coastal
Communities. Oregon: The Department of Land Conservation and
Decelopment.
23
Undang-undang No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. (2007).
Undang-undang No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.
Retrieved from BNPB: www.bnpb.go.id
Utami, W., Wibowo, Y. A., & Afiq, M. (2019). Analisis Spasial Untuk Relokasi
Masyarakat Yang Terdampak Tsunami Selat Banten Tahun 201. Jurnal
Agraria dan Pertanahan.
Weerasinghe, W. K., Hokugo, A., & Ikenouchi, Y. (2011). Tsunami Risk Mitigation
Through Strategic Land-Use Planning and Evacuation Procedures For Coastal
Communities In Sri Langka. Journal of Tsunami Society International.
Wiloso, D. A., & Vienastra, S. (2018). Mitigasi Bencana Tsunami di SDN Tirtohargo
Dusun Baros, Desa Tirtohargo, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta.
Zaiyana, D., & Buchori, I. (2014). Kajian Kembali Terhadap Risiko Tsunami di Kota
Banda Aceh. Jurnal Teknik PWK.